Mohon tunggu...
Erson Bani
Erson Bani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis buku "Lara Jasad" (2023), "Melayat Mimpi" (2023), Senandika dari Ujung Negeri: Kumpulan Opini dan Esai tentang Pendidikan, Sosial, Budaya, dan Agama (2024)

Hanya ingin mengabadikan kisah lewat aksara

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Benarkah Sekolah Tidak Berguna?

22 Januari 2022   21:24 Diperbarui: 22 Januari 2022   21:25 1237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber image: idcloudhost.com

Seneca, seorang filsuf dan pujangga Romawi pernah bilang begini, "Non schole, sed vitae discimus". Ini adalah kalimat dalam bahasa Latin yang kalau diterjemahkan artinya "Kita belajar bukan untuk sekolah melainkan untuk hidup". Selain itu, UNESCO (United Nations, Education, Scientific, and Cultural Organization) atau Organisasi Pendidikan, Keilmulan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa, mengatakan bahwa setidaknya ada empat pilar pendidikan yakni belajar untuk mengetahui (learning how to know), belajar untuk melakukan (learning how to do), belajar untuk menjadi (learning how to be), dan belajar untuk hidup bersama (learning how to live together).

Keempat hal ini penting sehingga perlu untuk dikantongi setelah menyelesaikan proses pendidikan. Pertanyaannya, sudahkan sekolah memberikan pengaruh yang besar bagi seseorang untuk hidup baik bagi kehidupan pribadi maupun hidup bersama sebagaimana pilar keempat yang disampaikan UNESCO? Apalagi sikap yang ditampilkan dalam dunia pendidikan khususnya pendidik seperti kasus yang telah diangkat oleh dua penulis sebelumnya.

Berhadapan dengan situasi seperti ini ada yang berkomentar, Sudahlah, itu kan hanya sebagian orang saja, toh peserta didik masih bisa belajar dari pengajar lainnya. Komentar yang menarik tetapi dapat terus menyimpan aroma busuk dalam dunia pendidikan. Jangankan sebagian, satu orang saja ketika statusnya adalah seorang pengajar akan berdampak dalam dunia pendidikan.

Driyakara, filsuf dan pendidik Indonesia mendefenisikan pendidikan sebagai proses untuk memanusiakan manusia. Generasi muda menjadi sasaran arti pendidikan. Ia menggunakan dua konsep yang tentunya ada dalam diri manusia yakni homonisasi dan humanisasi. Homonisasi berarti saat di mana pendidikan dibutuhkan saat kekosongan manusia. Humanisasi berarti melalui pendidikan, manusia akan menjadi utuh. Proses dari homonisasi menuju humanisasi, seseorang membutuhkan pendidikan. Bagaiamana bisa memanusiakan manusia muda jika seorang pengajar justru lupa akan tujuan pendidikan itu sendiri.

Menjawabi pertanyaan "Masih Bergunakah Sekolah Kita", hemat saya tentu masih. Ada banyak anak di berbagai pelosok daerah Indonesia yang terus berjuang untuk bisa memperoleh pendidikan. Ada orang tua yang masih berjuang agar anaknya bisa menyelesaikan sekolah setidaknya dua belas tahun. Bukan semata karena program pemerintah wajib belajar dua belas tahun tetapi pendidikan dilihat sebagai kebutuhan. Ada ratusan guru honor yang rela untuk digaji rendah demi memajukan pendidikan di daerah terpencil. Ada pemerintah yang masih terus berjuang untuk menemukan cara yang tepat agar dapat terciptanya pemerataan pendidikan.

Sekolah masih tetap dibutuhkan dan akan terus tetap dibutuhkan. Sekarang tinggal menemukan cara yang tepat agar dapat menciptakan generasi yang seperti kata penulis tidak seperti bebek. Dan itu yang masih terus dipikirkan. Setiap keputusan yang diambil dan diterapkan dalam dunia pendidikan khususnya dalam sistem pendidikan mungkin tidak menemukan titik akhir. Akan selalu ada terobosan-terobosan baru yang akan dimiliki oleh manusia agar dapat bertahan hidup. Bahkan hampir menginjak usia 100 tahun kemerdekaan pun, Indonesia masih terus berjuang membenahi sistem pendidikan.

Pergantian kurikulum juga merupakan cara yang terus digunakan pemerintah untuk membenahi pendidikan menjadi lebih baik. Namun, terkadang timbul reaksi penolakan. Bukan sebuah kesalahan jika ada reaksi seperti ini. Para pengajar punya alasan tersendiri.  Pergantian kurikulum tentu butuh adaptasi yang cukup lama untuk bisa sepenuhnya digunakan. Hal ini tentu sangat dirasakan oleh para pengajar. Melihat berbagai perjuangan yang dilakukan mereka, masih begitu cepatkah bertanya, apakah sekolah masih berguna? Mengenai ketakutan peran manusia akan diganti dengan teknologi mungkin perlu, tetapi melalui pendidikan, manusia akan menemukan cara untuk bisa bertahan hidup dalam berbagai situasi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun