Mohon tunggu...
Nitaninit Kasapink
Nitaninit Kasapink Mohon Tunggu... -

Jari lebih bisa banyak bicara dibanding mulut bersuara

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Perempuan Dan Dendam

10 Desember 2014   23:39 Diperbarui: 17 Juni 2015   15:35 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

"Aku hanya ingin pergi menyelesaikan ini semua. Aku hanya ingin menyelesaikan hingga tuntas", ujarku pada diri sendiri sambil menyelipkan sebilah pisau di pinggang, dan sepucuk senjata api di sepatu boots yang kukenakan. Senyum manis tetap tergambar di bibir yang selalu polos tanpa warna lipstick.

"Aku berangkat. Dia harus diselesaikan. Malam ini, harus selesai. Aku berangkat, jangan cegah aku", aku mengambil jaket hitam kesayangan, lalu mengambil helm hitam fullface milikku. Senyum tetap ada, dan tetap sama seperti sebelumnya.

Suara motor keras menghantam gendang telinga. Aku memacu motor dengan cepat, seperti biasanya. Aku sama sepertimu, seorang perempuan yang mencintai anak-anakku, tapi juga seorang perempuan yang keras. Selalu terselip sebilah pisau dan sepucuk senapan kecil. "Ini cuma sebagai penjagaku, pelindungku, bukan sebagai pemeran utama dalam masalah. Jangan khawatir, aku menggunakannya hanya jika dalam situasi terdesak saja. Aku bukan seorang yang konyol, yang selalu menggunakan kekerasan dalam penyelesaian masalah. Tapi aku juga bisa saja menggunakannya sewaktu-waktu, tanpa bisa diprediksi", itu penjelasanku pada teman-teman yang mengetahui kebiasaanku itu. Aku seorang perempuan dengan rambut coklat, penyuka es kopi hitam pahit, dan perokok. Tapi apakah aku salah jika menjadi diri sendiri?

Berhenti di muka sebuah rumah mungil, pintunya tak dikunci. Aku masuk, dan kulihat dia duduk di sebuah kursi sambil membaca sebuah tabloit.

"keluar. Tunjukkan padaku kehebatanmu, tunjukkan sesumbarmu yang berkata akan membunuhku dan anak-anakku", aku berkata sambil meletakkan pisau di lehernya. Dia tersentak kaget. Laki-laki dengan perawakan tinggi besar, sparing partner saat latihan beladiri itu benar-benar terkejut.

"Ada apa? Jangan emosi", ujarnya gugup.

"Takut? Ini pisau yang kubeli tahun lalu, kamu juga mengetahui seberapa tajam pisau ini", kataku sambil tertawa.

Terdengar jeritan perempuan di dalam rumah, menyebut nama Tuhan, dan berteriak akan memanggil poisi. Aku cuma tertawa. Pisau tetap berada di lehernya, dan dia berjalan menuju luar, dengan aku berada di belakangnya yang tetap siaga.

"Tunjukkan sekarang nafsu ingin membunuhmu. Ayo", aku berkata tegas sambil membuang pisau.

"Jangan emosi", ujarnya.

"Takutkah? Aku juga tangan kosong sama sepertimu. Aku bukan pengecut yang bisanya mengancam!"

Jeritan perempuan itu masih saja terdengar, tapi anehnya tak seorang pun mendengarkan. Banyak orang berkumpul di depan rumahnya, tapi tak seorang pun membantunya. Hanya tegak diam, menonton perkelahian yang terlihat tak seimbang. Aku seorang perempuan dengan tubuh kecil, sedangkan dia seorang lelaki tinggi besar! Tapi mungkin jadi terlihat seimbang, karena aku bisa menangkis serangannya, dan bisa membalas serangan. Hingga kulihat dia mengambil pisau yang tadi kulempar. Tawanya licik. Senjata api kecilku kukeluarkan dari boots. Perlahan tapi pasti kuarahkan pada dirinya, sambil tersenyum.

Selesai, semua ini selesai. Tubuhnya yang terkapar bersimbah darah bukan lagi ancaman untuk aku dan anak-anakku... Polisi? Itu urusan nanti. Bos Cosa Nostra tempatku bergabung selalu membantuku dalam situasi seperti ini. Yang terpenting, anak-anakku dalam keadaan aman. Jeritan perempuan tak ada lagi. Raungan motorku memecah malam yang hening... Anak-anakku pasti sudah terlelap. Dan aku masih dalam perjalanan menuju base camp Costa Nostra... "Selamat tidur, sayang, mama pulang setelah ini", bisikku dalam hati.

*****

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun