Mohon tunggu...
ERRY YULIA SIAHAAN
ERRY YULIA SIAHAAN Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis, guru, penikmat musik dan sastra

Menyukai musik dan sastra.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Emansipasi, dari Kamus sampai Kurir

6 April 2023   23:57 Diperbarui: 7 April 2023   15:50 322
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pengantar:
Tulisan ini dibuat untuk memenuhi tantangan Kamis Menulis -- salah satu kegiatan rutin Lagerunal (Cakrawala Blogger Guru Nasional). Tema minggu ini adalah 
"emansipasi". Tulisan ini sekadar utak-atik ringan dari seorang yang suka menggelitik bahasa. 

Mari bicara jujur. Ketika Anda disodorkan kata "emansipasi", apa yang terlintas di benak Anda? Ketika Anda kemudian diminta menuliskan sesuatu yang berhubungan dengan kata tersebut, apa yang akan Anda tuliskan?

Dari pengalaman saya, rata-rata responnya sama: Emansipasi dan Raden Ajeng (RA) Kartini.

Bisa dimaklumi. Seperti hari-hari ini, layaknya setiap kali kita bertemu dengan bulan April, kita diingatkan pada kata "emansipasi". Tanggal 21 April di Indonesia diperingati sebagai Hari Kartini -- hari lahir RA Kartini. Dia adalah perempuan keturunan (setengah) bangsawan, yang pada masanya banyak menulis soal perjuangan perempuan untuk bebas dari belenggu adat istiadat atau feodalisme, khususnya dalam hal pendidikan bagi perempuan dan menghindari mereka dari pernikahan poligami.

Kumpulan suratnya yang kemudian dibukukan di bawah judul "Habis Gelap Terbitlah Terang" banyak diwarnai dengan pemikiran dan perjuangannya demi kaum wanita di masanya. Itu sebabnya Kartini dikenal sebagai pejuang emansipasi.

Berdasarkan perjuangan Kartini itu, kita kemudian mencoba merefleksikan emansipasi sebagai sebuah capaian melalui kenyataan, yakni dengan menakar sudah sejauh mana emansipasi ditegakkan, khususnya setelah perjuangan Kartini dan perempuan-perempuan lain setelahnya.

Kata "emansipasi" terbingkai sedemikian rupa, hingga banyak yang menonjolkan kemajuan para wanita dalam berbagai bidang kehidupan sebagai jawaban atas refleksi tersebut. Misalnya, terjunnya perempuan ke bidang-bidang profesi yang sebelumnya didominasi oleh kaum lelaki atau dianggap tabu bagi perempuan. Seperti pilot, montir, kickboxer, stuntman, dan sebagainya.

Ada juga yang kemudian menakar capaian emansipasi dari segi kuantitas. Artinya, tidak cukup lagi membahas "pekerjaan apa saja" melainkan juga "berapa jumlahnya". Misalnya, berapa banyak perempuan yang menjadi pilot, montir, kickboxer, dan stuntman tersebut.

Jika semua profesi sudah dimasuki oleh perempuan, dan jika jumlah perempuan yang mengisi pekerjaan itu sudah seimbang atau bahkan melebihi jumlah lelakinya, saya tidak tahu, ragam refleksi yang bagaimana lagi akan dibahas ke depannya ketika kita bertemu bulan April.

Nalar saya yang liar merambah ke soal populasi perempuan yang kini jumlahnya melebihi populasi laki-laki. Dengan tak terbendungnya kekuatan perempuan di segala bidang, apakah suatu ketika justru gerakan emansipasi laki-laki yang muncul? Saya jadi nyengir, jujur.

Ini bukan suatu sinisme. Bukan. Di sini saya hanya mencoba meluruskan, bahwa pengertian emansipasi jauh lebih luas dari sekadar emansipasi perempuan, baik di Indonesia maupun di negara lain. Jadi, emansipasi perempuan adalah sebagian saja dari makna emansipasi itu sendiri. Emansipasi perempuan di Indonesia adalah bagian dari emansipasi perempuan secara global.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun