Zahra benar-benar menikmati kunjungan 3 hari 2 malamnya ke Baduy Dalam. Hanya beberapa saat setelah tiba di Cibeo, Zahra sudah akrab dengan beberapa bocah. Bermain dan berlari kesana kemari dengan gelak tawa.
Keberadaan Zahra saat itu cukup menjadi perhatian. Baik para wisatawan yang sedang berkunjung ataupun warga Cibeo sendiri. Kebanyakan para wisatawan merasa aneh dan kaget ada anak kecil yang bisa sampai ke daerah yang jauh dari mana-mana.
Para wisatawan itu memang berjalan kaki 3 hingga 4 jam dari Ciboleger untuk sampai ke Cibeo. Beberapa dari mereka harus dipapah karena tak sanggup lagi melangkah, beberapa tampak setengah pingsan. Jadi agak mengejutkan bila mereka menjumpai anak usia 5 tahun yang bukan anak asli Baduy Dalam sedang berlarian kesana kemari dalam kondisi segar bugar.
Mereka belum tahu bahwa kami tidak melewati jalur yang sama dengan mereka. Jalur yang kami lalui hanya memakan waktu 50 menit saja.
Selang 10 tahun kemudian, saya dan Zahra kembali lagi ke Cibeo. Zahra saat itu baru menyelesaikan pendidikan di bangku SMP.
Kejadian yang membuat saya terkejut adalah kala saya bertemu dengan Jaro Sami di sisi barat alun-alun desa CIbeo. Beliau saat itu tampak berjalan agak tergopoh-gopoh menapaki jalan berbatu . Langkahnya seketika berhenti saat melihat keberadaan saya. Beliau agak terkejut karena tidak mendengar kabar sebelumnya tentang kedatangan saya.
" Lho, pak Erry kapan datang ?" tanyanya sambil menjulurkan tangan untuk bersalaman.
"Kemarin sore." Jawab saya sambil menyambut uluran tangannya .
Segera saya mengundang beliau untuk sarapan bersama di rumah kang Jakri, tempat saya menginap.
Namun beliau menolak dengan sopan. Beliau beralasan harus segera ke ladang untuk mengurus tanamannya.
Tak ingin menyerah karena masih ingin berbincang-bincang dengan sang kepala desa yang walaupun sudah berumur tapi nampak gagah ini, saya terus membujuk.