"Iya. Begitu saja. Keren ya orang dulu. Tidak ada mereka ingin sesuatu sebagai imbalan. Tidak ada. Demi bangsa, dan Negara mereka rela, dan ikhlas mengorbankan semuanya."
"Bener-bener keren. Malah dulu waktu peristiwa Bandung Lautan Api juga begitu. Rakyat BANDUNG justru merelakan harta benda mereka. Dan, mereka semua berjalan ratusan kilometer untuk mengungsi. Peristiwa 10 November di Surabaya. Pertempuran lima hari di Semarang, di Ambarawa, di semua daerah di Indonesia."
"Iya. Semua daerah di Indonesia bertempur gigih. Semua para pejuang ikhlas mengorbankan semua yang dipunyai. Luar biasa."
Perbincangan dengan Bulus sangat menarik. Ia kelihatannya mewarisi semangat juang orang tuanya. Tapi obrolan itu bisa ia terangkan detail, dan jelas olehnya, karena ia punya mau. Selain itu juga ia paham, aku sangat menyukai kisah heroik, dan segala peninggalan para pejuang.
Ujung dari obrolan ini ia ingin mencalonkan diri sebagai kepala dusun, bukan kepala desa, pada bulan depan. Makanya untuk mencalonkan itu butuh biaya. Di desa atau kampung ini memang terdiri dari empat dusun, empat RW, dan beberapa RT. Bulus ingin menjadi kepala dusun di salah satunya.
Padahal istri, dan anaknya tidak setuju. Sebab tidak ada biaya. Sebagai petani saja kadang sulit untuk memenuhi kebutuhan makan. Masih beruntung tinggal di rumah warisan. Jika sewa atau ngontrak barangkali bisa tambah keteteran. Kata Bulus, ia ikut untuk membantu kepala desa agar masyarakat desa khususnya di dusun ini tambah giat, dan rukun.
"Saya pinjam uang ya untuk modal pemilihan dusun itu?"
"Berapa?"
Rp.10 juta."
Karena masih ada hubungan keluarga, maka keinginannya itu aku luluskan. Dan, ia berjanji satu tahun kemudian akan dikembalikan uang pinjaman itu. Baik jadi kepala dusun atau tidak.
*****