Mohon tunggu...
Erusnadi
Erusnadi Mohon Tunggu... Freelancer - Time Wait For No One

"Sepanjang sungai/kali masih coklat atau hitam warnanya maka selama itu pula eksistensi pungli, korupsi dan manipulasi tetap bergairah "

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tawuran

24 Agustus 2020   08:47 Diperbarui: 26 Agustus 2020   12:42 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sepeda motornya dipacu sangat laju pada malam itu. Ia tak hiraukan lagi kondisi butut motornya yang kerap mogok. Paling tidak mesin buatan Jepang ini bisa terus menggilas jalan. Di kepalanya sudah tersusun demikian banyak pertanyaan yang bakal diajukan.

Pertanyaan yang bukan tidak mungkin akan menjadi bahan bagi tulisannya kelak. Ia belum satu minggu diterima sebagai wartawan surat kabar.

Yogi ingin jadi yang pertama. Ia datang untuk meliput peristiwa tawuran antarwarga. Tawuran yang biasa dipicu oleh urusan ABG, tapi kali ini beda. Ia datangi lokasi oleh sebab dihubungi kawannya, Ranti yang bermukim di area sekitar tawuran tersebut. Ranti, kawan SMA Yogi,yang baru tiba dari daerah.  

Pihak redaksi sudah dihubungi sebelum ia berangkat. Pesannya, liput yang berimbang, dan hati-hati. Ketika ditanya perkara apa, Yogi belum bisa menjelaskan duduk persoalannya. Padahal minggu ini mestinya bisa ia abaikan tugas tersebut, karena libur. Namun naluri jurnalistiknya tidak bisa ditepis untuk menggali informasi aktual itu.

Jalan menuju peristiwa ini dijaga total. Bukan oleh polisi, atau tentara, tapi warga. Warga yang ada di batas, baik utara, selatan, timur, maupun barat. Yogi agak kerepotan untuk menembus lokasi sasaran. Sebab warga meminta untuk tidak mendekat. Bahaya.

Entah bahaya apa yang dimaksudkan. Yogi tetap memaksa untuk melihatnya. Ia sudah sodorkan kartu pers, dan menyebutnya sebagai wartawan harian koran ternama. Tapi warga di batas utara tetap tidak mengizinkan, dan tutup mulut. Tinimbang lama, ia beralih ke batas timur yang bersebelahan dengan kantor kelurahan. Di situ juga sudah berkumpul warga. Situasinya sama. Tak ada jalan.

Jarak utara, dan timur tidak seberapa. Ia bisa memutar ke batas selatan. Nyaris sama. Di selatan juga ditutup oleh pagar di muka jalan masuk pemukiman. Tinggal batas barat yang belum ia coba. Rasanya situasi akan sama.

Tawuran itu seolah terisolir. Lokasi terkepung oleh batas pemukiman. Tak ada kabar bagaimana jalannya kejadian itu. Warga di selatan yang ditemui Yogi idem dito, tak mau tahu pangkal soalnya. Namun hubungan telpon masih bisa dilakukan oleh Yogi pada Ranti.

"Gawat Gi. Mereka sudah mau saling mendekat. Tidak lagi lempar batu,"kata Ranti dari ujung telpon.

"Seberapa dekat Ran?"

"Sekitar 10 meter."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun