Mohon tunggu...
Ersal Bramantyo
Ersal Bramantyo Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa ITS

Teknik Kelautan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Peran keanekaragaman hayati laut dalam menjaga ketahaan pangan wilayah pesisir, tantangan dan strategi pengelolaan berkelanjutan

10 Desember 2024   10:02 Diperbarui: 10 Desember 2024   10:02 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Pengelolaan berkelanjutan diperlukan untuk memastikan keanekaragaman hayati laut tetap mendukung ketahanan pangan. Beberapa pendekatan yang telah diusulkan meliputi:

  • Kawasan Konservasi Laut: Penetapan kawasan konservasi laut terbukti efektif dalam melindungi spesies kunci dan meningkatkan biomassa ikan di dalam kawasan tersebut (Edgar et al., 2014).
  • Restorasi Ekosistem: Upaya restorasi seperti transplantasi terumbu karang dan rehabilitasi mangrove dapat memperbaiki ekosistem yang rusak (Spalding et al., 2014).
  • Penguatan Kebijakan: Implementasi kebijakan seperti moratorium alat tangkap destruktif dan peraturan zonasi laut dapat membantu mengurangi tekanan pada sumber daya laut (KKP, 2022).
  • Pemberdayaan Masyarakat Lokal: Pelibatan masyarakat lokal dalam pengelolaan sumber daya laut, seperti melalui sistem adat sasi di Maluku, telah menunjukkan keberhasilan dalam konservasi dan keberlanjutan perikanan (Novaczek et al., 2001).
  • Hubungan Keanekaragaman Hayati Laut dengan Ketahanan Pangan

Keanekaragaman hayati laut memainkan peran penting dalam mendukung ketahanan pangan, terutama di wilayah pesisir. Berdasarkan data dari KKP (2022), wilayah pesisir yang memiliki ekosistem terumbu karang dan mangrove yang sehat menunjukkan hasil tangkapan ikan yang lebih stabil dibandingkan wilayah yang mengalami degradasi ekosistem. Sebagai contoh, di Raja Ampat, Papua, keberadaan terumbu karang yang terjaga tidak hanya mendukung keanekaragaman spesies ikan tetapi juga menyediakan sumber pangan utama bagi masyarakat setempat.

Ekosistem mangrove di pesisir Sumatera Utara juga memberikan kontribusi signifikan terhadap ketahanan pangan lokal dengan menyediakan habitat bagi spesies ikan dan udang. Penelitian menunjukkan bahwa 70% spesies komersial di kawasan tersebut bergantung pada mangrove selama siklus hidupnya (Spalding et al., 2014). Dengan demikian, keanekaragaman hayati tidak hanya berfungsi sebagai sumber makanan langsung tetapi juga memastikan keberlanjutan stok ikan melalui perannya dalam siklus hidup biota laut.

2. Ancaman terhadap Keanekaragaman Hayati dan Implikasinya terhadap Ketahanan Pangan

Degradasi keanekaragaman hayati laut memberikan dampak langsung terhadap ketersediaan dan stabilitas sumber pangan. Ancaman utama meliputi:

1. Overfishing

Overfishing atau penangkapan ikan berlebihan adalah ancaman utama bagi keanekaragaman hayati laut. Aktivitas ini mengurangi populasi ikan secara drastis, termasuk spesies target (ikan pelagis seperti tuna dan cakalang) serta spesies yang tidak sengaja tertangkap (bycatch).

  • Data Pendukung:
    Menurut FAO (2021), lebih dari 33% stok ikan dunia telah berada dalam kondisi overexploited. Di Indonesia, Laut Jawa menunjukkan tanda-tanda penurunan stok ikan pelagis kecil, seperti kembung dan lemuru, dengan penurunan hasil tangkapan mencapai 40% dalam dua dekade terakhir (Pauly et al., 2020).
  • Implikasi terhadap Ketahanan Pangan:
    Overfishing langsung memengaruhi ketersediaan pangan masyarakat pesisir. Penurunan populasi ikan berarti berkurangnya akses terhadap sumber protein hewani yang penting bagi kesehatan masyarakat. Selain itu, pendapatan nelayan kecil juga menurun, yang secara tidak langsung memengaruhi kemampuan ekonomi mereka untuk membeli makanan lain.

=

2. Kerusakan Habitat Laut

Habitat laut seperti terumbu karang, mangrove, dan lamun memainkan peran penting sebagai tempat pemijahan, pembesaran, dan perlindungan ikan. Namun, aktivitas manusia sering kali merusak habitat ini.

  • Faktor Kerusakan:

    • Penggunaan alat tangkap destruktif: Praktik seperti penangkapan ikan dengan bom dan racun (potasium) menghancurkan struktur terumbu karang.
    • Reklamasi pantai: Pembangunan di wilayah pesisir untuk infrastruktur seperti pelabuhan atau pariwisata telah menghilangkan kawasan mangrove.
    • Pertambangan pasir laut: Aktivitas ini merusak dasar laut yang menjadi habitat biota bentik.
  • Data Pendukung:
    Burke et al. (2011) mencatat bahwa 60% terumbu karang di Indonesia berada dalam kondisi terancam, dengan Teluk Jakarta sebagai salah satu wilayah yang paling parah terdampak.
  • Implikasi terhadap Ketahanan Pangan:
    Kerusakan habitat mengurangi produktivitas ekosistem laut. Dengan terumbu karang yang rusak, ikan kehilangan tempat berlindung dan berkembang biak, sehingga populasi mereka menurun. Hal ini mengakibatkan ketidakstabilan hasil tangkapan ikan, yang berdampak langsung pada ketersediaan pangan masyarakat pesisir.

3. Pencemaran Laut

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun