Mohon tunggu...
Ersa Awwalul
Ersa Awwalul Mohon Tunggu... Mahasiswa - Historical Studies

you can do it

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

"Ketika Sejarah Berseragam: Membongkar Ideologi dalam Menyusun Militer Sejarah di Indonesia" Karya Katharine E. McGregor

15 November 2022   22:24 Diperbarui: 15 November 2022   22:31 180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penulis : Katharine E. McGregor

Penerbit : Syarikat

Tahun terbit : 2008

No. ISBN : 978-979-1287-01-2

Kerangka konseptual dan sumber dalam buku ini yaitu sebuah konsep representasi yang definisinya yang dapat dipakai untuk menjelaskan konsep tersebut dimana yang menekankan pada pengaruh masa kini dalam menyajikan kembali masa lampau. Dalam "Ketika Sejarah Berseragam" konteks tempat sejarah-sejarah dihasilkan, diteliti dengan cermat. 

Bab I Sejarah dalam pengabdian kepada rezim yang otoriter

Pada dekade-dekade akhir ini debat mengenai peran dan fungsi sejarah menjadi lebih hangat khususnya dalam rana buku pelajaran. Di Indonesia, masa lalu akhir-akhir ini menjadi topik yang bebas dibicarakan di Indonesia. Pada periode rezim Orde Baru, sejarah digunakan untuk membela peran militer di ranah politik dan memajukan keselarasan nasionalisme. 

Tahun 1999 pembatasan terhadap kebebasan berpendapat dibatasi dan berakhir. Banyak ahli sejarah di Indonesia tidak ingin meninggalkan sejarah sebagai sumber pembinaan bangsa. Kecenderungan yang lama terbentuk di Indonesia untuk menggunakan sejarah sebagai alat memupuk nasionalisme dan perlawanan bisu terhadap kecenderungan ini. Rezim Orde Baru bukan satu-satunya rezim yang menggunakan sejarah untuk melegitimasi rezim.

Rezim Orde baru digambarkan sebagai rezim yang otoriter. Adanya kesejajaran utama antara Orde Baru Indonesia dengan Jepang pra-perang menggunakan sejarah untuk legitimasi. 

Di Indonesia merekam masa lalu merupakan kebiasaan yang cukup mapan. Di wilayah Indonesia penguasa masa lalu mendokumentasikan kejayaan mereka dalam bentuk tulisan. Sejak awal representasi sejarah merupakan bagian yang penting dalam nasionalisme Indonesia. Dalam periode Orde Baru historiografi yang nasionalis dengan kecenderungan pandangan militeristik menjadi prioritas. 

Fokus utama "Ketika Sejarah Berseragam" adalah sejarah resmi Orde Baru perlu untuk dicermati pada sejarah Demokrasi Terpimpin untuk dapat mengamati kesinambungan dan keterputusan antara dua perangkat sejarah ini. Besar kecilnya pengaruh militer pada sejarah ini masing-masing. Militer sebagai diktator atau sebagai pelindung sejarah resmi adalah pengangkatan Nugroho Notosusanto, Kepala Pusat Sejarah ABRI oleh presiden Soeharto untuk mengawasi representasi masa lalu nasional. 

Bab II Nugroho Notosusanto dan awal mula pusat sejarah angkatan bersenjata

Nugroho Notosusanto yaitu seorang propagandis yang paling penting dalam rezim Orde Baru. Beliau bukan hanya sebagai Kepala Pusat Sejarah ABRI (1965-1985) dan Menteri Pendidikan, akan tetapi juga yang menciptakan konsolidasi terbitan versi resmi usaha kudeta 1965 yang menjadi dasar legitimasi rezim Orde baru. Nugroho berasal dari keluarga priyayi dan memiliki wawasan yang kosmopolitan. 

Banyak orang yang mengenal Nugroho digambarkan sebagai bangsawan yang tenang dan mampu mengendalikan diri dengan sifat ideal Jawanya. Nugroho pada masa muda telah menunjukan komitmen yang teguh kepada kemerdekaan Indonesia. Setelah penyerahan kedaulatan dalam bulan Desember 1949, pemerintah Republik Indonesia menawarkan pendidikan militer di Breda, Belanda. 

Nugroho merasa sedikit kehilangan karena tidak meniti karir di bidang militer. Tahun 1950-an Nugroho menerbitkan surat yang dimuat dalam Kompas bagi mantan anggota Tentara Pelajar. Nugroho mengutarakan pandangannya tentang ciri-ciri yang membedakan generasinya dengan generasi sekarang. 

Dalam surat tersebut, Nugroho menunjukan kekesalannya dengan nada yang agak merendahkan kepada pemimpin sipil dan dengan jelas membedakan antara mereka yang berjuang untuk kemerdekaan dengan memanggul senjata. Pemikiran bahwa generasi 1945 memberikan sumbangan inti kepada tercapainya kemerdekaan menjadi tema yang dominan dalam ideologi periode awal Orde Baru. 

Selaras dengan tujuan untuk melawan adanya sejarah versi yang dibuat Sanusi, buku "Sedjarah singkat perdjuangan bersendjata bangsa Indonesia" menekankan Peristiwa Madiun. Buku ini menekankan bahwa pada saat peristiwa Madiun terjadi, militer sedang menghadapi ancaman terbesar dari Belanda, karena hal tersebut pemberontakan PKI merupakan kemunduran besar bagi Republik. Adanya edaran tulisan Nasution hanya kepada kalangan di dalam militer saja menunjukan bahwa hanya kepada kalangan di dalam militer saja yang menunjukan sikap dalam tulisan tersebut yang relatif berani tentang Madiun. 

Bab III Sejarah untuk membela rezim Orba

Ada beberapa teori yang menduga gerakan peristiwa 1 Oktober 1945 merupakan suatu peristiwa internal militer yang melibatkan sejumlah pimpinan komunis atau akibat keretakan dalam partai antara Aidit dan Njoto yang mana mereka adalah ketua dan wakil Komite Sentral PKI. Disini peran Nugroho berhasil menerbitkan buku yang mengidentifikasi kudeta tersebut sebagai komplotan komunis hanya dalam jangka waktu empat puluh hari. Pusat sejarah ABRI sudah beroperasi ketika usaha kudeta terjadi. Di bawah arahan Nugroho, Pusat sejarah ABRI langsung bekerja dengan tujuan segera menerbitkan narasi usaha kudeta versi Angkatan Darat. Hasilnya yaitu 40 hari Kegagalan "G-30-S" 1 Oktober-10 November, sebagian besar propaganda Angkatan darat yang tujuannya membuktikan bahwa kudeta adalah persekongkolan komunis. 

Dalam prakata versi bahasa Inggris kisah usaha kudeta disebutkan bahwa buku tersebut ditulis sebagai tanggapan terhadap "kampanye yang dilancarkan beberapa kalangan di negara barat untuk menentang pemerintahan Orde Baru". Saktinya filsafat nasional, Pancasila adalah konsep utama dalam monumen Lubang Buaya dan setiap tahunnya diselenggarakan peringatan di tempat ini. Suharto menyiratkan bahwa mulai 1 Oktober 1965 dan seterusnya, rakyat dibawah arahan Soeharto dan angkatan darat memeluk pancasila dan menolak semua ideologi lain terutama komunisme yang sudah dilarang tahun 1966. 

Bab IV Mengkonsolidasi kesatuan militer

Faksionalisme merupakan ancaman yang berat bagi militer yang berpolitik. Penting bagi mereka untuk memastikan adanya kesatuan yang cukup kuat lintas angkatan dan generasi militer. Awal periode Orde Baru, militer di Indonesia sudah mengalami perpecahan internal beberapa kali. Penyebab utamanya yaitu adanya konflik antara generasi KNIL (Koninklijk Nederlands Indisch Leger) yang lebih tua dan dilatih oleh Belanda dengan generasi PETA (Pembela Tanah Air) yang lebih muda dilatih oleh Jepang. Konflik tersebut memicu perselisihan pendapat di dalam tubuh militer dan antaravmiliter dengan parlemen pada peristiwa 17 Oktober 1952. Menjelang akhir periode Demokrasi terpimpin faksionalisme ini melemahkan kekuasaan militer. Selama masa akhir periode Demokrasi Terpimpin, Presiden Sukarno memupuk perpecahan di dalam Angkatan darat khusunya mereka yang secara pribadi mendukungnya dengan mereka yang berdiri di belakang Nasution. Sukarno mengadu domba keempat angkatan untuk membatasi kekuasaan politik Angkatan Darat. Setiap angkatan mempunyai doktrin, intelijen, struktur komando dan panglimanya sendiri serta pada tahap awal Orde baru mengkonsolidasi kesatuan di dalam angkatan bersenjata merupakan prioritas utama angkatan darat. 

Diadakannya seminar 1972 mengenai pewarisan nilai-nilai memperkenalkan interpretasi yang baru mengenai nilai-nilai 1945. Peserta seminar menonjolkan nilai pancasila dan UUD 1945 sebagai representasi inti "nilai-nilai 1945", sedangkan "Nilai-nilai TNI 45" mencakup nilai-nilai yang lebih khusus mengenai pertahanan, etika militer dan kepatuhan. Seminar 1972 merangsang sejumlah proyek sejarah yang bertujuan mempromosikan nilai-nilai 1945. Proyek sejarah yang lain terinspirasi oleh seminar ini ditujukan kepada masyarakat Indonesia secara luas dengan tujuannya memperkenalkan militerisme dan konsep dwi fungsi. 

