Mohon tunggu...
Erusnadi
Erusnadi Mohon Tunggu... Freelancer - Time Wait For No One

"Sepanjang sungai/kali masih coklat atau hitam warnanya maka selama itu pula eksistensi pungli, korupsi dan manipulasi tetap bergairah "

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Nomor Antrean 101

13 Januari 2021   00:01 Diperbarui: 26 Januari 2021   18:35 242
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

***

Belum juga waktu ashar tiba, pelaksanaan pemberian bantuan pungkas. Semua berlangsung dengan tertib, dan lancar.  Tiada yang tersisa. Dan, semua peroleh haknya sesuai data yang ada. Petugas pos itu pun pamit pada RT, dan Zaid, juga warga yang lainnya seraya bilang terima kasih atas kerjasama baiknya ini.

RT, Zaid, Karim, Salim, Salman, dan Koh Acung menyempatkan juga mengiringi kepergian petugas tersebut. Mereka pun bubar. Sementara Karim, dan Zaid berbincang kemudian di pos ronda markasnya untuk senda gurau.

"Lumayan Ndut. Bantuan pemerintah sangat berarti ini,"kata Zaid senang menyebut nama panggilan Karim yang tambun itu.

"Iya bang. Untuk kebutuhan makan yang paling sederhana rasanya cukup,"timpal Karim.

Namun tiada disangka oleh mereka, Rahwana bergegas ke arah pos ronda. Ia merasa terkejut sebab sudah tidak ada lagi warga yang mengantri, dan sepi di muka kediaman RT. Ia merasa haknya sesuai nomor urut tidak diberikan, bahkan sekadar diingatkan oleh Zaid maupun RT pun tidak.

Rahwana terus saja nyerocos sepanjang melangkah, dan tetap begitu di hadapan Zaid, dan Karim. Di hadapan Zaid, dan Karim, Rahwana bilang nomor urut ini bukti bahwa dirinya berhak atas bantuan itu. Kalau tidak diberikan haknya akan ia laporkan pada kantor kelurahan.

"Begini saja. Mas bisa ke kantor kelurahan sekarang supaya bisa dilayani di sana. Sebab petugasnya juga sudah tidak ada lagi di sini,"jelas Zaid tenang, dan meyakinkan.

Karena jawaban Zaid dianggap sangat logis, dan bernas, maka tanpa pamit ia ngeloyor juga ke kantor kelurahan menggunakan sepeda anaknya.

"Nomor urut gimana, Bang tadi?Tanya Karim dengan mimik lucu usai Rahwana pergi.

"Tadi gue nulis aja nomor urut antrian di kertas buat dia. Nomor 101."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun