Mohon tunggu...
Erusnadi
Erusnadi Mohon Tunggu... Freelancer - Time Wait For No One

"Sepanjang sungai/kali masih coklat atau hitam warnanya maka selama itu pula eksistensi pungli, korupsi dan manipulasi tetap bergairah "

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: Mas Kom, Tuan Pas, dan Ongol-ongol Mbak Lana

12 Juli 2020   12:27 Diperbarui: 14 Juli 2020   18:55 419
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pabrik tempe tradisional di seberang jalan samping warung kopi Mas Kom mulai kesulitan beroperasi. Pasalnya, pekerja sebelumnya yang semuanya sudah berusia di atas 45 tahun dianggap kadaluwarsa, dan tidak layak lagi menjadi sumber daya yang optimal. 

Mereka dipensiunkan tanpa pesangon, tapi uang kerohiman saja. Karenanya ia mulai membuka lowongan kerja dengan tidak menyebutkan posisi kerja sebagai tenaga apa.

Dari sekian anak-anak muda yang datang dirasakan tidak ada tenaga kerja yang sesuai dengan kompetensi yang dipunyai. Rata-rata anak muda yang melamar kerja pada pabrik, kebanyakan ingin menjadi tenaga administrasi. 

Padahal yang dibutuhkan itu tenaga ekstra kuat. Yang tidak perlu mikir, dan tidak perlu banyak tingkah. Cukup dengar perintah, tugas dikerjakan maksimal. Kira-kira begitu yang diinginkan bos pabrik pada tiap anak muda yang melamar kerja di tempatnya.

Sebagai owner pabrik, Tuan Pas ini sangat jeli menguji kemampuan anak muda yang datang. Bukan ujian teknis atau cara bikin tempe. Tapi lewat pertanyaan sederhana yang Tuan Pas ajukan. 

Misalnya, selain asal orang tua darimana, ia juga bertanya pada anak-anak muda itu, usianya berapa tahun saat diwawancara sekarang. Dan, anak-anak muda ini rata-rata menjawab benar sesuai tahun kelahiran mereka. Tapi Tuan Pas menilai itu salah, dan tidak cocok dengan hitungan yang ada padanya.

Walhasil tidak ada satu pun yang bisa diterima kerja di pabriknya. Di sela waktu menunggu kalau-kalau akan datang lagi para pelamar kerja, Tuan Pas sempatkan minum kopi di warung Mas Kom.  

Di sini segala yang dijual dan disajikan komplit. Segala gorengan, rebusan, maupun keringan available. Tapi cuma tempe yang tidak ada. Tuan Pas tidak perlu bertanya lagi soal ini. Sebab pabriknya sementara belum jalan.

"Kopi paitnya Mas pake cangkir yang biasa," pinta Tuan Pas kalem.

Mas Kom cekatan kemudian penuhi maunya Tuan Pas yang tidak pernah berganti cangkir. Dan, cangkir kaleng ini sengaja disiapkan khusus untuknya. Jadi bisa dikatakan sangat steril dari bekas congor orang lain.

"Bagaimana para pelamar kerja yang datang, Tuan? Apakah sudah ada yang diterima?" tanya Mas Kom membuka perbincangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun