Waktu belum lagi menunjukkan pukul 07.00 WIB pagi. Ditingkahi suara burung-burung, suara gemericik air sungai dan suara alam lainnya yang memadu satu menjadi  sebuah harmoni yang indah, sebagian pria penghuni desa Cibeo tampak bergegas menuju jembatan desa yang hendak diperbaiki.
Secara berkala masyarakat Baduy Dalam memperbaiki jembatan di desa mereka untuk keamanan dan kenyamanan. Meski saat itu penulis melihat kondisi jembatan masih kokoh dan baik-baik saja. Namun menurut beberapa warga jembatan desa sudah tak layak untuk digunakan.
Dalam rentang waktu tidak lebih dari 15 menit semua warga yang akan bekerja bakti sudah kumpul, termasuk Jaro Sami sang kepala desa. Luar biasa. Jaro adalah gelar atau sebutan untuk kepala desa di wilayah adat Baduy, baik Baduy Dalam maupun Baduy Luar.
Tidak nampak kerumunan orang  yang bermalas-malasan, melainkan setiap individu aktif menyingsingkan lengan baju. Sebagian besar orang-orang yang datang pertama langsung menuju rimbunnya hutan pohon bambu. Sebagian mengerumuni  jembatan dan mulai melepaskan bilah-bilah bambu yang hendak diganti. Disudut lain berapa pria menganyam ijuk untuk dibuat tali.
Penulis sudah dapat merasakan aura efektif dan efisien saat itu. Sebuah aura yang penulis tidak dapatkan saat bekerja bakti dengan bapak-bapak di lingkungan rumah.
Sejurus kemudian, di kejauhan terdengar suara benda tajam beradu dengan bambu dilanjutkan dengan suara derak bambu yang roboh. Bambu-bambu yang sudah ditebang itu tak lama kemudian datang bersama aliran sungai. Sebagian lagi dibawa dengan digotong. Beberapa pria langsung menjemput bambu-bambu tersebut dan membersihkan cabang-cabang bambu dengan golok mereka yang sangat tajam.
Penulis takjub kala melihat seorang pria paruh baya menebas bambu seukuran lengan pria dewasa hanya dengan sekali tebas. Â Dalam tatanan adat Baduy, golok adalah kelengkapan bagi seorang laki-laki. Laki-laki Baduy dan golok adalah dua hal yang tak terpisahkan. Sejak kecil anak-anak Baduy sudah terbiasa membawa golok.
Sang pria paruh baya itu seperti tak lelah, menetak dan memotong bilah-bilah bambu yang berdatangan. Sementara pria-pria yang berada di jembatan segera menyambut bambu-bambu yang sudah siap pakai untuk dirangkai menggantikan bambu-bambu yang lama.
Semua urutan kegiatan kerja bakti berjalan dengan harmonis. Suasana begitu guyub diselingi canda dan tawa. Laksana melihat sebuah orkestra, semua pemain dengan gembira memainkan instrumennya masing-masing membentuk sebuah alunan lagu yang indah. Lalu membius pendengarnya hingga terbawa pada sebuah rasa damai.
Sebuah keindahan lain yang penulis saksikan adalah melihat Jaro Sami sebagai  leader terlihat laksana penglima perang yang sesungguhnya. Dimana beliau tak hanya berpangku tangan melainkan ikut bersimbah peluh. Tidak terlihat sedikitpun egonya sebagai kepala desa. Seolah ingin memberikan tauladan bagi warga yang lain untuk bekerja tanpa kenal lelah.