Kontras pula dengan langit di atas Jakarta pada masa kecil penulis. Pada akhir tahun 1960-an, berkendaraan pribadi dan berhenti di atas jembatan Semanggi merupakan piknik malam hari yang mengasyikkan. Keluarga bisa menikmati malam sambil makan sekoteng panas dari penjual pikul yang melintas, dilindungi langit bersih dengan bintang-bintang yang terlihat jelas.
Atau, pada akhir 1970-an di mana udara masih bersahabat dengan penulis dan teman-teman seperguruan, ketika berlari tanpa alas kaki di jalan beraspal sepanjang beberapa kilometer, sebagai syarat ujian kenaikan tingkat pencak silat.
Nostalgia yang kini masih menjadi tanda tanya, (masih) bisakah itu juga menjadi bagian dari hidup anak-anak dan cucu-cucu penulis?
Materi Partikulat
Materi partikulat bukanlah polutan tunggal. Ia campuran dari berbagai macam materi kimia yang berbeda-beda ukuran, bentuk, dan komposisinya. Ia mungkin saja mengandung ion anorganik, unsur organik, dan logam. Termasuk timbal, yang ditengarai bisa memicu penurunan tingkat kecerdasan, gangguan kesehatan, bahkan kematian.
PM2.5 bisa berasal dari emisi pembakaran bensin, minyak, solar, dan kayu. PM10 bisa dari debu konstruksi; limbah industri, pembuangan sampah, dan pertanian; pembakaran; debu yang tertiup angin; dan bahan kecil lain yang mungkin bergabung.
Menarik, bahwa sore hari, angka PM2.5 di Jakarta menurun drastis menjadi sekitar 60. Kesimpulan kasar bisa ditarik segera, kemungkinan besar kendaraanlah yang berkontribusi besar atas indeks kualitas udara buruk tadi. Ini merujuk pada sumber emisi PM2.5 dan kecenderungan padatnya lalu-lintas di Jakarta pada pagi sampai siang hari, di mana kendaraan berbahan bakar fosil masih mendominasi.
Polusi udara merupakan fakta yang tidak hanya melanda Jakarta, tapi juga banyak kota di dunia. Udara tidak mengenal batas-batas negara. Tapi, hal itu tidak boleh menjadi pembenaran untuk membiarkan tindakan kita terhadap Jakarta terus-menerus seperti sekarang, atau malah menjadi lebih buruk. Misalnya, boros bahan-bakar dengan bepergian satu orang satu kendaraan.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sudah melahirkan temuan-temuan, sebagai jalan keluar buat menyelamatkan lingkungan dan kehidupan.
Terkait kendaraan, Pemerintah sudah berupaya mengurangi jumlah kendaraan setiap hari, termasuk pengaturan nomor plat ganjil-genap di Jakarta. Cara ini bahkan mulai merembet ke sekitar Ibukota, contohnya Bogor.