Mohon tunggu...
Erusnadi
Erusnadi Mohon Tunggu... Freelancer - Time Wait For No One

"Sepanjang sungai/kali masih coklat atau hitam warnanya maka selama itu pula eksistensi pungli, korupsi dan manipulasi tetap bergairah "

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sengkuni Jalanan

27 Juni 2020   07:15 Diperbarui: 2 Juli 2020   06:56 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setiap ada orang berdiri, mau laki atau perempuan, ia hentikan motornya. "Ojek, ojek." Terus seperti itu. Hingga ia jumpai juga penumpang perempuan muda yang tengah berdiri di depan apotik,samping ATM sebuah bank, dan ia lalu menawarkan jasanya.

Kelihatannya perempuan ini telah berulangkali order lewat aplikasinya namun dibatalkan terus. Dan, ketika Sengkuni datang menawarkan, langsung disambutnya. Perempuan ini menyebut arah dan nama jalan, Sengkuni langsung menyebut harga. Tapi ditolak, sebab terlalu mahal. Dengan ojek online tidak sebagaimana yang ditawarkan. Akhirnya ketimbang kosong, Sengkuni mau juga. Jadilah perempuan ini menumpak ojek Sengkuni.

Motor kemudian melaju dengan cepat hingga beberapa meter dari lokasi tujuan tampak jalan mulai terhambat. Sengkuni coba kepot kanan kepot kiri menerobos. Ia terperanjat sebab di lokasi tujuan depan gedung DPR/MPR itu sedang berlangsung demonstrasi. Ada cukup massa yang melimpah ruah, dan menutupi sebagian bahu jalan.

Perempuan itu menghentikan laju motornya, dan turun menuju kerumunan massa usai membayar tumpangan Sengkuni. Mata Sengkuni tengok kanan kiri melihat kerumunan massa yang ada di seputaran gedung ini. Dari kejauhan ia melihat seorang aktivis yang dikenalnya sedang orasi, meraung-raung tidak karuan dengan microphone yang dilengkapi sound system di mobil komando.

Ia perhatikan juga, terdapat massa di bawah kordinasinya di wilayah yang selama ini jadi markas orderannya. Mereka seperti biasa angkat tinju kiri kanan, bentangkan spanduk, serta aksi teatrikal sesuai keinginan pemohon, atau Bandar atau orang yang order.  Semakin bayaran tinggi semakin membabi buta pula tingkahnya.

Biasa mereka melakukan demikian jika harga cocok dan sesuai, maka mereka diminta untuk mengundang perhatian wartawan agar aksinya jadi bahan berita, misalnya aksi yang sifatnya provokatif dengan membakar ban atau apa saja.

Dan Sengkuni melihat itu semua hingga selesai. Cuma dua jam saja aksi massa tersebut. Rupanya order singkat. Terhitung  puluhan juta, bukan ratusan juta. Sementara massa masing-masing kembali pulang dengan jalan kaki, menuju bus-bus kecil yang sudah disediakan tidak jauh dari lokasi itu.

Ia juga melihat perempuan yang tadi menumpang motornya, membagi amplop kecil pada massa yang selama ini di bawah kordinasinya. Ia pun mendekati, dan bertanya pada perempuan ini.

"Lho mbak tau dari mana massa saya ini?"

"Saya tanya sana sini. Sebab kontak abang berulangkali mati. Kata aktivis itu, massa abang tidak ada yang ngurus. Ya sudah saya temui saja untuk demo ini."

"Aduh, saya jual hpnya. Dan itu mereka bukan gak ada yang ngurus. Saya ngojek soalnya mbak. Kalau nunggu orderan demo terus ya susah kami makan."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun