Clarissa mendapatkan giliran pertama. Anak kedua Nyonya Sidauruk boru Manurung ini dengan lancar mengucapkan "Doa Bapa Kami" secara solo, disusul "Pengakuan Iman Rasuli" bersama Chiko. Chiko kemudian mendapatkan giliran mengucapkan ulang "Pengakuan Iman Rasuli" seorang diri.
Tepuk tangan kembali memenuhi ruangan. Kagum. Ikut senang. Berbagai perasaan dan komentar terdengar di sana-sini.Menurut Mama Chiko, anak-anaknya meminta sendiri untuk diajarkan doa dan pernyataan iman itu. Itu bermula dari seringnya mereka diajak ke acara ibadah untuk orang dewasa. Mereka mendengarkan ucapan itu dan bertanya, "Mama, itu ngomong apa?"
"Saya memberikan penjelasan kepada mereka. Mereka lantas minta diajari," kata Mama Chiko, yang mengacungkan tangan tatkala ditanya oleh pendeta, "Mana ibu mereka?" Mama Chiko dengan bangga maju ke depan, menggendong si bungsu yang masih bayi.
Metafora
Sampai di sini, saya teringat apa yang dikatakan oleh Pdt. Dr. T Hutahaean pada suatu kesempatan, yang membingkai kualitas iman dalam sebuah metafora. Ada iman bayi, ada iman dewasa.
Metafora ini selintas disinggung juga oleh Pdt. Monru Nainggolan dalam ibadah wilayah mingguan di Sektor 5 di mana saya tinggal, Selasa (18 April 2023) malam.
Seseorang dengan “iman bayi”, ketika melakukan kebaikan akan berkata, “puji dong” atau “mana hadiah untuk saya?” Dia juga selayaknya bayi, yang maunya “menyusu”, “merengek”, “kalau disentuh sedikit saja bisa ngamuk”, dan sebagainya.
Sedangkan seseorang dengan iman yang dewasa, ketika melakukan kebaikan, akan berkata, “terpujilah Tuhan yang memampukan saya dan telah lebih dulu mengasihi saya”. Dia tidak hanya mau menerima, tetapi juga memberi. Dia tahan uji. Tidak “merengek” bila menghadapi situasi yang kurang mengenakkan.
Metafora itu bisa diperluas dengan melihat iman bukan sebatas mengucapkan doa, menghafal Firman, datang ke gereja, melainkan melampaui itu semua. Seperti Firman Allah bilang, “Demikianlah tinggal ketiga hal ini, yaitu iman, pengharapan dan kasih, dan yang paling besar di antaranya ialah kasih.” (1 Korintus 13 ayat 13)
Berkaca pada Chiko dan Clarissa, apa yang kita lihat tentang diri kita?
Kita sama level seperti mereka, jika sebagai umat Kristen yang sudah dewasa, yang sudah mengenal-Nya berpuluh tahun, kita hanya tahu mengucapkan "Doa Bapa Kami" dan "Pengakuan Iman Rasuli", namun tidak menghayati dan tidak melakukannya.