Mohon tunggu...
Erusnadi
Erusnadi Mohon Tunggu... Freelancer - Time Wait For No One

"Sepanjang sungai/kali masih coklat atau hitam warnanya maka selama itu pula eksistensi pungli, korupsi dan manipulasi tetap bergairah "

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pemburu Hujan

30 Januari 2021   12:28 Diperbarui: 30 Januari 2021   12:59 268
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

BMKG mengabarkan, tiga hari ke depan hujan akan turun dengan deras. Karena itu cuaca ekstrim di bulan ini tidak bisa diabaikan, dan patut diwaspadai. 

Warga mesti siaga, dan mengantisipasi jika muncul kemungkinan bencana yang terburuk datang, Setidaknya di kota besar banjir yang menyerang. Tapi di daerah lain, barangkali longsor, dan air bah yang menyongsong.

Sinyo sudah menduga informasi cuaca ekstrim semacam itu di bulan ini akan disampaikan oleh pihak pemerintah secara resmi.  Dan, ternyata benar. Padahal di musim kemarau ia telah mengingatkan tetangga, dan warga di kampungnya.

Ia siarkan dari mulut ke mulut ketika itu. Katanya, di bulan ini, dan bulan itu cuaca sangat ekstrim. Sementara di bulan kemudian sedang, dan cenderung biasa saja. Tidak deras, juga tidak rinai. Lalu bulan berikutnya kembali musim panas seperti sekarang.

Pandangan soal cuaca demikian bukan karena ia ahli  juga bukan karena ia pawang hujan. Ia senang sekali dengan air hujan. Ia dikenal hanya sebagai pemburu hujan oleh tetangganya. Hujan di mana pun di kota ini ia deteksi, lalu ia buru. Tujuannya untuk apa, juga tidak jelas.

Perburuan hujan ini olehnya tidak untuk menangkap air hujan dengan tangan semata. Bagaimana mungkin air hujan bisa disergap, lalu diborgol, kemudian di kandangkan layaknya pelaku kriminal.

Jika orang suka berburu binatang untuk sekadar hobi, atau membasmi hama, maka Sinyo memburu hujan, di dalam pikirannya, sekadar untuk diklasifikasikan tingkat kejernihan air yang turun dari langit. Di dalam pikirannya sekadar  itu.

Dalam perburuannya, ia kerap membawa toples berbahan beling, dan bening tiga buah. Seperti yang dilakukannya saat ini. Hujan di kota ini sudah mengguyur dengan deras sejak semalam. Ia sejak malam itu juga sudah menengadahkan kedua tangannya disertai toples.

Toples pertama ia dapat sepertiga air dari ukurannya di trotoar jalan. Ia pindah kemudian ke seberang jalan di bawah jembatan penyebrangan. Di sini ia dapat setengah toples. Lalu beranjak ke warung tegal takjauh dari jembatan penyebrangan. Ia dapat satu toples. Tiga toples airnya ia kantongi ke dalam tasnya.

Di warung ia ditanya seseorang yang memperhatikannya sejak tadi mula ia di trotoar.

"Ngapain Bang?"

"Nangkep air ujan."

"Pake tangan?"

"Iya, dan toples."

"Terus buat apaan?"

Sinyo tidak membalasnya. Ia beringsut tanpa pamit, dan pergi menjauh dari orang di warung ini. Hujan masih deras mengiringi kepergiannya, juga petir menyala berulang-ulang diselingi bunyi menggelegar sekali-kali. Sinyo  pun tiba di rumah sewa di ujung gang buntu.

Tiga toples itu ia letakkan hati-hati di rak yang segi empat seukuran luas kamar sewanya, kecuali di muka pintu. Rak ini rupanya sudah padat oleh ratusan toples yang tertata. Toples air hujan yang ia buru dari beberapa lokasi di kota ini.

Air hujan hasil buruannya disimpan sangat hati-hati. Ia memandangnya sebagai benda yang sangat keramat. Seolah air hujan yang ia tempatkan dengan layak di toples tersebut bisa menghalau keinginan  banjir untuk datang menenggelamkan kampung di mana ia tempati.

Ajaibnya kampung ini taksekalipun mengalami musibah banjir sejak ia rajin memburu air hujan. Padahal sebelumnya selalu kebanjiran hingga sedada ukuran orang dewasa.

Dari tetangga yang mengetahui kebiasaannya ini, dan dipandang mujarab, maka tersebar kemudian pada orang-orang yang berada di lokasi lain.

Mereka datang padanya, dan membeli toples itu barang satu atau dua toples. Entah kebetulan atau tidak, mereka tidak kebanjiran lagi pemukimannya.

Sebab itu banyak yang percaya akhirnya pada Sinyo. Pelan-pelan toples, dan Sinyo menjadi terkenal sebagai pemburu hujan yang bisa menyelamatkan banjir di suatu tempat.

Saking terkenalnya sampai juga akhirnya Sinyo didatangi seorang pejabat kota. Ia datang padanya oleh karena frustasi. Banjir selalu menggenangi pemukiman di beberapa lokasi di wilayah tanggungjawabnya.

Bila musim penghujan selalu saja wilayahnya ditimpa musibah ini. Padahal pawang hujan yang sohor di kota ini sudah diterjunkan. Namun selalu gagal, dan total. Ia acapkali dicacimaki warganya.

Ia akhirnya borong toples-toples itu  taktersisa dari kamar sewa Sinyo. Sinyo untung, pejabat kota ini kelak buntung. Karena ia sudah dipandang warganya tidak waras lagi. 

Bukannya di musim penghujan melakukan antisipasi banjir dengan kerja keras, justru toples-toples itu ia letakkan di pucuk semacam tugu yang ia buat di beberapa titik lokasi yang menjadi langganan banjir.

Katanya,"semoga air hujan tidak lagi menyebabkan banjir karena di dalam toples ini ada air hujan juga sebagai saudara sekandungnya yang dimuliakan."

Apa yang terjadi kemudian setelah hujan deras turun terus menerus belakangan ini?Justru tugu-tugu itu, sekaligus toplesnya menjadi korban banjir, dan tenggelam begitu saja.

Sementara Sinyo sudah pindah entah kemana dari kediaman sebelumnya dengan meraup omzet fantastis hasil penjualannya itu.

***

Di suatu kamar apartemen yang ia sewa, Sinyo seorang pelarian rumah sakit jiwa ini tertawa keras pada keajaiban toples-toplesnya itu. Apalagi toples berisi air hujan sampai laris manis diborong pejabat kota dengan harga yang menggiurkan.

Sinyo pun bingung dan linglung pada dirinya dengan kejadian itu. Ia membathin, dan bertanya dalam hati," saya yang sudah sembuh atau mereka yang sakit jiwa?"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun