Mohon tunggu...
Erny Erawati0203
Erny Erawati0203 Mohon Tunggu... Freelancer - Pembelajar

Hobi menulis. Saat ini menulis di blog kompasiana.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Parenting dalam Keluarga

20 Oktober 2024   14:48 Diperbarui: 20 Oktober 2024   14:51 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat ini kita dihebohkan oleh seorang artis yang berkonflik dengan anak kandungnya. Hubungan anak dan ibu tersebut sempat terputus, tapi alhamdulillah saat ini dalam proses menuju hubungan yang baik. Dalam tulisan ini saya tidak membahas kronologis konflik hubungan antara anak dan ibu tersebut, tapi saya menyoroti tentang pola asuh atau parenting yang biasa dilakukan dalam sebuah keluarga.

Adanya konflik ataupun tidak antara anak dan orang tuanya, keberhasilan seorang anak dalam bidang akademik maupun kehidupan bermasyarakat, dan prestasi lain yang diraih seorang anak tidak terlepas dari pola asuh atau parenting dalam keluarga. Apa yang dimaksudkan dengan parenting dalam keluarga?

Parenting diambil dari sebuah kata bahasa Inggris yaitu parent, yang berarti orang tua. Dalam bahasa Inggris, kata imbuhan ing memiliki arti kata kerja yang bermakna sedang melakukan sesuatu. Jadi makna parenting berdasarkan kosakata aslinya adalah orang yang sedang melakukan aktivitas sebagai orang tua.

Defenisi tentang parenting atau pola pengasuhan banyak kita temukan. Diantaranya, berdasarkan  Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pengasuhan adalah proses, cara, perbuatan mengasuh. Kamus Oxford, pengasuhan adalah : the activity of bringing up a child as a parent (proses membesarkan anak yang dilakukan oleh orangtua). Sedangkan dari Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (kemendikbud), pengasuhan adalah proses interaksi antara orang tua dan anak dalam mendukung perkembangan fisik, emosi, sosial, intelektual, dan spiritual sejak anak dalam kandungan sampai dewasa.

Sumber : pixabay. foto
Sumber : pixabay. foto

 Defenisi lainnya berasal dari Masud Hoghughi yang menjelaskan bahwa pengasuhan merupakan hubungan antara orang tua dan anak yang multidimensi dan dapat terus berkembang. Pengasuhan ini mencakup beragam aktifitas dengan tujuan agar anak mampu berkembang secara optimal dan dapat bertahan hidup dengan baik. Dengan demikian maka pengasuhan meliputi pengasuhan fisik, pengasuhan emosi dan pengasuhan sosial.

Berdasarkan defenisi yang telah disebutkan, maka proses pengasuhan dalam keluarga sangat penting untuk diperhatikan. Mengasuh anak pada masa sekarang tentu berbeda dengan zaman dahulu. Orang tua tidak dapat berkiblat pada pola pengasuhan masa lalu, karena tentu saja zamannya berbeda. Oleh karena itu sebelum membimbing dan mengasuh anak, perlu memiliki ilmu terlebih dahulu. Bagaimana pola pengasuhan atau parenting yang baik dalam keluarga? Berikut ini beberapa cara yang dapat dilakukan dalam parenting keluarga diantaranya :

  • Memiliki niat dan tekad yang kuat. Orang tua perlu niatkan dalam diri dengan sungguh-sungguh, bahwa akan mendidik anak dengan sebaik-baiknya dengan pola pengasuhan yang tepat. Dengan niat yang sungguh-sungguh, memori untuk mengasuh anak dengan baik akan terekam dalam otak.
  • Menjadi teladan yang baik. Keteladanan dari orang tua sangat diperlukan anak. Hal ini karena di jaman sekarang banyak konten negatif yang masuk melalui media sosial. Oleh karena itu, orang tua perlu memberikan teladan yang baik dalam bertutur dan bersikap. Jika orang tua mampu menjadi teladan yang baik, maka karakter yang terbangun pada anak akan menjadi positif.
  • Buat aturan dan batasan yang sehat. Agar anak memahami cara berperilaku yang baik dan bertanggung jawab, maka buat aturan untuk makan, tidur, bermain, dan aktivitas lainnya. Agar efektif perlu dijelaskan alasan adanya aturan tersebut. Sebaiknya aturan tersebut dibuat bersama anak. Agar aturan bisa dijalankan dengan baik maka perlu ada sanksi yang dibuat bersama sehingga anak tidak keberatan untuk melaksanakan sanksi tersebut.

Sumber : pixabay. foto
Sumber : pixabay. foto
  • Bangun komunikasi positip. Komunikasi dua arah yang hangat membuat anak merasa dihargai dan diinginkan keberadaanya. Disamping itu mengajari anak cara berkomunikasi yang baik dengan orang lain. Dengan begitu, ia tumbuh menjadi anak yang ceria dan percaya diri. Oleh karena itu sesibuk apapun orang tua, usahakan luangkan waktu untuk mengobrol dan tunjukkan antusiasme serta kontak mata yang hangat saat menanggapi cerita dari anak.
  • Menyediakan lingkungan yang baik. Tidak hanya orang tua yang berperan besar pada karakter anak, lingkungan pun mempengaruhi juga. Seperti sekolah, teman bermain, tempat kursus dan lainnya. Oleh karena itu, pastikan lingkungan di sekitar anak dapat mendukung sifat positip anak.
  • Tanamkan sikap percaya diri dan membuat keputusan sendiri. Sikap percaya diri sangat penting agar anak mudah beradaptasi, berani mencoba hal baru, mau berusaha mencapai keinginannya, dan merasa bangga atas segala bentuk pencapaiannya. Agar anak percaya diri, tanamkan pada dirinya bahwa setiap anak adalah individu yang unik dengan kelebihan dan kekurangannya sehingga ia tidak perlu malu menjadi dirinya sendiri. Dengan adanya sikap percaya diri membuat anak berani dalam mengambil keputusan. Kemampuan mengambil keputusan (decision making skill) akan membantu anak memahami bahwa ia memiliki kontrol atas kehidupannya sendiri agar bisa bertanggung jawab untuk dirinya sendiri.
  • Ajarkan kemampuan mengelola emosi dan memiliki sikap yang tangguh. Anak yang memiliki keterampilan regulasi emosi yang baik menunjukkan performa yang lebih baik dalam lingkungan sosialnya. Ajarkan anak untuk menenangkan diri saat dihadapkan pada situasi yang tidak diinginkan dengan cara menarik napas dalam atau menghitung mundur. Kemampuan tetap tenang dan fokus selama situasi menantang, memungkinkan anak untuk lebih efektif memecahkan masalah dan berinteraksi dengan orang lain. Selain itu, anak yang belajar mengelola emosi sejak dini cenderung memiliki kesejahteraan mental yang lebih baik di kemudian hari. Kemampuan mengelola emosi dengan baik, akan menyebabkan anak tangguh dalam menghadapi berbagai macam masalah yang dihadapi. Demikian tulisan saya untuk kompasiana, semoga bermanfaat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun