Satu persatu bambu lama digantikan yang baru. Jembatan itu sendiri sejak semula tidak dirubuhkan. Kita bahkan masih bisa menyeberang diatasnya. Jadi tidak semua bambu diganti, hanya bambu yang benar-benar dirasa sudah rapuh. Maka ketika semua bambu baru telah menggantikan peran bambu yang lama , selesailah sudah kerja bakti memperbaiki jembatan.
Pasca diperbaiki jembatanpun sudah bisa digunakan warga dengan aman. Namun Jaro Sami dan pasukannya masih berhenti disitu. Sampah-sampah potongan bambu,potongan tali ijuk dan bambu-bambu lama menjadi sasaran berikutnya.
Kesemuanya dikumpulkan dipinggir hutan bambu yang hanya berjarak puluhan meter dari jembatan. Penulis mengira bambu-bambu itu akan dibakar, tapi nyatanya hanya digeletakkan begitu saja. Karena penasaran penulis menanyakan hal itu pada Jaro Sami.
Dengan lembut Jaro Sami menjawab, tentunya dalam bahasa Sunda ," Bambu-bambu itu sudah berjasa buat kita, membiarkan dirinya diinjak agar kita bisa menyeberang sungai dengan aman dan nyaman. Tak sepatutnya kita membalas dengan sesuatu yang menyakitkan. Biar alam yang menyelesaikan." Sambil matanya tak lepas tertuju pada bambu-bambu yang sudah purna tugas itu, tak ketinggalan senyum bijaknya terkembang, membuat penulis tidak merasa diceramahi atau digurui.Â
Ucapan yang maknanya begitu dalam, tak pelak penulis mendapat sebuah pelajaran baru yang tak mungkin kita dapatkan di sekolah manapun. Yang pasti penulis makin memahami sedalam apa saudara-saudara kita warga Baduy menghargai alam. Teringat akan sebuah kata-kata bijak " Tanpa alam manusia bukan apa-apa".Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H