Mohon tunggu...
ERRY YULIA SIAHAAN
ERRY YULIA SIAHAAN Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis, guru, penikmat musik dan sastra

Menyukai musik dan sastra.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Neri

13 April 2023   23:55 Diperbarui: 14 April 2023   09:41 247
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bright. (Foto: PixelsTalk.net)

"Akhirnyaaaa...," teriak Timirawati di balik tawanya yang lebar. Dia senang bukan kepalang bisa menemukannya kembali.

Timirawati masih memegang dompet itu ketika Widiawan datang. Widiawan marah sekali bahwa dompet itu ada di tangan Timirawati.

Widiawan mengira, Timirawati yang mengambil dompet itu tempo hari, lalu memasukkan uangnya ke dalam dompet itu sebelum dompet itu juga hilang.

Timirawati tidak sempat menjelaskan. Dompet itu sudah disambar oleh Widiawan yang marah-marah dan langsung memeriksa isinya, termasuk recehan di dalamnya. Widiawan juga kesal, karena dia paling tidak suka ada orang yang menggerayangi barang miliknya.

Melihat suasana tegang, orang kantor meminta mereka keluar untuk menyelesaikan persoalan pribadi.

"Mohon maaf, kami sedang ada pekerjaan," kata petugas. "Dompet dan uang sudah ditemukan. Sudah yakin bahwa itu dompet dan uang kalian, kan. Ya sudah, mungkin urusan selanjutnya di luar saja. Masih ada yang antre untuk urusan yang lain."

Terbawa emosi, si kembar tidak bertanya lagi kepada si petugas kantor, untuk minta penjelasan, siapa yang menemukan dompet itu atau bagaimana ceritanya sampai dompet itu bisa diinformasikan di papan pengumuman. Mereka malah berdebat, main tuduh-tuduhan dan masalahnya melebar menjadi konflik antar-geng. (Istilah geng di sini untuk melukiskan teman sekumpulan dari Timirawati dan Widiawan.)

***

Begitulah, orang-orang di tempat ibadah pecah menjadi dua kubu. Yang satu kubu Timirawati, yang lain kubu Widiawan. (Sebenarnya pecah menjadi tiga kubu, kalau kubu yang satu lagi, yang netral, ikut diperhitungkan.)

Anehnya, kalau mau curhat-curhatan, kedua kubu suka mampir di warung Neri. Memang lebih sering masing-masing kubu berkumpul pada waktu berbeda. Tapi, tidak jarang kedua kubu hadir di warung Neri secara bersamaan. Kalau sudah demikian, curhat-curhatan pun disuarakan dengan bisikan-bisikan.

Neri cukup tajam telinganya. Sebagai orang paling netral, dia paling aman mendekat tanpa dicurigai, baik ke kubu Timirawati maupun ke kubu Widiawan. Saat mengantarkan kopi panas atau teh tarik panas, dia mendengar, menyerap.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun