Mohon tunggu...
ERRY YULIA SIAHAAN
ERRY YULIA SIAHAAN Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis, guru, penikmat musik dan sastra

Menyukai musik dan sastra.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Berkaca pada Chiko dan Clarissa

18 April 2023   23:58 Diperbarui: 19 April 2023   16:15 348
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Artinya, jika saya, Anda, dan lainnya ke gereja hanya untuk mengucapkan keduanya itu, lalu pulang dengan hampa, seperti orang yang tidak mengerti apa-apa atau membiarkan diri seakan tidak berdaya untuk melakukan apa-apa, kita tidaklah lebih dewasa dalam iman dibandingkan Chiko dan Clarissa.

Mengalami Tuhan

Nainggolan menegaskan, sebagai orang yang dewasa dalam iman, kita tidak cukup mengetahui tentang Tuhan (baca: membaca dan menghafal), melainkan perlu “mengalami Tuhan”. Jika sekadar “mengetahui Tuhan”, lanjut Nainggolan, kita seperti anak kecil, yang tahu tentang Tuhan tetapi ketika mengalami pergumulan akan “merengek”.

Istilah “mengalami Tuhan” memang tidak disebutkan secara eksplisit dalam Alkitab. Namun, banyak nas dalam Alkitab yang mengatur bagaimana kita membangun dan menjaga relasi kita dengan Tuhan. Antara lain, kita harus mengasihi Tuhan dengan segenap hati (Ulangan 6: 5) dan percaya kepada-Nya (Yohanes 14: 1).

Penulis Mazmur 116 merupakan contoh orang yang “mengalami Tuhan”. Pada ayat 12 sampai 19 tertulis, “12 Bagaimana akan kubalas kepada TUHAN segala kebajikan-Nya kepadaku? 13 Aku akan mengangkat piala keselamatan, dan akan menyerukan nama TUHAN, 14 akan membayar nazarku kepada TUHAN di depan seluruh umat-Nya. 15 Berharga di mata TUHAN kematian semua orang yang dikasihi-Nya. 16 Ya TUHAN, aku hamba-Mu! Aku hamba-Mu, anak dari hamba-Mu perempuan! Engkau telah membuka ikatan-ikatanku! 17 Aku akan mempersembahkan korban syukur kepada-Mu, dan akan menyerukan nama TUHAN, 18 akan membayar nazarku kepada TUHAN di depan seluruh umat-Nya, 19 di pelataran rumah TUHAN, di tengah-tengahmu, ya Yerusalem! Haleluya”

Mazmur 116 ini mirip dengan isi Mazmur lain pada umumnya, yaitu ucapan syukur kepada Allah. Namun, pasal 116 sedikit berbeda, karena menyebutkan alasan khusus mengenai ucapan syukurnya tersebut, yaitu dia (penulisnya) hampir mati, dia berseru kepada Tuhan untuk keselamatan. Dia juga bernazar akan berterima kasih pada Tuhan di Yerusalem (baca: Bait Allah) dalam ibadah untuk belas kasihan, kasih karunia, dan keselamatan dari Allah.

Ayat 12 berupa pertanyaan “Bagaimana akan kubalas kepada TUHAN segala kebajikan-Nya kepadaku?” Itu sebenarnya pertanyaan yang sudah jelas jawabannya, bahwa penulisnya merasa tidak bisa membalas kebaikan Tuhan karena Tuhan telah membebaskannya dari kematian. (Mazmur 116 ayat 1 sampai 11 berisi nas tentang “Terluput dari belenggu maut”. Pada ayat 8 sampai 10 dikatakan, ‘”Ya, Engkau telah meluputkan aku dari pada maut, dan mataku dari pada air mata, dan kakiku dari pada tersandung. ku boleh berjalan di hadapan TUHAN, di negeri orang-orang hidup. Aku percaya, sekalipun aku berkata: "Aku ini sangat tertindas.”’)

Ada kemiripan bunyi nas pada ayat 14 dan 18, yaitu ”akan membayar nazarku kepada TUHAN di depan seluruh umat-Nya”. Di antara ayat-ayat itu ada pernyataan “Berharga di mata TUHAN kematian semua orang yang dikasihi-Nya.” (ayat 15). Ayat 15 itu mengingatkan, hidup kita berada dalam kasih dan pemeliharaan Allah. Kita semua akan mati, tetapi kita bisa tetap tenang karena percaya, bahwa tidak ada yang dapat mengakhiri hidup kita tanpa sepengetahuan Allah atau di luar kendali-Nya. 

Merujuk kamus, kata “mengalami” berarti belajar melalui suatu pengalaman. “Mengalami Tuhan” bisa dimaknai sebagai proses mengetahui, mengenal, menghayati, dan mengamalkan teladan berdasarkan Firman Tuhan atau melakukan apa yang Tuhan kehendaki, dalam rangka menjaga relasi kita dengan Tuhan.

Dengan “mengalami Tuhan” kita dapat hidup tenang, seperti penulis Mazmur 116, yang sudah di ujung maut karena ada ancaman akan dibunuh tetapi tetap bisa mengucapkan "Haleluya". Sebab, dia tahu, “Berharga di mata TUHAN kematian semua orang yang dikasihi-Nya.” 

Dengan berkaca pada Chiko dan Clarissa, mari kita merefleksi diri, tentang siapa kita dan sejauh mana kita “mengalami Tuhan”. Apakah kita masih mudah merengek, gampang tersinggung, hidup cemas dan takut, berdoa tetapi tetap tidak yakin? Ataukah, kita sudah seperti penulis Mazmur, yang tetap bersukacita karena benar-benar “mengalami Tuhan”, yang menuliskan perjumpaannya dengan Tuhan dalam kidung yang begitu indah dan mengakhirinya dengan "Haleluya"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun