Orang tak mau terpenjara pikirannya
Maka ia bicara untuk  membebaskan
Supaya remah-remah jorok yang melilit di benak terpendar
Di sini butuh orang lain yang mau mendengar
Ketika itu di mulai tuangkan serupa botol  bir pada gelas besarnya yang retak yang sudah tersaji
Lalu dengarkan
Kata-katanya runtut, teratur, dan logis
Tentang hidup yang dicita-citakan
"Kau pendengar yang baik,"katanya memuji sambil tandaskan gelas pada botol  pertama
Botol ke dua kembali dituangkan ke dalam gelas
"Terima kasih,"katanya
Sebatang kretek pun ia nyalakan, hisap, dan hembuskan asapnya
Mengalir kata-katanya yang tersekat
Oleh cerita tentang istrinya yang tak mau dimadu
Padahal banyak alasan mengapa harus merencanakan dan melakukan hajat ini
Sampai di sini ia undur diri sebentar
"Permisi mau kencing."
Pendengar anggukkan kepala, seraya menuangkan gelas kosong yang berbuih
Tiga botol serupa bir yang dipesan sudah tunai
Kini gelas yang terakhir yang siap pula untuk dihabiskan
Ia duduk tenang
Mulutnya mengambil ancang-ancang
Tidak untuk bercerita, tapi bertanya pada pendengar
"Kenapa tak kau minum botol yang ke tiga ini?"
"Tiga botol itu punyamu, aku secangkir kopi ini saja."
Sejenak tak ada suara
Ia mengalah, gelas terakhir itu juga ditenggaknya sampai kering
Ia pun mulai berkata-kata
Bukan mengalir bercerita  tapi tumpah oleh caci maki pada semua yang dialami
Memang  nyata  yang mengganjal dipikirannya sudah bebas, dan lepas
Tapi resikonya sempoyongan, matanya merah, dan pipinya dirasa tebal
Perutnya juga mual
Orang yang setia mendengar jadi tersenyum, dan  segera menggandengnya pulang
Secangkir kopi tanpa sisa ditinggalkan tanpa harus dirinya terhuyung-huyung berjalan
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H