Mohon tunggu...
Erson Bani
Erson Bani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis buku "Lara Jasad" (2023) & "Melayat Mimpi" (2023)

Hanya ingin mengabadikan kisah lewat aksara

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Gagasan Teologis dan Dialogis Agama-agama Menurut A. Pieris

3 Januari 2022   23:17 Diperbarui: 3 Januari 2022   23:37 983
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bagi Peris, Kristianitas sudah terlalu lama berdilaog secara ekslusif dengan agama-agama metakosmis dan berusaha untuk menciptakan suatu bahasa teologi untuk mengkomunikasikan pengalaman kita bersama tentang realitas absolut. Karena spiritualitas kosmik sering dipandang materialistis dan infantil. Padahal banyak transformasi besar di Asia terjadi berkat keterlibatan mereka.

Pieris melihat realita di kelompak basis adalah sebuah realita yang mengagumkan, yakni bahwa mereka tidak berkumpul atau berdialog antaragama bukan demi diri dialog itu sendiri. Titik tolak mereka adalah pembebasan total bagi orang yang bukan pribadi dan bukan warga negara.

Dalam proses yang berkesinambungan setiap anggota menemukan keunikannya. Kejatidirian dari agama atau keyakinan tidak diperoleh secara akademik, tetapi diperoleh dari relasi atau dialog dengan lyan. Identitias diri diperoleh dengan sama-sama menggulati persoalan kemiskinan.

Atas dasar ini Pieris menawarkan tiga model untuk berdialog interreligius, yakni sinkretisme, sintesis, dan simbiosis. Namun kemudian ia memberi catatan lanjutan bahwa, sinkretisme sebenarnya tidak ada dalam realita orang miskin. Karena model ini diberikan oleh para pengamat yang sebenarnya berada di luar horison keberadaan orang miskin. Sementara sintesis memang ada tetapi ia ada secara individual, tetapi bukan menjadi fenomena yang umum. Untuk simbiosis Pieris melihat fenomena ini di dalam kelompok basis. Di dalam kelompok basis terjadi simbiosis antaragama. Bagi Pieris setiap agama ditantang oleh pendekatan khas dari agama lyan terhadap penderitaan dan harapan orang miskin akan pembebasannya.

Ketika kita berbicara mengenai setiap gagasan teologis Pieris (teologi agama-agama), kita secara langsung berhubungan dengan konteks kehidupan Asia. Dua konteks yang sangat mempengaruhi gagasan teologisnya adalah persoalan kemiskinan dan perbedaan keyakinan. 

Ia memberi batasan yang jelas persoalan kemiskinan Asia tidak dapat melulu dipersempit ke dalam kategori ekonomis sama halnya keagamaan Asia tidak melulu berkaitan dengan budaya. Dua hal inilah yang membentuk Asia. Adalah salah arah ketika berbagai usaha teologis untuk menjumpai agama-agama lyan tidak memperhatikan persoalan kemiskinan dan status dunia ketigaannya.

Dunia ketiga dan Magisterium Ketiga

Neologisme dunia ketiga sejatinya menggambarkan kenyataan umat Allah sendiri. Hal ini ditemukan pada perjuangan orang-orang dari dari dunia ketiga. Masyarakat dunia ketiga berjuang untuk mengatasi rasa lapar. Perjuangan mereka diimplementasikan dengan kesediaan untuk diperbudak oleh negara-negara kaya. Situasi kedunia-ketigaan ini dapat terjadi kapan dan di mana saja. Pembicaraan mengenai teologi apa pun (teologi agama-agama) yang belokus dunia ketiga harus bermuara pada kebangkitan dunia ketiga sebagai umat baru yang mengambarkan kehadiran Allah yang membebaskan dan yang menyatakan untuk memanusiakan dunia yang kejam ini.

Situasi dunia ketiga merupakan situasi semua manusia tanpa ada pembedaan soal geografis dan antropologis. Penderitaan karena kemiskinan tidak hanya dialami oleh kalangan Kristiani, tetapi juga agama lyan. Maka, berteologi berarti harus berbicara di dalam dan melalui agama-agama lyan. Tanpa lyan teologi hanya menjadi kemewahan esoteris minoritas Kristiani. Teologi agama-agama harus memperluas batas-batas ortodoksi yang ada dan pada saat yang sama menggulati aliran pembebasan agama dan kebudayaan lyan.

Ketika kita berbicara dari perspektif dunia ketiga, kita siap berhadapan dengan aspek kembar dosa dan rahmat dalam realita kemiskinan Asia. Kemiskinan berwajah ganda. Kemiskinan dapat berarti tidak memiliki yang dipaksakan pada masa oleh hedonisme karena ketamakan dan kerakusan. Namun di lain sisi kemiskinan adalah keutamaan ketika orang tidak harus hidup secara berkelebihan. Kemiskinan dilihat sebagai sebuah penghayatan hidup atau the way of life. Antitesis dari kemiskinan sebagai keutamaan adalah kemiskinan yang terjadi karena paksaan. Dan persis kemiskinan karena keterpaksaan merupakan konteks khas dunia ketiga.

Teologi Agama-Agama dan Dialog Antaragama Berangkat dari Dunia Ketiga

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun