Mohon tunggu...
Er Pnambang
Er Pnambang Mohon Tunggu... -

"Sebab hidup tak semudah ketika anda bercerita, menulis atau berkomentar, mengecil diri kadang bisa mengisar setapak...". Tapi, kok serius sekali saya kayaknya ya? Di Kompasiana saya cuma pengen satu hal; ketawa; entah menertawakan atau ditertawakan...hahahahahahahahhhahahahahahahhhahahah

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Tombo Ati (Sekali Lagi)

17 Agustus 2010   17:31 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:56 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

”Ya nggak licik, ndak kejam!”. ”Lho?”. ”Lha apa nggak lebih licik kita-kita ini, coro-coro, kelas kecoa yang sok bener, sok bersih, padahal nggak bersih-bersih amat? Giliran kalau disebut orang lain coro, licik, kotor, nggak mau? Licik-nggak licik, kejam-nggak kejam, benar-salah pada akhirnya cuma karangan kita. Kalau ada kebathilan nggak mau merangi. Alasannya merasa bersih dengan diam saja atau bahkan dengan sok bilang ’sudah begitu dharmanya’!”.

Saya terus diam, seperti terus-nya ceramah teman saya

”Krishna itu dengan yakin menerima Baratayudha. Baratayudha memang harus terjadi. Menerima itu juga bukan diam, tapi melakukan sesuatu. Mungkin saja dia tahu, dia akan dikenali oleh kita sebagai yang paling licik di sepanjang cerita Mahabharata, mengalahkan Sangkuni. Tapi apa pentingnya buat tujuan hidup? Hidup itu kadang tidak bisa bersandar kepastian logika, makanya Kanjeng Nabi Muhammad bersabda sebaik-baik masalah adalah yang tengah; tidak sok benar, tidak sok salah. Bagi saya, cerita Khrisna mengajari kita pada ketidakpastian; bersikap tengah-tengah; melampaui benar dan salah! Kalau hidup tidak pasti, kita jadi sadar ada Tuhan di balik kehidupan. Kalau hidup tidak pasti, yang penting adalah bagaimana merasa dan mendengarkan hati. Masalahnya kemudian apa hati kita sehat?”

”Wah mana saya tahu mas?”, jawab saya. ”Makanya salah satu wali di Jawa berpesan soal obat hati...Karena dengan hati, Gusti alloh nyembadani, Gusti Alloh mencukupi” katanya. “Wah beneran mas?” tanya saya. “Lha iya, yang dhawuh itu kelasnya sudah kanjeng sunan. Sunan itu kan...”. ”Nggak begitu maksud saya!” potong saya. ”Maksudmu?”. ”Kira-kira, dengan mengobati hati kita jadi cukup duit pas mau beli hotel nggak ya mas? Sama ini mas, kalau bisa, cukup uang buat beli mobil, terus...apalagi ya? Oya, cukup buat beli klub sepakbola yang tipe wordclass. Piye mas?” []

*) membaca tulisan lawas dan memostingnya sekali lagi dengan sedikit modifikasi. Untuk teman berziarah diri malam ini...semoga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun