Mohon tunggu...
Erusnadi
Erusnadi Mohon Tunggu... Freelancer - Time Wait For No One

"Sepanjang sungai/kali masih coklat atau hitam warnanya maka selama itu pula eksistensi pungli, korupsi dan manipulasi tetap bergairah "

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Panti Pijat Samping Toko Swalayan

27 Desember 2020   14:35 Diperbarui: 27 Desember 2020   14:48 342
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kata lelaki ini,"urusan kaki, lengan, dan kepala sudah ada yang mengurus di rumah."

Ia bila datang selalu membawa  biskuit kesukaan Darsih. Tidak banyak cuma satu kaleng. Kadang satu kaleng pun tidak habis oleh Darsih, dan ia kerap membaginya pada kawan lainnya itu. Namun jeleknya, satu kaleng ini benar-benar ia hitung sebagai upah pijit yang dua jam lamanya.

Tidak pernah sekali pun ia memberikan upah sebagaimana biasa, yakni sejumlah uang yang perjamnya 100 ribu itu. Kecuali ketika mula pertama hingga ketiga kali datang kalau tidak salah ia memberikan upah,dan tip lumayan pada Darsih.

Darsih herannya menurut saja. Lebih heran lagi, pijit 30 menit awal di bagian punggung, sisanya satu jam setengah di bagian dada. Dan, lelaki ini menikmati saja kala dipijit-pijit di bagian dada menghadap wajah Darsih yang lumayan manis itu.

Kata lelaki ini pada Darsih kala bersitatap," saya kalau melihat mbak Darsih seperti melihat bulan yang memancar di gulita malam."

Kata-katanya puitis. Darsih tersenyum mendengarnya, dan berpikir berulang-ulang soal bualan itu dan mengintip bulan asli dari balik gorden.

Sebagai janda tanpa anak Darsih kadang tergoda juga dengan godaan lelaki ini. Ia kerap melamun sendiri usai dua jam dihabiskan waktunya bersama dia. Kadang juga ia ingin seperti teman pemijat lainnya yang selalu ekstra memijat. Tapi ia tak mau berlaku seperti itu. Kecuali bila lelaki pelanggannya ini mendahului. Apa boleh buat. Ia juga sudah senang dengan kehadirannya yang dua minggu sekali itu.

***

Suatu hari panti pijat yang berada di sisi jalan raya ini ramai orang di siang itu. Kebanyakan orang berseragam suatu instansi di wilayah tersebut.  Juga dua orang polisi tidak berpistol. Selebihnya satpol PP.  Katanya panti pijat ini sudah melenceng dari izin semula. Panti bukan tempat pijat tapi juga didayagunakan untuk praktek prostitusi yang dilakukan oleh pemijatnya. 

Namun begitu tidak ada yang dibawa untuk dimintai keterangan. Karena memang tidak ada yang tertangkap basah melakukan aksi yang diharamkan. Mereka bertindak atas desas desus dan laporan warga yang sama sekali tidak pernah pijat di situ. Hanya saja, di muka pintu sudah ditempel stiker, sebagai panti pijat yang diawasi oleh unit berwenang di pemerintahan.

Darsih gugup, dan gemetar usai bubar aksi inspeksi mendadak itu. Sementara teman perempuan pemijat lainnya tanya sana sini, arti stiker yang ada di muka pintu. Mereka menyangka panti sudah ditutup dan disegel. Lalu bagaimana nasib hidup selanjutnya?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun