Akhirnya berita-berita yang hanya bagai hembusan angin itu kini sudah jelas adanya. Shin Tae Yong sang juru latih timnas Indonesia mengawali tahun baru dengan perpisahan.
Bukan hanya berpisah dengan tahun 2024 tapi juga harus berpisah dengan tim yang telah diasuhnya selama ini.
Meski berita ini sebelumnya sudah sempat tercium tapi tak pelak membuat para pelaku sepakbola dan para pendukung timnas terkejut dengan pengumuman ini. Karena sebagian orang masih yakin bahwa STY masih akan tetap menukangi timnas Indonesia.
Masih mengantongi kontrak hingga tahun 2027 tak membuat PSSI urung untuk mengakhiri hubungan kerja dengan Shin Tae Yong. Sebuah keputusan telah diambil, suka atau tidak suka semua pihak harus menerima dan menghormati keputusan itu.
"Tentu kita mengucapkan terima kasih atas kinerja coach STY selama ini. Hubungan saya sangat baik.Kita lakukan yang terbaik untuk program-program yang dikehendaki." ujar Erick Thohir Ketua Umum PSSI.
Selanjutnya Erick Thohir juga mengatakan perlunya pimpinan yang menerapkan strategi yang tentunya telah disepakati oleh para pemain. Selain itu diperlukan komunikasi dan implementasi yang lebih baik.
Dalam hal pencapaian yang sudah diraih, STY tidak bisa dikatakan gagal. Pencapaian timnas Indonesia di ajang kualifikasi piala dunia adalah pencapaian terbaik yang pernah ada.
Di piala Asia 2024 timnas Indonesia bahkan mampu menembus 4 besar. Nyaris masuk Olimpiade namun digagalkan Guinea.
Posisi 4 besar memastikan Indonesia memiliki tiket untuk piala Asia berikutnya. Sementara negara-negara lain harus bersaing untuk memperoleh tiket tersebut.
Namun STY memang bukan sosok yang tanpa kekurangan. Layaknya manusia biasa STY juga tak luput dari kelemahan yang sudah menjadi kodrat bagi manusia.
Beberapa pengamat sepakbola menyebutkan sisi taktikal menjadi kekurangan yang paling terlihat. Yang lain ikut mengamini, karena dengan skuad mentereng seharusnya timnas bisa tampil lebih meyakinkan dan lebih memberikan hiburan pada para pendukungnya.
Ditengarai kendala bahasa membuat komunikasi yang terjalin tidak efektif. STY memang dinilai agak kepala batu. Karena setelah sekian lama, STY melatih timnas sejak Desember 2019, tak kunjung bisa berbahasa Indonesia.
Komunikasi makin kompleks karena skuad timnas mulai banyak diisi pemain naturalisasi, dimana para pemain itu menggunakan bahasa Belanda atau bahasa Inggris untuk berkomunikasi.
Sang ketua umum sempat menyebut soal harmoni dalam tim kala menjelaskan alasan-alasan diberhentikannya STY. Hal mana yang memunculkan spekulasi masalah komunikasi adalah sumber dari masalah.
Memang ada penterjemah, namun boleh jadi itu dirasa tidak cukup. Seperti ada missing link disana yang berakibat tidak optimalnya implementasi taktikal di lapangan.
Sebelum laga melawan Arab Saudi di partai Kualifikasi Piala Dunia public sempat dibuat heran dengan adanya pertemuan antara para pemain tanpa melibatkan para tim pelatih dan official. Ada apa ?
Sejak itu publik mulai merasa ada yang tidak beres. Beruntung timnas mampu melibas Arab Saudi dengan skor 2-0, maka kabar tentang pertemuan para pemain hanya menjadi pemanis ditengah euforia kemenangan bersejarah atas Arab Saudi.
Namun disebutkan bahwa gejolak dimulai sejak laga melawan China. Saat itu timnas harus pulang dengan membawa kekalahan. Padahal saat itu publik sepakbola sangat percaya diri Indonesia akan bisa mengatasi China.
Kelemahan STY di sisi taktikal dan implementasinya makin disorot kala gagal dalam perhelatan ASEAN Cup. Indonesia memang hanya mengirimkan tim yang diisi pemain-pemain U22. Namun harapan para insan sepakbola tetap tinggi.
Setidaknya mereka berharap para anak muda itu tampil memukau. Namun apa daya yang terjadi adalah timnas U22 tampil mengecewakan. Tak heran bila publik sepakbola menilai  STY sebagai pelatih yang miskin taktik
Sebuah kekuatan yang juga menjadi "dosa" nya STY adalah terlalu menekankan pada endurance pemain alih-alih taktik dan tehnik. Berhembus kabar ada klub yang komplain karena pemainnya cedera setelah membela timnas karena latihan fisik yang terlalu berat.
Tak sedikit juga yang berspekulasi bahwa perbedaan filosofi permainan yang membuat STY harus rela turun dari jabatannya sebagai pelatih kepala timnas Indonesia.
Timnas Indonesia banyak dihuni pemain naturalisasi yang dibesarkan dalam filosofi sepakbola menyerang. Sementara STY lebih mengandalkan pertahanan. Ketika perbedaan mendasar itu ada disebuah tim maka berpotensi membuat ketidak harmonisan. Mungkinkah ini yang terjadi ?
Sebuah keharmonisan adalah salah satu unsur utama dalam membentuk tim yang hebat.
Keputusan sudah diambil di sisi lain perjalanan timnas masih panjang. Apakah ini langkah tepat yang diambil federasi ? Kita hanya bisa berdoa ini bukanlah sebuah langkah bunuh diri, melainkan sebuah langkah cerdas yang membawa sepakbola Indonesia menuju cahaya terang diujung lorong yang gelap.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI