Mohon tunggu...
Erusnadi
Erusnadi Mohon Tunggu... Freelancer - Time Wait For No One

"Sepanjang sungai/kali masih coklat atau hitam warnanya maka selama itu pula eksistensi pungli, korupsi dan manipulasi tetap bergairah "

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sengkuni Jalanan

27 Juni 2020   07:15 Diperbarui: 2 Juli 2020   06:56 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jalan tiga bulan sudah, Sengkuni sepi order untuk melakukan demonstrasi di jalanan. Sementara massa yang ada di sekitarnya kerap meminta jatah darinya, meski cuma sedikit. Sengkuni tentu tidak bisa mengabulkan permintaan itu. Dari mana uang untuk penuhi kebutuhan sedikit  mereka. Dari yang ada, ia sendiri saja peroleh bantuan sembako dari pemerintah. Pemerintah, yang selama ini sering ia jadikan sasaran demonstrasinya.

Sebagai kordinator wilayah kantong massa bayaran di tempatnya tinggal, memang kerap diminta untuk aktif merespon isu terkini. Isu yang bersifat lokal maupun nasional sudah jadi perhatian yang serius baginya. Tak heran bila  berita di tv, radio, koran, majalah, media online, bahkan media sosial menjadi santapan hariannya.

Dan, Sengkuni bisa tau persis jika muatan isu yang jadi perhatian masyarakat bakal segera terealisasi pekerjaannya ini. Terlebih jika isu dari kebijakan suatu institus pemerintah itu telah mengganggu dan merugikan para pihak yang memiliki kepentingan.

Namun gara-gara wabah covid, praktis tiga bulan ini ia hanya makan uang tabungan yang tidak seberapa itu. Padahal lima anak dan satu istrinya ini sudah kewalahan, meski jatah bantuan sembako diterima juga. Karenannya ia kerap menghubungi seorang aktivis untuk meminta perhatiannya.

"Bro, tolong dibantulah abang ini. Payah ini tiga bulan sepi order,"rengeknya suatu ketika lewat Hp.

"Kalau abang sepi, di sini jugalah. Sabar saja bang, Tuhan mendengar jeritan kaum marginal seperti abang,"balasnya sembari menahan tawa.

"Abang bisa sabar. Anak bini sudah tidak tahan ini. Kasihan mereka, tidak bisa dapet gizi maksimal. Bantulah!"

"Coba nanti saya kontak temen-temen seperjuangan. Barangkali mereka masih punya gizi sisa yang lalu. Tapi jangan berharap juga, bang. Abang masih bisa cari order di tempat lain."

"Mana ada order demo sekarang. Yang ada semua tiarap. Semoga cepat berlalu wabah jahanam ini."

"Iya betul, bang. Semoga saja, dan order kembali seperti dulu. Ini sudah dibatalkan beberapa agenda yang masuk. Kayaknya tidak bisa diteruskan, sudah lewat isunya."

Sengkuni berharap tapi juga tidak dapat. Mau tidak mau ia mencari jalan untuk tetap bisa memenuhi keinginan anak bininya itu. Salah satunya ia jual juga hp itu saking butuhnya. Ia karenanya selama beberapa hari itu dengan sepeda motor mulai mencari order di jalanan. Ia keliling mencari penumpang, tidak mangkal sebagaimana ojek pengkolan biasa. Gengsi!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun