26 Desember 20 tahun lalu gempa besar dan tsunami melanda Banda Aceh dan beberapa kota lainnya. Bencana terbesar yang pernah terjadi di bumi nusantara. Penulis pernah beberapa kali mengunjungi Banda Aceh hingga memiliki keterikatan emosional yang cukup dalam.
Cukup banyak kenalan dan teman penulis disana. Beberapa diantaranya bahkan sangat akrab hingga layaknya saudara.
Kala itu saat mendengar berita gempa di Banda Aceh  penulis segera menghubungi teman yang tinggal di Banda Aceh. Tidak ada respon. Hanya nada panggilan yang membosankan.
Penulis mencoba tenang dan berbaik sangka. Gempa boleh jadi telah merusak infrastruktur yang ada, hingga menggangu sistem komunikasi disana. Yang terbersit di pikiran penulis adalah Banda Aceh Porak poranda, belum terpikir tsunami sama sekali.
Penulis mencoba menghubungi teman yang lain, namun hasilnya nihil. Hal yang mana makin menguatkan perkiraan penulis bahwa kondisi Banda Aceh sedemikian parahnya hingga sistem komunikasi lumpuh. Namun tetap berbaik sangka teman-teman disana baik-baik saja.
Waktu terus berjalan , tak ada seorangpun teman ataupun famili yang bisa dihubungi. Kegelisahan mulai beranjak menjadi kepanikan. Hingga penulis menyaksikan sendiri dahsyatnya gelombang tsunami yang meluluh lantakkan Banda Aceh dari berita di televisi.
Penulis hanya bisa mematung, tangan dan kaki gemetar, lidah kelu. Tak sepatah katapun sanggup keluar dari mulut penulis selain kalimat istighfar. Sulit untuk bisa percaya melihat gelombang air laut masuk hingga jalan Muhammad Jam yang berada di sisi selatan mesjid Raya Baiturrahman. Penulis paham pantai yang berada di Lam Paseh terbilang cukup jauh. Hingga sulit untuk dipercaya air bisa mencapai Mesjid Raya Baiturrahman dengan kekuatan yang sangat mematikan.
Pikiran makin tak menentu. Bagaimana nasib teman-teman disana ? Semoga mereka semua dalam lindungan Allah. Di sisi lain sistem komunikasi masih belum menunjukkan tanda-tanda pulih.
Terbayang indahnya pantai Lam Puuk dengan pasir putihnya, pantai Lhok Nga dengan karang-karangnya yang cantik, pantai Ulee Lheue tempat penulis biasa menghabiskan sore dengan memancing ikan disana. Entah seperti apa pantai-pantai itu sekarang.
Semua pertanyaan tak berbalas dengan jawaban. Hanya bisa berharap dan memanjatkan doa. Semoga teman-teman disana selamat dan semoga ada nasib baik penulis bisa menghubungi mereka dan memastikan mereka semua selamat.