Jika soal pencalonan presiden berjalan sebagaimana yang sedang berlangsung sekarang ini, maka partai politik mesti menyiapkan kader yang pantas sejak usia 40 tahun. Modal usia ini barangkali bisa mencalonkan presiden berturut-turut sejak calon itu berusia 45, 50, 55, dan 60 tahun sebagai usia yang masih produktif, gesit, enerjik, dan patriotik.Â
Berbeda misalnya usia yang ada pada calon di atas 70 tahun lebih.  Barangkali  di usia sepuh bicara soal nasionalisme, dan patriotisme tidak usah ditanyakan, dan ragukan lagi. Tapi usia lanjut menjadi pertimbangan rasional kelak bagi pemilihnya. Bila terpilih pun ia akan memasuki usia renta sekitar 74 hingga 79 tahun.
Penutup
Oleh karena itu, bisa ditarik suatu benang merah, bahwa untuk persoalan pencalonan presiden, dan wakil presiden perlu dipertimbangkan agar ada suatu aturan yang mengatur hal itu sebagai representasi tafsir UUD 1945 yang paralel.Â
Di mana jabatan presiden bisa dibatasi hanya untuk satu kali lagi, sementara pemilihan calon presiden bagi nama yang sama juga perlu ada pembatasan sampai berapa kali bisa turut dalam kontestasi pemilu.
Setidaknya ada dua hal yang bisa disimpulkan mengenai hal pencalonan presiden, dan wakil presiden untuk nama yang sama yang telah mengikuti pemilu serupa sebelumnya, pertama, jelas tidak akan lahir calon pemimpin alternatif yang muda, dan kompetitif, dan kedua, nyata pemilu presiden, dan wakil presiden sekadar hanya nafsu, dan  target untuk meraih kursi kekuasaan semata tanpa diimbangi wisdom atau kebijakan yang menjadi unsur penting lahirnya negarawan.
Sebab untuk menjadi seorang negarawan tidak harus menjadi presiden, atau wakil presiden lebih dulu. Menjadi negarawan sudah cukup melalui prestasi yang memberi manfaat bagi rakyat, tanpa caci maki, dan akan dikenang dengan abadi. Â
***
Referensi buku:
Konstitusi Indonesia, Prof. DR Sri Soemantri Martosoewignjo,SH
Perubahan Kabinet Presidensil Mendjadi Parlementer, Prof.Mr AG Pringgodigdo