Mohon tunggu...
ERRY YULIA SIAHAAN
ERRY YULIA SIAHAAN Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis, guru, penikmat musik dan sastra

Menyukai musik dan sastra.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Merindu Langit Biru di Jakartaku

22 Juni 2023   21:48 Diperbarui: 22 Juni 2023   23:20 321
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Sumber ilustrasi: https://www.worldbank.org)

Pemerintah dan mitra menyediakan angkutan yang lebih nyaman, berkapasitas massal, dan lebih ramah lingkungan, seperti kereta bertenaga gerak listrik - komuter, Mass Rapid Transit (MRT), dan Light Rail Transit (LRT) - bis Trans Jakarta, dan angkutan khusus ke bandara. Kendaraan listrik sudah mulai masuk ke pasaran.

Yang tak kalah penting adalah warisan sejarah yaitu sepeda, moda yang jauh lebih hemat, lebih sehat, dan bersahabat dengan alam. 

Bertindaklah Sekarang

Karena bernapas diperlukan untuk hidup dan kita ingin udara yang kita hirup itu minim risikonya bagi kesehatan, kita perlu melindungi diri dari paparan pencemar.

Secara teknis, kita bisa mengenakan masker di luar rumah, menutup jendela untuk menghindari udara kotor masuk ke dalam rumah, menyalakan alat penyaring udara (jika ada), dan sedapat mungkin menghindari kegiatan di luar bila polusi udara cukup parah. Contohnya, tidak ke jalan-jalan di mana sedang dilanda kemacetan.

Sembari melindungi diri, kita memulai dari diri sendiri, untuk rajin memperhitungkan konsekuensi dari setiap tindakan kita terhadap lingkungan, khususnya udara.

Bukan propaganda bahwa angka-angka bombastis tentang jumlah kesakitan atau kematian akibat polusi seringkali dilontarkan ke ruang publik oleh badan-badan resmi terkait. Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNEP), misalnya, menyebutkan polusi udara bertanggung jawab atas sekitar 7 juta kematian dini setiap tahun, atau sekitar 10 persen dari semua kematian.

Di Jakarta, kata IQAir, polusi udara diperkirakan telah menyebabkan 5.300 kematian pada 2023, dengan nilai kerugian sekitar 1,4 juta dolar Amerika. Dana Anak PBB (Unicef) 2022 menyebutkan, lebih dari 8 juta anak di Indonesia memiliki kadar timbal dalam darah di atas 5 mikrogram per desiliter, kadar yang sangat rawan untuk kesehatan.

Selain bisa menurunkan kecerdasan, keracunan timbal bisa berpengaruh pada perilaku dan menyebabkan ensefalopati, anemia, pertumbuhan yang terhambat, tertundanya kematangan seksual, penyakit kardiovaskular dan ginjal, kejang, koma, serta kematian.

Angka-angka itu merupakan peringatan agar semua lebih peduli dan bertanggungjawab atas setiap tindakan yang dilakukan.

Planet ini adalah pinjaman dari generasi di depan kita. Kita harus merawat Bumi sebaik-baiknya, agar anak-cucu kita bisa nyaman hidup di planet ini, bukannya malah menjadi repot memberesi bencana akibat ulah bapak-ibu-nenek-buyut mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun