Mohon tunggu...
Ersa Aulia Putri
Ersa Aulia Putri Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

Saya memiliki hobi bernyanyi dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Secangkir Syukur

29 November 2024   08:05 Diperbarui: 29 November 2024   08:32 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di sebuah kedai kopi kecil yang terletak di sudut kota, Damar duduk sendirian di meja kayu, menatap cangkir kopi hitam yang baru saja diseduh. Kopi itu tidak hanya sekedar minuman baginya, melainkan sebuah momen yang menenangkan, sebuah rutinitas yang menemani hari-harinya yang sering kali sibuk dan penuh tekanan. Ia meminum kopi dengan menonton tiktok di handphonenya. Dan tiba-tiba muncul video seorang ustadz memberikan ceramah tentang sebuah hadits tentang kopi: "Selama aroma biji kopi ini tercium di mulut seseorang, maka selama itu pula malaikat beristighfar untukmu." 

Damar menggigit bibir, mencoba mencerna makna dari hadis itu. Kopi yang biasa dia nikmati tiap hari kini terasa lebih berarti. Ada keberkahan dalam setiap seduhan, dan betapa indahnya jika benar malaikat beristighfar untuknya hanya karena menikmati secangkir kopi. Selama ini, Damar selalu menganggap kopi hanya sebagai minuman penghilang kantuk. Namun, apakah ada makna lebih dalam yang selama ini terlewatkan?

Pikirannya melayang, kembali mengingat masa-masa ketika ia pertama kali mengenal kopi. Waktu itu, ia masih remaja. Kopi pertama yang ia coba adalah kopi instan yang diseduh oleh ayahnya di pagi hari. Dengan secangkir kopi yang hangat, mereka duduk bersama, berbincang tentang segala hal tentang keluarga, kehidupan, bahkan tentang impian yang ingin dicapai. Damar merasa ada kedamaian dalam setiap tegukan kopi itu, sebuah kedamaian yang seolah hadir dari alam semesta yang lebih besar.

Namun, hari-hari Damar kini dipenuhi dengan berbagai tuntutan pekerjaan, pertemuan, dan berbagai macam hal yang membuatnya lupa untuk berhenti sejenak dan menikmati hidup. Di tengah hiruk-pikuk itu, kopi menjadi teman yang selalu hadir. Tapi apakah Damar cukup menyadari bahwa setiap tegukan kopi, setiap hirupan yang dia nikmati, dapat mengingatkannya untuk lebih bersyukur, lebih menghargai waktu yang dimiliki?

Damar kembali menatap cangkir kopi di hadapannya. Ia menarik napas dalam-dalam, merasakan aroma kopi yang menguar. Tiba-tiba, ia merasakan ketenangan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Hadis tentang malaikat yang beristighfar untuk orang yang menikmati kopi dengan baik kini terasa lebih hidup dalam hatinya.

Ia memutuskan untuk mengubah caranya menyikapi kopi. Bukan sekedar minuman untuk mengusir kantuk, tetapi sebagai sebuah momen untuk berterima kasih. Berterima kasih atas segala berkah yang datang, atas setiap napas yang masih bisa dihirup, dan atas setiap kesempatan yang masih ada. Kopi kini bukan sekedar minuman, tetapi sebuah pengingat bahwa dalam setiap detik hidup, ada malaikat yang mendoakan kebaikan untuknya.

Damar tersenyum, dan dengan penuh kesadaran, ia menyeruput kopi itu perlahan. Seperti yang diajarkan oleh hadis tersebut, dalam setiap tegukan, ia merasakan kehadiran doa dan keberkahan yang mengalir begitu tenang, mengisi hatinya dengan rasa syukur yang tak terhingga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun