Beberapa nilai tersebut menjadi target pedoman untuk mewujudkan siswa yang berkarakter. Namun, sekali lagi, semuanya itu butuh perhatian yang serius dalam dunia pendidikan, khususnya relasi antara guru dan murid dalam proses pendidikan.
Membentuk Karakter Siswa melalui Etika Kepedulian dalam Pendidikan menurut Nel Noddings
       Nel Noddings adalah seorang filsuf pendidikan Amerika. Noddings menekankan pentingnya relasi dalam dunia pendidikan. Salah satu buku yang membahas tentang etika kepedulian dalam dunia pendidikan adalah "Ethics of Care: A Relational Approach to Ethics and Moral Education". Gagasannya tentang etika kepedulian yang tercipta melalui relasi dipengaruhi oleh Martin Buber (relasi I-Thou). Relasi dalam pandangan Buber menuntut sebuah tanggapan atau umpan balik (simetris). Hal ini tentu berbeda dengan relasi yang diungkapkan oleh Levinas yang bersifat asimetris. Menurut Buber, tidak ada relasi asimetris. Relasi asimetris sama halnya dengan membangun relasi yang mana bukan relasi manusiawi (Robeti Hia, 2014:304).
      Relasi bagi Noddings haruslah lahir dari kepedulian. Ada dua jenis kepedulian yakni kepedulian alami (natural caring) dan kepedulian etis (ethical caring). Kepedulian alami juga diartikan sebagai bentuk kepedulian yang muncul kurang lebih secara spontan karena kasih sayang. Kepedulian alami tidak memerlukan upaya etis khusus. Hal itu muncul secara langsung sebagai tanggapan terhadap kebutuhan yang dirawat dan tidak memerlukan mediasi pertimbangan etis-logis.
      Kepedulian etis terjadi ketika seseorang bertindak dengan penuh perhatian. Noddings menggatakan bahwa kepedulian etis sangat bergantung kepada kepedulian alami yang mana keduanya berfokus pada aspek relasional (Nel Noddings, 2015:xvi). Dilihat dari perspektif relasional, bagaimanapun, kepedulian etis berkembang saat seseorang merenungkan pengalaman merawat dan dirawat dan berkomitmen untuk menanggapi orang lain dengan sikap peduli (Nel Noddings, 1989: 185)
     Noddings menilai bahwa tujuan utama pendidikan saat ini bukanlah tujuan moral untuk menghasilkan orang-orang yang peduli.  Tetapi dorongan yang tak kenal lelah dan sia-sia untuk kecukupan akademik. Prioritas pendidikan perlu untuk ditata ulang.  Tujuannya, semua anak harus belajar untuk peduli terhadap orang lain. Semua harus menemukan perhatian utama di beberapa pusat kepedulian (Nel Noddings, 1995: 366). Hubungan yang sesungguhnya terjadi dalam pendidikan salah satunya adalah sebuah dialog. Dialog atau komunikasi ini yang membuat kedua belah pihak sama-sama memberikan perhatian atau kepedulian.
      Pendidikan bagi Noddings tidak semata berpusat pada guru atau pengajar. Jika sistem pendidikan ini yang digunakan dalam masyarakat maka tujuan pendidikan untuk menyelesaikan masalah dalam kehidupan bersama tidak pernah tercapai. Rupanya Noddings tidak ingin guru menjadi satu-satunya pihak yang bertanggung jawab dalam hal pembinaan moral bersama. Ada benarnya juga jika semua pihak menyadari bahwa tugas mendidikan bukan hanya dilakukan oleh guru. Pendidikan karakter atau membentuk moral seseorang untuk peduli butuh pendampingan yang berkelanjutan. Jam sekolah belum cukup untuk membentuk karakter siswa. Siswa punya lebih banyak waktu di rumah. Sangat disayangkan jika waktu di rumah kurang dimanfaatkan untuk hal ini.
      Tujuan pendidikan dalam etika kepedulian adalah membentuk moral seseorang menjadi individu yang peduli. Dalam pembahasan tentang moral, Noddings tidak meniadakan aspek kognitif dan menggantinya dengan afektif. Noddings bahkan menyebut rasionalitas sebagai "kecerdasan yang terlatih". Jelas, dari sudut pandang ini bahwa rasionalitas sebagai "kecerdasan yang terlatih" bukanlah tujuan utama dan pemandu pendidikan, tetapi itu tidak berarti bahwa sama sekali bukan tujuan untuk dihargai. Ini berarti bahwa rasionalitas, meskipun penting dan berharga, harus melayani sesuatu yang lebih tinggi.  Noddings menempatkan posisi afektif lebih tinggi dari kognitif dalam berbicara tentang pendidikan moral (Nel Noddings, 2013: 172).
     Ada empat komponen penting dalam pendidikan dalam etika kepedulian menurut Noddings yakni, modeling, dialog, praktek, dan konfimasi. Modeling berarti seorang guru atau yang memberikan perhatian (one-caring) memberikan contoh bagaimana berperilaku kepada yang menerima perhatian (cared-for). Manusia adalah homo mimesis (makhluk yang meniru). Sejak kecil manusia telah dilatih untuk meniru apa yang dilakukan oleh orang. Bahkan hingga saat ini kemampuan untuk meniru masih terus ada dalam diri manusia. Oleh karena itu, penting bagi one-caring untuk menjadi model dalam pembentukan kepedulian.
      Kedua, dialog. Dialog menjadi komponen penting dalam pembentukan karakter. Kedekatan one caring dan cared-for menciptakan dialog yang pada akhirnya dapat membantu kedua belah pihak menemukan solusi dalam pendidikan. Dialog sejati sifatnya terbuka yaitu kesimpulan tidak dipegang oleh satu atau lebih pihak di awal (Nel Noddings, 1988: 223). Ketiga, praktek. Pengajaran tentang pendidikan karakter tidak akan tercapai jika tanpa adanya praktek atau latihan. Latihan yang dilakukan memacu kepekaan seseorang setelah menerima pembelajaran. Menghargai perbedaan, toleransi, gotong-royong, taat pada agama, dan berbagai nilai kebangsaan tidak akan tercapai tanpa praktek atau latihan. Keempat, konfirmasi. Konformasi mengacu pada reaksi timbal balik dari cared-for tentang kepedulian yang diberikan. Sebuah relasi boleh dikatakan tidak berhasil jika tidak mendengarkan konfirmasi dari cared-for. Proses pendidikan selalu melibatkan hubungan atau relasi. Pendidikan yang searah rasa-rasanya kurang pas untuk digunakan dalam pembentukan karakter atau moral seseorang.
Kesimpulan