Mohon tunggu...
Erucakra Dito
Erucakra Dito Mohon Tunggu... -

Lahir di desa, dekat sungai besar di Jawa Timur. Pendidikan dari SD hingga SMA. Setelah lulus SMA, masuk kampus swasta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Peristiwa di Salemba Saat 'Sahur on the Road.'

23 Agustus 2012   07:36 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:25 441
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sabtu malam, saya sengaja melakukan perjalanan panjang. Menelusuri beberapa pelosok Jakarta kemudian berdiam diri sebentar di beberapa surau pilihan. Orang-orang yang pandai beragama dan pandai menata lisan menyebutnya; i'tikaf. Saya yang tidak pandai apa-apa menyebutnya; keleleran atau mbambung alias nge-gembel. Orang-orang wara' menyebutnya: 'ngemis'.

Jauh meninggalkan beberapa surau, tibalah saya memasuki Salemba. Astaghfirullah! Saya terjebak dalam kiamat. Ya, saya pikir ini sudah kiamat! Pukul 02.05 wib itu, Jakarta dikepung lautan manusia beringas dan seolah hanya diisi oleh manusia-manusia beringas berpeci, berjilbab, bercelana pendek pamer paha, berbendera, dan ber, ber lainnya.

Saya pasrah padamu, ya Allah. Malam ramadhanMu, di negeri ini, telah dikuasai oleh orang-orang tamak yang juga menjalankan puasa. Mereka menguasai jalan-jalan raya dan gang-gang sempit. Memainkan gas motornya, ngebut dengan mobil sportnya dan tabiat-tabiat iblis alim lainnya. Bruak!

Saya ditabrak. Jelas-jelas saya ditabrak. Saya jatuh. Saya langsung berdiri dan, sebagai pewaris ban hitam taekwondo, nyaris saja saya hadiahkan tendangan bachagi ke kepala lelaki besar itu dan nyaris saja saya hadiahkan dia nage waza (teknik bantingan dalam aikido).

Saat saya mau menyerang, 20 orang menghadang. Wadaw! Bukan saatnya jadi muda lagi, pikir saya dalam hati.

"Minta Maap, lo!" ujar pemakai kopiyah pertama yang besok pasti dia ikut puasa.

"Mata lu jangan melotot begitu. Nantang lu!" ujag pemakai sorban yang besok dia juga pasti ikut puasa.

"Tampol aja, Prew!" ujar wanita, yang saya hanya bisa mendengar dari lengkingan suaranya.

Ini pemandangan lain dari bulan suci. Bulan yang katanya dijaga, penuh rahmat, ampunan dan pahala. Saya yang lagi belajar supaya puasa tidak jadi asesoris hanya bisa diam, tapi kemudian...

Kretaak! Seorang yang berbadan besar menggelepar-gelepar di aspal. Saya minta maaf pada Anda jika lebaran nanti Anda masih harus rutin konsultasi ke dokter ortopedi, terbaring di rumah sakit dan tidak bisa lagi memegang kue manisan. Atau mungkin, bisa jadi tangan itu harus diamputasi karena parahnya patahan.

Saya membela yang seharusnya dibela. Diri dan harga diri. Qisos!

Salam Aikidokai! Ternyata, masih ada sisa-sisa...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun