Misalnya, seseorang yang tidak belajar menjelang ujian dan kemudian tidak lulus. Orang itu bisa saja mengatakan, "Jika saya belajar, tentu saya lulus ujian" atau "If I had studied, I would have passed the exam" dalam bahasa Inggris.
"Tetapi"
Kata tetapi merupakan kata penghubung dua klausa yang bertolak-belakang. Kata ini digunakan untuk menimbulkan kesan kontras. Klausa pertama merupakan fakta, klausa berikutnya menggunakan kata tetapi untuk membantah atau menimbulkan kesan sebaliknya dari fakta itu. Persepsi positif, misalnya, menjadi negatif dengan hadirnya kata tetapi. Begitu sebaliknya, yang negatif menjadi positif. Kata tetapi juga bisa digunakan untuk menunjukkan sesuatu yang lebih mungkin daripada yang lain.
Berdasarkan pengamatan saya, penggunanya mungkin saja berkarakter normal atau seorang pegiat bahasa, mungkin juga tipe orang yang suka berdalih, tidak ikhlas menerima kekurangan diri, pendebat.
Dalam percakapan yang wajar, kata tetapi biasa digunakan untuk menimbulkan kontras. Pengguna bahasa sering memakainya untuk memperkuat argumentasi bahwa sesuatu yang disebut terdahulu itu tidak mutlak karena ada hal atau fakta yang lain yang melemahkannya. Contohnya, "dia cantik, tetapi dia jahat".
Kata "tetapi dia jahat" bisa menimbulkan persepsi bahwa fakta itulah yang lebih ingin ditekankan oleh penuturnya, atau lebih kuat, atau dianggap lebih perlu dipertimbangkan.
Kata tetapi bisa mengindikasikan karakter yang pesimis atau sedang mengelak sesuatu. Misalnya ketika seseorang ditunjuk sebagai ketua namun tidak bersedia dengan mengatakan, "Terima kasih, tetapi saya tidak mampu menerima jabatan ini".
Pribadi "playing the victim" adalah tipe orang yang suka berdalih. Alih-alih bertanggungjawab pada kekurangan atau kesalahannya, pribadi ini malah menunjuk orang lain sebagai yang bersalah. Pribadi ini sering mengungkapkan alasan-alasan untuk menghindari tanggung-jawab itu. Mereka banyak menggunakan kata tetapi untuk membela diri.
Kata tetapi bisa membentuk suatu argumentasi. Misalnya ketika seseorang ingin membantah pendapat orang lain, seperti dalam debat ilmiah.
Begitulah. Satu kata memiliki kekuatan dahsyat untuk mempengaruhi makna, suasana, dan emosi. Satu kata bisa mencerminkan karakter seseorang atau persepsi yang ingin ditimbulkannya pada petutur. Satu kata bisa menjadi kutukan, bisa menjadi berkat. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H