Bab V Mempromosikan militer dan dwi fungsi kepada masyarakat sipil

Terciptanya pengertian bersama mengenai identitas merupakan bagian inti dari buku pelajaran sejarah. Buku teks sejarah merupakan alat yang berguna untuk melegitimasi ideologi negara dan mekanisme otoritarian. Bentuk instruksi yang diberikan oleh Seminar Angkatan Darat tahun 1972 kepada militer agar mereka mengedarkan versi mereka sendiri kepada masyarakat Indonesia melalui film, museum, memoar, monumen dan buku pelajaran sejarah. Mengenai konsep "Pewarisan Nilai" secara garis besar diuraikan dalam seminar Angkatan darat 1972 bukan hanya ditujukan kepada generasi muda militer saja, akan tetapi juga dimaksudkan diterapkan pada masyarakat lebih luas. Seminar 1972 menghasilkan sejumlah proyek dalam rentangan yang luas dirancang untuk mempromosikan peran militer dalam revolusi dan dengan demikian dominasi mereka dalam Orde baru diterima. Nugroho dan Pusat Sejarah ABRI bertanggung jawab atas pelaksanaan proyek ini. Sebagaimana kita lihat pada bab II dan III pada tahun 1974 Nugroho membuktikan kemampuannya untuk menghasilkan sejarah yang melegitimasi kepemimpinan militer baik di dalam maupun di luat Indonesia. 

Seminar ini menetapkan beberapa sarana utama untuk mewujudkan pewarisan nilai yaitu lewat beberapa kegiatan-kegiatan peringatan, kurikulum sejarah, media cetak dan film dengan beberapa sarana yang digunakan untuk mewariskan nilai-nilai 1945. Buku Sejarah Nasional Indonesia merupakan prakarsa yang timbul dari seminar 1972 mengenai pewarisan nilai. Buku ini adalah seri sejarah yang komprehensif yang ditulis ditulis oleh orang Indonesia. Proyek Sejarah Nasional Indonesia juga mendapat kritik dari ahli sejarah Indonesia dalam konteks keresahan yang ditimbulkan oleh mata pelajaran yang baru Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSBP). Mata pelajaran PSPB adalah bagian dari prakarsa Nugroho, pernyataan ini dapat ditafsirkan sebagai kritik terhadap politik Nugroho sendiri dalam penulisan sejarah. Pada bidang pendidikan, Nugroho berpegang pada ide bahwa militerlah yang berperan menanamkan disiplin dalam "generasi muda" Indonesia untuk menjamin terwujudnya suatu pembangunan nasional yang berkelanjutan. 

Bab VI Menetapkan tradisi kemiliteran dan musuh-musuh negara

Pada pertengahan tahun 80-an tepatnya sepeninggal Nugroho Notosusanto, terjadi adanya perubahan-perubahan dalam tubuh ABRI yang tampak. Hal tersebut juga dipengaruhi dari banyaknya angkatan generasi 45 yang mulai pensiun dari ABRI. Fokus utama Pusat Sejarah ABRI ikut berubah terutama dalam legitimasi individu militer generasi berikutnya. Contohnya yaitu Proyek Museum Keprajuritan Nasional yang berorientasi pada perjuangan para pahlawan pra-kemerdekaan dan perlawanan kolonial, dengan begitu hal tersebut menunjukan kepada para prajurit dan masyarakat bahwa terdapat tradisi yang panjang dalam militer Indonesia.

Tidak terlepas dari Seminar 1972, peranan militer dalam membela Pancasila pada masa Orde baru sangat mencolok. Terlebih siapa saja orang yang ingin mengganti Pancasila dari ideologi bangsa. Usaha kudeta dalam kisahnya menjadi saksi kisah yang sangat menonjolkan peranan pada narasi sejarah periode orde baru secara dominan. Secara tidak langsung narasi itu mampu mendorong atau menanamkan kepada masyarakat untuk dehumanisasi. Karya pusaka ABRI yang menonjol yaitu Museum Pengkhianatan PKI dan Waspada Purbawisesa. Cara seperti itu dalam sejarah dipakai oleh Angkatan bersenjata untuk menguasai rakyat. 

Kesimpulan

Tentang apa yang sudah dijelaskan dari buku ini, diketahui bahwa bagaimana militer di Indonesia mendominasi kekuasaan pada masa Orde baru dengan menggunakan narasi sejarah. Buku ini terdapat penjelasan yang menarik dan sederhana. Penggunaan kalimat yang ada di dalamnya mungkin ada beberapa yang cukup sulit dimengerti oleh sebagian orang terutama orang awam yang menjelaskan banyak beberapa di bidang militer yang jarang diketahui. Narasi panjang sejarah Indonesia akan selalu menjadi bagian dari perjalanan bangsa ini. Baik itu perjalanan yang berkesan baik atau sebaliknya. Hal tersebut tentu dikembalikan lagi kepada masyarakat untuk lebih selektif dalam membaca narasi sejarah. Bukan hanya itu saja tetapi, adanya sudut pandang kita dari sudut pandang satu dengan yang lain dalam memahami peristiwa sejarah sangat penting untuk bisa memberikan pendapat bijaknya. Demikian, buku ini menjadi salah satu buku yang menjelaskan mengenai sejarah militer Indonesia dengan sang penulis Katharine E. Mcgregor, yang mana mengambil periode waktu terhadap segala bidang di Indonesia sangat besar. Di sisi lain juga berhasil menyajikan data yang diperoleh ketika melaksanakan riset mengenai militer di Indonesia dengan baik dan menambah wawasan baru yang sebelumnya mungkin belum diketahui oleh para pembaca. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun