"Soal komunitas, mama sudah tahu kok!" sahut sang ibu tersenyum menggoda.
"Iiih, kok tahu sih?" rajuk Sasa merajuk.
"Hehe..., apa yang nggak ibu ketahui tentangmu, Nak?" sahut sang ibu sambil tersenyum, "kamu bisa mengembangkan komunitas itu, jika itu membuatmu bahagia." kata sang ibu melanjutkan lagi.
"Gerakan literasi keluarga kita tularkan kepada komunitas ya, Ma?" pekik Sasa semangat.
Sang ibu tersenyum dan memeluk erat putrinya itu. Beberapa ibu sempat menghubunginya terakhir ini untuk meminta Sasa membuka kelas. Sang ibu meminta mereka menunggu keputusan Sasa sendiri.
Sasapun sudah lama ingin menjadi seorang Relawan literasi. Baginya bisa berbagi di tengah kesulitannya adalah hal biasa. Ada panggilan di hatinya, saat bertemu Kak Asri beberapa minggu lalu.
Kak Asri tujuh tahun lebih tua, tapi pola pikirnya seperti anak usia tiga tahun. Tidak bisa berkomunikasi dengan baik, karena kurangnya kosa kota. Ternyata dari cerita temannya, Kak Asri ini diacuhkan orang tua, karena dianggap anak berkebutuhan khusus. Orang tua Kak Asri lebih fokus merawat adik-adiknya, yang dianggap normal.
Sasa seperti melihat dirinya waktu kecil, yang terabaikan karena kesibukan orang tuanya, bekerja demi memenuhi kebutuhan hidup. Sasa beruntung, sang ibu tersadar, berhenti bekerja, dan melakukan gerakan literasi di keluarga, demi bisa menyupport Sasa.
Sang ibu melakukan membaca nyaring setiap hari, mengenalkan buku dan kegiatan membaca dengan cara menyenangkan. Sasa akhirnya mampu berkomunikasi dengan semakin bertambahnya kosa kota.
Itu melatar belakangi Sasa berkegiatan literasi di komunitasnya. Giat mengenalkan praktik baik sang mama di keluarga. Komunitas yang digawangi Sasa terus bergerak. Melakukan praktik baik dengan modal bismillah.
Prinsip Sasa adalah, melakukan praktik baik yang berdampak pada lingkungan dan masyarakat, tanpa harus menunggu menjadi kaya ataupun dewasa. Melakukan kebaikan, tidak selalu tentang berbagi uang. Berbagi ilmu dan pengalaman, itupun bisa menjadi hal baik.