Mohon tunggu...
ERRY YULIA SIAHAAN
ERRY YULIA SIAHAAN Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis, guru, penikmat musik dan sastra

Menyukai musik dan sastra.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Cukup Satu Kata

28 Maret 2023   01:11 Diperbarui: 28 Maret 2023   08:09 165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Foto: Free Images)

Satu kata memiliki kekuatan yang dahsyat. Cukup satu kata untuk mengubah makna suatu kalimat, memporakporandakan suasana, mengusik emosi orang, menimbulkan pertengkaran, bahkan menjadi sebuah kutukan atau sebaliknya berkat.

Satu kata bisa dicurigai biang redundansi atau pengulangan makna. Efeknya bisa mengganggu ketenangan pegiat semantika. Ujung-ujungnya, muncul vonis bahwa kata itu harus dihapuskan atau dipangkas. "Sangat yakin sekali", contohnya. Kata sangat dan sekali merupakan pengulangan makna. Pilih saja salah satu, kata yang peka tata bahasa.

Satu kata bisa memutarbalikkan fakta. Dari yang positif menjadi negatif, atau sebaliknya. Ini selera para pendusta atau narasumber yang tidak kredibel, panjang mulut tapi kurang sabar untuk mericek dulu, gegabah, tukang fitnah.

Kata tidak, misalnya, jika ditambahkan pada kata lain bisa menjungkirbalikkan arti. "Makan" dan "tidak makan" bertolak-belakang. Makin ribet urusannya jika terkait hal-hal peka, seperti soal pekerjaan, etika, profesi, adat, dan semacamnya.

Satu kata bisa menjadi penambah rasa atau mencegah kehambaran kalimat. Jika keterangan tempat dalam sebuah kalimat kehilangan kata di atau ke, kalimat terasa hambar, seperti ada yang kurang. Bahkan, bisa merusak rasa atau bikin nggak karuan. Yang direncanakan semula "manis" malah menjadi "pahit". Misalnya, "Saya makan rumah", padahal maksudnya "Saya makan di rumah".

Sebuah kata bisa memperkuat pesan dalam kalimat. Ketika ada dua klausa yang bertolak belakang, kehadiran kata tetapi di antara keduanya membuat rasa bahasa menjadi lebih pas. "Mereka pandai, mereka jahat" akan lebih lezat bila dituliskan "Mereka pandai, tetapi mereka jahat".

Satu kata bisa membuat seseorang tersanjung atau terhina, gembira atau bersedih. Satu kata bisa menimbulkan kemarahan. Kata yang bersifat kasar, meskipun hanya satu, cukup untuk menusuk perasaan seseorang, bahkan melahirkan dendam. Kata gebug yang dilontarkan oleh Presiden Soeharto pada 1995, yang ditujukan pada mereka yang mendalangi demo terhadap dirinya di Jerman, menjadi kata sindirian buat Soeharto hingga sekarang.

Satu kata bisa mencerminkan kejiwaan atau karakter seseorang, kebiasaan atau kesukaannya. Tingkat penguasaan dirinya. Penutur yang kerap menggunakan kata goblok dalam berinteraksi, sebenarnya secara tidak langsung sedang menunjukkan "siapa" dan "bagaimana" dirinya. Orang yang latah juga sebenarnya bisa dinilai sebagai "siapa" dari diksi yang dilatahkannya.

Satu kata tidak bisa mengubah fakta, tetapi bisa mengubah cara orang mempersepsikannya. Misalnya, pada kata-kata yang bersifat propaganda. Kita bisa mengatur satu kata untuk digunakan atau tidak. Menggunakan dengan sengaja satu kata pasti memiliki tujuan. Menggunakannya secara tidak sengaja, menunjukkan tingkat kedewasaan seseorang.

Selanjutnya, mari kita simak lebih dekat apa yang dinyatakan oleh kata jika dan tetapi dalam konteks ini.

"Jika"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun