Konten dalam sebuah jurnal psikologi menggugah saya untuk akhirnya menuliskan ini.
Kreatornya adalah seorang profesor sekaligus ibu dari dua anak yang kembar. Pada setiap akhir semester dia melakukan evaluasi untuk kinerjanya. Dia mengajukan sejumlah pertanyaan kepada mahasiswa. Umpan-balik yang diterima menjadi masukan buat memperbaiki performanya sebagai pengajar di waktu mendatang.
Hal itu kemudian dia terapkan pada kedua anaknya. Dia bertanya. Dia mendapatkan masukan yang luar biasa bermanfaat.
Hal ini menggugah saya. Bukan karena saya tidak pernah mendapatkan masukan atau kritikan dari anak-anak saya. Tetapi, karena saran atau kritikan itu lebih sering sebagai respon spontan dari anak-anak saya ketimbang hasil menjemput bola.
Bisa dibilang, saya kurang kerap mencari umpan-balik dengan bertanya pada anak tentang bagaimana saya sebagai orangtua menurut perspektif mereka. Apakah sudah memenuhi harapan mereka? Apa yang kurang, apa yang mesti saya perbaiki, dan sebagainya. Kecuali pada acara rutin atau acara khusus terkait adat.
Ada dalam kebiasaan kami, orang Batak, untuk berkumpul pada acara tutup tahun. Beribadah. Pada pertemuan itu, ada kesempatan mandok hata -- istilah Batak yang artinya menyampaikan satu-dua patah kata. Mandok hata dilakukan berurutan. Dimulai dari yang paling muda (dalam tatanan adat, bukan usia) hingga yang paling tua atau dituakan.
Sesuai konteksnya, tutup tahun adalah acara untuk mengakhiri semua yang jelek sepanjang tahun yang segera berlalu. Semua yang buruk itu dikuburkan seiring dengan bergantinya tahun. Kemudian, semua membuat itikad baru untuk hal-hal yang baik dan lebih baik memasuki tahun yang baru.
Jadi, ketika mandok hata, pembicara akan menyampaikan hal-hal yang disyukurinya sepanjang tahun, mengucapkan terima kasih kepada Tuhan, orangtua, saudara-saudara semua untuk perhatian, kasih sayang, bantuan, dan sebagainya.
Pembicara tidak lupa mengekspresikan hal-hal yang dirasakannya kurang berkenan di hatinya. Berdasarkan pengalamannya, dia boleh mengakui apa saja kelakuannya yang menurutnya kurang pantas dan ingin dia perbaiki di tahun yang baru. Dia juga boleh memberikan saran atau masukan kepada orangtua dan saudara-saudaranya supaya lebih baik ke depan.
Ketika membaca konten dalam jurnal psikologi itu, saya terinspirasi bahwa ternyata evaluasi melalui anak perlu dilakukan sesering mungkin. Rutinitas setiap akhir tahun tentu saja baik. Tapi, tidak cukup untuk mengoptimalisasi evaluasi.