Mohon tunggu...
Erusnadi
Erusnadi Mohon Tunggu... Freelancer - Time Wait For No One

"Sepanjang sungai/kali masih coklat atau hitam warnanya maka selama itu pula eksistensi pungli, korupsi dan manipulasi tetap bergairah "

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cermin yang Retak

16 Juli 2020   15:28 Diperbarui: 20 Juli 2020   21:08 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di suatu sore yang teduh, seorang perempuan separuh baya tengah duduk di bangku taman kota. Di sekitarnya pepohonan trembesi memayungi. Taman ini juga dihiasi aneka bunga, serta aneka macam hewan. Hewan yang ada di sini rata-rata hewan unggas. Sebab tidak jauh dari ia duduk terdapat kolam yang cukup luas. Disertai bunga teratai di permukaannya. Kolam tidak terlalu jernih, cendrung airnya coklat, dan kotor di sana sini. Karenanya angsa atau itik berkeliaran bebas di kolam itu.

Dari bangku taman ini juga perempuan lumayan cantik, dan tinggi semampai mirip Julia Robert itu melihat seekor burung merpati putih berjalan ke arahnya. Ia memperhatikan, barangkali burung ini akan menuju ke arahnya. Benar saja burung itu melangkah untuk mendekat. Namun baru beberapa langkah, dan belum mendekati, tiba-tiba datang burung dara hitam yang terbang pendek mencegah di hadapan si putih. Si putih kemudian diam, lalu menepir ke kiri mencari jalan. Tapi si Hitam tetap mengikuti.

Oleh sebab arah jalan dihalangi, si Putih tak beranjak, dan diam. Si Hitam justru maju dan mencoba mendekat padanya. Keduanya kini saling berhadapan. Yang hitam, jantan, dan yang putih, betina. Ketika kedua hewan ini berhadapan, perempuan itu sadar bahwa mereka sedang ingin bercinta. Ia tidak mengusirnya. Ia hanya melemparkan sesuatu serupa makanan pada mereka. Dan, mereka pun beralih konsentrasinya pada makanan itu.

Setelah mematuk-matuk makanan, kedua burung itu justru pergi, dan terbang kembali ke jurusan yang berbeda. Perempuan itu tak mengira mereka pergi meninggalkan dirinya begitu saja. Tidak ada tanda-tanda untuk sekadar mengucapkan terima kasih. Setidaknya mereka telah terbebas dari syahwat dunia.

Namun beberapa saat kemudian, muncul seekor itik yang sedang berjalan mendekat ke arahnya. Di belakangnya mengikuti itik lain yang berwarna serupa. Mereka diperhatikannya tengah geal geol seperti mempercepat langkah. Si itik pertama coba cepat melangkah, namun disusul oleh itik yang ada di belakangnya, dan yang di belakangnya ini berhasil menyergapnya. Perempuan setengah tua ini kembali berpikir, mereka adalah itik jantan dan betina.

Ketika sergapan itu berhasil, ia mengecohnya, dengan melemparkan makanan yang ia pegang. Dan kedua itik ini pun beralih pada makanan itu, lalu pergi sesudah dirasa puas. Mereka sebagaimana burung tadi, pergi ke arah jurusan yang berbeda. Perempuan ini berpikir mereka kelak akan jumpa kembali di kolam itu. Tapi entah waktunya. Ia setidaknya sudah mencegah sifat dasar hewani yang kemungkinan akan terjadi di hadapannya.

Sayangnya setelah itik itu berlalu, datang kemudian lelaki dan perempuan dewasa yang menuju ke arah samping bangku taman yang berada di dekatnya. Hanya berjarak tiga meter. Mereka berjalan bergandengan, dan satu sama lain tampak mengumbar kebahagiaan. Lalu duduk di bangku itu tanpa teganggu oleh dirinya.

Mereka terdengar dari jaraknya seperti berbisik saja. Dan mereka memang sedang berbicara, bergurau, lalu tertawa renyah. Sekali-kali mereka saling berpelukan. Dan, sekali-kali itu juga sang lelaki nekad mencuri cium di pipi pasangannya.

Perempuan ini melihat tingkah mereka mirip yang ia lihat dari hewan sebelumnya. Ia berpikir untuk melempar makanan juga. Tapi mereka manusia. Mereka bisa saja suami istri yang sedang menikmati sore bersama. Dan merasa bebas sementara dari gangguan anak-anak mereka yang sedang diasuh pembantunya. Atau jangan-jangan mereka sedang selingkuh. Sebab tampak terlihat air muka mereka bahagia sekali, akibat lama tidak bersua. Siapa tahu?

Perempuan setengah tua itu berpikir sangat keras. Ia ingin mendekati, namun kuatir disangka meminta sesuatu. Atau ia ingin bertanya langsung, dikira nanti ikut campur urusan orang. Ia ingin mengusirnya namun tiada daya. Ia serasa ingin pergi saja dari bangku taman ini. Suasana hatinya mulai gelisah. Sempat selintas terpikir tentang anak dan suaminya.

Tapi jika ia pergi, sore yang teduh dan kelak bakal indah ini tidak akan ia nikmati dan terulang lagi. Ia merasa risih melihat itu semua.

"Apa yang harus aku lakukan?"Bathinnya.

Beberapa saat itu pikirannya direcoki oleh situasi yang seolah mencerminkan dirinya. Tapi untungnya pasangan tersebut pergi kemudian. Hingga yang ia tunggu pun akhirnya datang mendekat.

"Maaf, sudah lama menunggu ya," kata pria muda dan macho itu dengan senyum menggoda seraya merangkulnya. Lalu mereka bergegas meninggalkan taman itu, dan pergi ke jurusan yang sama. Entah kemana.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun