Mohon tunggu...
Erson Bani
Erson Bani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis buku "Lara Jasad" (2023), "Melayat Mimpi" (2023), Senandika dari Ujung Negeri: Kumpulan Opini dan Esai tentang Pendidikan, Sosial, Budaya, dan Agama (2024)

Hanya ingin mengabadikan kisah lewat aksara

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Patriotisme Memicu Perang?

7 Februari 2022   20:53 Diperbarui: 7 Februari 2022   21:02 389
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: Republika.co.id

Cinta tempat begitu kuat sehingga para pemimpin nasional terkadang menggunakannya sebagai alasan untuk berperang "melindungi tanah kita" ketika tidak ada ancaman nyata terhadap tanah air mereka.

Secara politis, cinta tempat tampaknya menjadi sumber konflik. Ketika tempat itu diidentikkan dengan kepemilikan, itu terus menjadi fokus utama untuk pertempuran yang diilhami patriotik.

Ketika tanah seseorang dihancurkan maka semua harapan juga dihancurkan. Setiap generasi tentu akan sangat mengharapkan terlahir dalam tempat yang tanahnya tidak mengalami penghacuran. 

Selain berdampak pada usianya, generasi berikutnya bisa saja menjadi penerima pasif dari tindakan penghacuran yang diterima saat ini. Patriotisme yang berkaitan dengan perang dan militer seharusnya perlu untuk memikirkan ini.

Patriotisme yang hanya berorentasi pada militer hanya membuat perang tidak menemukan titik akhir. Perang bukan jalan yang tepat untuk menujukan sikap patriotisme.

Banyak hal yang akan terjadi jika harus berperang. Selain kehancuran jiwa, bangunan dan identitas sosial juga hancur karena perang. Perang tidak hanya menyebabkan kehancuran pada masa kini tetapi juga dapat menghancurkan jiwa di masa mendatang. Kekejaman Auschwitz menjadi contoh nyata dari semuanya ini.

Jean Amery, anggota perlawanan Belgia, disiksa oleh Gestapo dan, sebagai seorang Yahudi, kemudian dikirim ke Auschwitz. Amery pernah menulis bahwa siapa pun yang telah menderita siksaan tidak akan pernah lagi merasa nyaman di dunia, kekejian pemusnahan tidak pernah padam. 

Hal yang sama pernah dialami oleh Primo Levi. Levi bahkan menuliskan tentang kemerosotan diri sosial yang terjadi di Auschwitz di mana tahanan hidup seperti binatang. Ketika peristiwa penyiksaan berakhir, kedua orang ini pun tidak benar-benar pulih dan akhirnya memilih untuk bunuh diri. 

Amery bunuh diri pada 1978, Levi pada 1987. Bunuh diri, tulis Levi, jarang terjadi dalam kondisi ini tetapi jauh lebih umum setelah pembebasan. Mengapa harus demikian? Levi mengatakan bahwa "bunuh diri adalah tindakan manusia bukan hewan dan para tahanan hidup seperti binatang" (Primo Levi, The Drowned and the Saved, terjemahan Raymond Rosenthal: 1988).

Patriotisme bukanlah hal yang salah. Pengenangan terhadap usaha para pejuang perang adalah penghormatan yang wajar. Pengenangan hari besar nasional juga tanda cinta kepada negara. Ini adalah bentuk patriotisme. 

Hanya saja, jika cara untuk menunjukan patriotisme menurut Nel Noddings perlu untuk dilihat kembali. Perang bukanlah jalan final dalam menyelesaikan konflik atau untuk mencapai perdamaian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun