Hari demi hari , minggu demi minggu berlalu hingga berbilang bulan, akhirnya penulis mendapat kabar dari sepupu penulis yang tinggal di Takengon. Takengon sendiri adalah ibu kota Kabupaten Aceh Tengah yang berada di dataran tinggi. Berjarak 300 km lebih dari Banda Aceh sudah pasti Takengon tidak ikut tergerus tsunami.
Sepupu yang biasa penulis panggil Bang Eddy menceritakan apa yang dia saksikan di sana. Bang Eddy turun ke Banda Aceh siang hari dari Takengon dan tiba di Banda Aceh pada sore harinya. Tujuannya saat itu adalah untuk  mengevakuasi saudara-saudara dari istrinya.
Dari Bang Eddy inilah penulis mendapat kabar bahwa teman-teman yang penulis hubungi saat awal bencana terjadi ternyata termasuk yang menjadi korban, bahkan jenazahnya tidak ditemukan. Seketika terbayang wajah-wajah mereka. Senyum dan tawa mereka. Saat-saat yang menyenangkan bersama mereka. Yang paling lekat adalah saat menunggu kebun durian di Lhoong sambil mencari batu artistik untuk bonsai di sungai.
Punah sudah harapan penulis. Sungguhpun begitu masih bersyukur karena masih banyak teman penulis yang selamat. Saat ke Banda Aceh tahun 2010, penulis akhirnya bisa bertemu dengan teman-teman yang selamat. Banyak cerita luar biasa yang penulis dengar langsung dari teman-teman yang selamat dari bencana. Cerita yang sedikit banyak merubah pandangan penulis tentang hidup.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H