Mohon tunggu...
Erusnadi
Erusnadi Mohon Tunggu... Freelancer - Time Wait For No One

"Sepanjang sungai/kali masih coklat atau hitam warnanya maka selama itu pula eksistensi pungli, korupsi dan manipulasi tetap bergairah "

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kontestasi Calon Presiden 2024

24 Agustus 2022   19:12 Diperbarui: 24 Agustus 2022   19:31 242
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pembuka

Politik memang sesuatu hal yang menarik untuk diperbincangkan. Terutama politik untuk meraih puncak kekuasaan. Siapa yang berkuasa, ia tentu akan menjadi magnet bagi semua unsur di kehidupan. Baik unsur alam nyata, maupun dimensi alam goib.

Puncak kekuasaan ini, bisa diraih dengan cara pemilihan umum yang demokratis. Begitu aturan mainnya. Masing-masing pasangan calon presiden, dan wakil presiden itu digadang-gadang untuk diusung oleh partai politik, dan atau gabungan partai politik, untuk menjadi kontestan di masa suksesi ini.

Dari perjalanan pemilu demokratis secara langsung sejak 2004 hingga 2019 lalu, tercatat nama Prabowo Subianto sebagai  orang yang pernah menjadi calon wakil presiden pada pemilu 2009 bersama Megawati Soekarno Putri. Kemudian pemilu 2014, bersama dengan Hatta Rajasa, dan 2019 gandeng Sandiaga Uno menjadi calon presiden.  

Dipikir-pikir dari segi prestasi pencalonan di puncak kekuasan langit, bumi, dan laut ini, Prabowo Subianto juara. Tidak pernah bakal ada di Indonesia, orang yang memiliki kemampuan untuk mengejar prestasi semacam ini dengan totalitas. 

Totalitas dari semua hal. Tenaga, biaya, pikiran, waktu, dan tahan banting pula, hingga masih bisa joget diusianya yang sudah sepuh itu pada perayaan 17 Agustus di halaman Istana Negara.

Aturan calon presiden, dan wakil presiden

Kendati tiga kali ikut kontestasi tersebut yang juga diusung oleh gabungan parpol, Prabowo Subianto, dan pasangannya tidak unggul. Tidak unggul di perhitungan akhir oleh KPU, maupun di Mahkamah Konstitusi. Maka ia tidak menjadi pemimpin negeri ini sebagaimana yang direncanakan, dan targetkan oleh para parpol pengusung, maupun pemilihnya.

Tiga kali menjadi calon pemimpin negeri pada pemilu, terhitung telah melampaui batas konstitusional bagi presiden yang berkuasa, yang dibatasi hanya satu kali untuk ikut kembali menjadi kontestan. 

Artinya secara berturut-turut selama dua kali mencalonkan unggul , maka ia tidak lagi bisa dicalonkan untuk ketiga kalinya. Batas demikian juga tidak bisa ditafsirkan, akan bisa jadi calon presiden kembali setelah diselingi oleh presiden sebelumnya, menurut pasal 7 UUD 1945.

Sementara untuk syarat, dan tata cara pelaksanaan pemilihan presiden, dan wakil presiden termuat dalam pasal 6 dan 6 A UUD 1945, dengan aturan pelaksanaan turunannya sebagai atribusi dari pasal di UUD 1945 itu.

Mencermati aturan dasar yang ada di UUD 1945 memang sama sekali tidak ada batasan untuk berapa kali sesesorang bisa mencalonkan diri sebagai calon presiden, dan atau calon wakil presiden. 

Karena tidak ada aturan yang memuat norma itu, maka siapapun ditafsirkan bisa sekuatnya untuk jadi calon pemimpin negeri,  sepanjang ia mampu segalanya, dan juga apabila belum beruntung menang.  Syarat yang demikian sudah disepakati sampai sejauh ini.

Oleh karenanya, untuk pemilu 2024, nama Prabowo Subianto pun kembali dipertaruhkan untuk kontestasi nanti. Apakah memang demikian adanya? Jika masih rencana boleh jadi belum formal, kecuali secara definitif sudah mendaftar ke KPU sebagai calon presiden. Namun begitu fenomena calon presiden, dan wakil presiden untuk nama yang sama yang kelak bisa empat kali berturut-turut menjadi peserta kontestasi ini bukan fenomena lagi. Tapi fenomenal.

Fenomena ini juga dialami sebenarnya oleh kampiun demokrasi negeri Amerika Serikat sana, tatkala

Franklin D Roosevelt MENJADI PRESIDEN AS berturut-turut selama empat kali mengikuti pencalonan presiden, dan wakil presiden, dan unggul.  Franklin dari partai Demokrat ini menjadi presiden berturut-turut, sejak  1933-1937, 1937-1941, 1941-1945, dan ketika di tahun 1945 menjalankan tugasnya sebagai presiden, ia meninggal dunia, dan digantikan kemudian oleh wakil presiden ketika itu, Harry S Truman.

