Mohon tunggu...
ERRY YULIA SIAHAAN
ERRY YULIA SIAHAAN Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis, guru, penikmat musik dan sastra

Menyukai musik dan sastra.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Merindu Langit Biru di Jakartaku

22 Juni 2023   21:48 Diperbarui: 22 Juni 2023   23:20 321
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebuah "hadiah" dari alam untuk Jakarta pada hari ulangtahunnya yang ke-496. Kualitas udara siang ini, Kamis (22/6/2023), berada pada titik sangat buruk untuk dihirup. Langit buram, berkabut. Sinar matahari terhalang oleh begitu tebalnya agen pencemar.

Menurut situs IQAir, konsentrasi rata-rata PM2.5 di Ibukota menembus angka 153 AQI US, atau 12 kali dari nilai ambang dalam pedoman Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Angka itu menunjukkan, tingkat polusi udara tidak sehat bagi siapa saja. Ini lebih buruk daripada sebelumnya, yang masih tergolong "tidak sehat untuk kelompok sensitif".

PM2.5 adalah materi partikel berukuran halus, kurang dari atau sama dengan 2,5 mikrometer, salah satu parameter mutu udara. Sejak 2011, WHO menetapkan pedoman kualitas udara, yang memuat nilai ambang untuk agen-agen pencemar (termasuk PM2.5) sebagai titik yang masih bisa ditoleransi bagi kesehatan.

PM2.5 termasuk salah satu polutan utama di Jakarta. Pencemar lainnya adalah PM10, nitrogen dioksida (NO2), sulfur dioksida (SO2), karbon, dan aerosol. Angka-angka pada situs IQAir didasarkan pada data dari 23 kontributor, termasuk Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, juga Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG).

Indeks Kualitas Udara (AQI) Jakarta dan Polusi Udara di Indonesia IQAir (Sumber: https://www.iqair.com/id/)
Indeks Kualitas Udara (AQI) Jakarta dan Polusi Udara di Indonesia IQAir (Sumber: https://www.iqair.com/id/)

Penelitian menunjukkan, angka di bawah atau sama dengan 12 (dalam mikrogram per meter kubik) untuk PM2.5 tergolong aman. Artinya, tanpa atau dengan sedikit risiko terhadap kesehatan. Jika di atas 35, udara kotor yang kita hirup terus-menerus bisa menyebabkan berbagai gangguan kesehatan, bahkan kematian.

Udara tercemar bisa memicu infeksi saluran pernapasan akut berupa radang tenggorokan dan bronkitis, serta memperburuk penyakit kronis (misalnya asma dan penyakit paru obstruktif kronik).

Tingginya pencemaran udara membuat langit biru menjadi barang langka dan supermewah. Ketika kadar PM2.5 naik, jarak pandang berkurang dan udara tampak berkabut.

Amat kontras dengan yang masih bisa penulis saksikan di timur Indonesia. Di Larantuka, misalnya, langit biru membentang luas sepanjang mata memandang, sesuai dengan syair lagu dan puisi pada masa sekolah. Malam hari, bintang-bintang terlihat jelas.

Kontras pula dengan langit di atas Jakarta pada masa kecil penulis. Pada akhir tahun 1960-an, berkendaraan pribadi dan berhenti di atas jembatan Semanggi merupakan piknik malam hari yang mengasyikkan. Keluarga bisa menikmati malam sambil makan sekoteng panas dari penjual pikul yang melintas, dilindungi langit bersih dengan bintang-bintang yang terlihat jelas.

Atau, pada akhir 1970-an di mana udara masih bersahabat dengan penulis dan teman-teman seperguruan, ketika berlari tanpa alas kaki di jalan beraspal sepanjang beberapa kilometer, sebagai syarat ujian kenaikan tingkat pencak silat.

Nostalgia yang kini masih menjadi tanda tanya, (masih) bisakah itu juga menjadi bagian dari hidup anak-anak dan cucu-cucu penulis?

(Sumber: https://www.iqair.com/id/)
(Sumber: https://www.iqair.com/id/)

Materi Partikulat

Materi partikulat bukanlah polutan tunggal. Ia campuran dari berbagai macam materi kimia yang berbeda-beda ukuran, bentuk, dan komposisinya. Ia mungkin saja mengandung ion anorganik, unsur organik, dan logam. Termasuk timbal, yang ditengarai bisa memicu penurunan tingkat kecerdasan, gangguan kesehatan, bahkan kematian.

PM2.5 bisa berasal dari emisi pembakaran bensin, minyak, solar, dan kayu. PM10 bisa dari debu konstruksi; limbah industri, pembuangan sampah, dan pertanian; pembakaran; debu yang tertiup angin; dan bahan kecil lain yang mungkin bergabung.

Menarik, bahwa sore hari, angka PM2.5 di Jakarta menurun drastis menjadi sekitar 60. Kesimpulan kasar bisa ditarik segera, kemungkinan besar kendaraanlah yang berkontribusi besar atas indeks kualitas udara buruk tadi. Ini merujuk pada sumber emisi PM2.5 dan kecenderungan padatnya lalu-lintas di Jakarta pada pagi sampai siang hari, di mana kendaraan berbahan bakar fosil masih mendominasi.

Polusi udara merupakan fakta yang tidak hanya melanda Jakarta, tapi juga banyak kota di dunia. Udara tidak mengenal batas-batas negara. Tapi, hal itu tidak boleh menjadi pembenaran untuk membiarkan tindakan kita terhadap Jakarta terus-menerus seperti sekarang, atau malah menjadi lebih buruk. Misalnya, boros bahan-bakar dengan bepergian satu orang satu kendaraan.

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sudah melahirkan temuan-temuan, sebagai jalan keluar buat menyelamatkan lingkungan dan kehidupan.

Terkait kendaraan, Pemerintah sudah berupaya mengurangi jumlah kendaraan setiap hari, termasuk pengaturan nomor plat ganjil-genap di Jakarta. Cara ini bahkan mulai merembet ke sekitar Ibukota, contohnya Bogor.

Pemerintah dan mitra menyediakan angkutan yang lebih nyaman, berkapasitas massal, dan lebih ramah lingkungan, seperti kereta bertenaga gerak listrik - komuter, Mass Rapid Transit (MRT), dan Light Rail Transit (LRT) - bis Trans Jakarta, dan angkutan khusus ke bandara. Kendaraan listrik sudah mulai masuk ke pasaran.

Yang tak kalah penting adalah warisan sejarah yaitu sepeda, moda yang jauh lebih hemat, lebih sehat, dan bersahabat dengan alam. 

Bertindaklah Sekarang

Karena bernapas diperlukan untuk hidup dan kita ingin udara yang kita hirup itu minim risikonya bagi kesehatan, kita perlu melindungi diri dari paparan pencemar.

Secara teknis, kita bisa mengenakan masker di luar rumah, menutup jendela untuk menghindari udara kotor masuk ke dalam rumah, menyalakan alat penyaring udara (jika ada), dan sedapat mungkin menghindari kegiatan di luar bila polusi udara cukup parah. Contohnya, tidak ke jalan-jalan di mana sedang dilanda kemacetan.

Sembari melindungi diri, kita memulai dari diri sendiri, untuk rajin memperhitungkan konsekuensi dari setiap tindakan kita terhadap lingkungan, khususnya udara.

Bukan propaganda bahwa angka-angka bombastis tentang jumlah kesakitan atau kematian akibat polusi seringkali dilontarkan ke ruang publik oleh badan-badan resmi terkait. Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNEP), misalnya, menyebutkan polusi udara bertanggung jawab atas sekitar 7 juta kematian dini setiap tahun, atau sekitar 10 persen dari semua kematian.

Di Jakarta, kata IQAir, polusi udara diperkirakan telah menyebabkan 5.300 kematian pada 2023, dengan nilai kerugian sekitar 1,4 juta dolar Amerika. Dana Anak PBB (Unicef) 2022 menyebutkan, lebih dari 8 juta anak di Indonesia memiliki kadar timbal dalam darah di atas 5 mikrogram per desiliter, kadar yang sangat rawan untuk kesehatan.

Selain bisa menurunkan kecerdasan, keracunan timbal bisa berpengaruh pada perilaku dan menyebabkan ensefalopati, anemia, pertumbuhan yang terhambat, tertundanya kematangan seksual, penyakit kardiovaskular dan ginjal, kejang, koma, serta kematian.

Angka-angka itu merupakan peringatan agar semua lebih peduli dan bertanggungjawab atas setiap tindakan yang dilakukan.

Planet ini adalah pinjaman dari generasi di depan kita. Kita harus merawat Bumi sebaik-baiknya, agar anak-cucu kita bisa nyaman hidup di planet ini, bukannya malah menjadi repot memberesi bencana akibat ulah bapak-ibu-nenek-buyut mereka.

Kita hidup hari ini, bertindak hari ini, tetapi berpikir juga untuk nanti. Mari bertindak bukan hanya untuk hari ini, tapi untuk hari-hari depan banyak generasi setelah kita. ***

(Sumber foto: Dokumentasi pribadi)
(Sumber foto: Dokumentasi pribadi)

Profil: Erry Yulia Siahaan, ibu dua anak; kelahiran Jakarta, sejak 2004 tinggal di Bogor;  mengajar, menulis, menikmati musik dan sastra; pembelajar dalam menikmati dan mengagumi karya-karya Allah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun