Ada sebuah retorika, di mana carut marut diobati dengan martikulasi,
tugas sekadar untuk mendompleng kesan,
bak seorang dewa.
Harga Rupiah anjlok,
kedelai import,
malah senyum-senyum,
naik pesawat dengan riang.
Ada senyum dari alam Baka,
Pak Kedua, "Masih enak jamanku toh?"
Jalan-jalan lagi.
Harga kebutuhan naik lagi.
Jalan-jalan lagi.
Kebanyakan kerja sama lagi.
Kapan ekspornya.
Bisanya hanya impor.
Kayak kompor.
Lama-lama menjadi blongor.
Ayo jalan-jalan.
Ada yang mau ikut?
Hanya yang berjas hitam, berdasi merah, memakai peci hitam.
Tapi tidak perlu kacamata hitam, ataupun cerutu khas.
Hanya dia yang pantas jalan-jalan, sebenarnya.
Tapi istrinya banyak.
Ibu negara banyak juga tidak apa-apa.
Yang penting tidak hanya jalan-jalan!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H