Dari pemilihan presiden, dan wakil presiden di AS yang memilih kembali calon yang sudah satu kali bahkan lebih menjabat di posisi itu memang tidak diatur di dalam konstitusinya. Landasan hukum untuk hal itu tidak dijadikan norma dasar.  

Sebagaimana Artikel II, pasal 1 ayat 1 konstitusi AS yang mengatur jabatan kekuasaan eksekutif yang di dalam konstitusi itu antara lain menyatakan, bahwa presiden AS memegang masa jabatannya untuk masa empat tahun. Di sini tampak bahwa  konstitusi itu sama sekali tidak terdapat ketentuan untuk berapa kali seseorang dipilih menjadi presiden.

Namun begitu ada sisi lain yang disebut dengan konvensi, sebagai suatu kebiasaan ketatanegaraan di AS untuk secara etik tidak ada keinginan dari individu yang sama untuk mencalonkan lagi.  

Hal ini sudah diteladani oleh pendiri bangsa AS sejak masa George Washington, yang menolak untuk dicalonkan kembali ketiga kalinya, juga masa Thomas Jefferson, dan seterusnya hingga masa AS mengalami krisis ekonomi di tahun 1933 yang menjadi alasan Franklin D roosevelt menduduki empat kali jabatan kursi presiden. Namun sesudah masa ini, di AS kembali pada konvensi yang sebenarnya untuk persoalan kursi jabatan presiden.

Dengan melihat perbandingan itu, maka tidak ada yang salah secara konstitusional bila Prabowo Subianto mengulangi kembali pencalonannya. Sepanjang ia telah memenuhi syarat-syarat yang telah diatur di dalam peraturan perundang-undangan. Persoalan apakah nanti ia bakal menang atau tidak cuma  kehendak Tuhan yang tahu segalanya.

Akan tetapi patut menjadi pemikiran bersama mengenai batas seseorang berapa kali untuk menjadi calon presiden atau wakil presiden dalam kontestasi pemilihan umum untuk capres, cawapres ini diatur secara defenitif. Entah di konstitusi, maupun aturan perundang-undangan, atau merujuk pada kebiasaan ketatanegaraan yang perlu pula dirumuskan.

Jika soal pencalonan presiden berjalan sebagaimana yang sedang berlangsung sekarang ini, maka partai politik mesti menyiapkan kader yang pantas sejak usia 40 tahun. Modal usia ini barangkali bisa mencalonkan presiden berturut-turut sejak calon itu berusia 45, 50, 55, dan 60 tahun sebagai usia yang masih produktif, gesit, enerjik, dan patriotik. 

Berbeda misalnya usia yang ada pada calon di atas 70 tahun lebih.  Barangkali  di usia sepuh bicara soal nasionalisme, dan patriotisme tidak usah ditanyakan, dan ragukan lagi. Tapi usia lanjut menjadi pertimbangan rasional kelak bagi pemilihnya. Bila terpilih pun ia akan memasuki usia renta sekitar 74 hingga 79 tahun.

Penutup

Oleh karena itu, bisa ditarik suatu benang merah, bahwa untuk persoalan pencalonan presiden, dan wakil presiden perlu dipertimbangkan agar ada suatu aturan yang mengatur hal itu sebagai representasi tafsir UUD 1945 yang paralel. 

Di mana jabatan presiden bisa dibatasi hanya untuk satu kali lagi, sementara pemilihan calon presiden bagi nama yang sama juga perlu ada pembatasan sampai berapa kali bisa turut dalam kontestasi pemilu.

Setidaknya ada dua hal yang bisa disimpulkan mengenai hal pencalonan presiden, dan wakil presiden untuk nama yang sama yang telah mengikuti pemilu serupa sebelumnya, pertama, jelas tidak akan lahir calon pemimpin alternatif yang muda, dan kompetitif, dan kedua, nyata pemilu presiden, dan wakil presiden sekadar hanya nafsu, dan  target untuk meraih kursi kekuasaan semata tanpa diimbangi wisdom atau kebijakan yang menjadi unsur penting lahirnya negarawan.

Sebab untuk menjadi seorang negarawan tidak harus menjadi presiden, atau wakil presiden lebih dulu. Menjadi negarawan sudah cukup melalui prestasi yang memberi manfaat bagi rakyat, tanpa caci maki, dan akan dikenang dengan abadi.  

***

Referensi buku:

Konstitusi Indonesia, Prof. DR Sri Soemantri Martosoewignjo,SH

Perubahan Kabinet Presidensil Mendjadi Parlementer, Prof.Mr AG Pringgodigdo

Sejarah Ketatanegaraan Republik Indonesia, Joeniarto, SH

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun