Salah naik kereta, ini pertama kalinya kejadian memalukan namun cukup berkesan terjadi juga. Sebabnya apa? Cuma karena saya tetap saja tak bisa mengingat ujung pangkal kereta ini yang mana, antara kepala dan bututnya menghadap mana. Maklum saat itu saya membawa 3 orang bocah dengan 3 koper dan 2 tas barang.Â
Jangan dibayangkan sekarang, karena saya akan mulai bercerita. Oh sebelumnya, disclaimer dulu yak. Ini adalah kali ke sekian saya naik kereta api, namun entah karena efek rempong dengan anak dan barang, ataukah nervous semata, sehingga bisa salah naik kereta.
Liburan Ke Jogya
Ceritanya bulan Februari awal tahun ini, saya mengajak ketiga anak saya untuk liburan ke Jogja. Berangkat dari Surabaya Gubeng dengan Kereta api menuju stasiun Lempuyangan Jogyakarta. Seingat saya waktu itu kami mengambil kereta api Sri Tanjung Pukul 14.18.
Dengan barang bawaan berupa 3 koper dan 2 tas oleh-oleh, tentu saja saya harus ekstra memperhatikan tidak hanya barang tapi juga para bocah ini. Meskipun yang paling besar sudah SMA, namun ini pertama kalinya ia bepergian ke luar daerah. Jangan tanya dua bocah yang masih SD, yang sepanjang jalan hampir selalu ada saja keributan yang dibuat.
Menunggu sekitar 1 jam di stasiun saya gunakan untuk mengedukasi bocah ini, agar tak sembarangan ketika memasuki gerbong dan meletakkan barang. Alhasil, ketika waktu keberangkatan sudah dekat, dengan sedikit nervous saya bertanya kepada petugas stasiun.
"Pak, yang ke jogya masih belum tiba ya keretanya, ini sudah 14.15" tanya saya, petugas menjawab dengan menjelaskan bahwa 2 kereta lagi, dan kereta ketiga itulah Sri Tanjung yang menuju ke Jogya.Â
Namun dasarnya emak-emak, entah mengapa pikiran saya kembali punya ide lain, bahwa saya ingin tahu arah kereta apinya, untuk mengetahui dimana harus menunggu. Tujuannya satu, supaya tak terlalu jauh berjalan menaiki gerbong sesuai tiket. Saya pun mulai menghitung, satu kereta, dua kereta, ah kereta ketiga pun tiba.
Salah Naik Kereta
Tanpa basa-basi, saya langsung komando anak-anak saya untuk segera naik ke gerbong kereta nomor 2, dan memperhatikan mereka mengikuti saya. Setibanya di dalam, saya langsung mengatur koper di kompartemen atas dan selanjutnya meminta anak-anak duduk di tempatnya. Dari sinilah tragedi dimulai.
Ketika nomor kursi anak saya telah ada penghuninya. Dengan sopan setengah  ngos-ngosan, sayapun menegur si mbak-mbak yang wajahnya chines itu.
"permisi mbak, maaf ini kursi anak saya, 13 A." tegur saya sambil menunjukkan tiket. Si mbaknya kaget sambil mengeluarkan juga tiketnya, dan memang nomor yang tertera pun sama. Kami sama-sama kagetnya.
Tak hanya itu, tiba-tiba tempat duduk saya pun di duduki seorang ibu dan anaknya. Sayapun berbalik dan bilang bahwa itu kursi saya, sambil mengeluarkan tiket. Si ibu pun terkejut dan mengeluarkan tiket juga, lagi-lagi dengan nomor yang sama, 11C dan 11 D. Kami semua sama-sama bingung dan tak mengerti.
Sampai akhirnya, seorang bapak yang tak jauh dari kami pun mendekat dan berusaha membantu. Iya, untuk memahami apa yang terjadi dan mengapa bisa begini. Awalnya ia memeriksa tiket mbak china tadi, kemudian tiket si ibu dan anaknya. Kemudian tibalah giliran tiket saya yang dilihat
"Permisi mbak, mungkin bisa saya lihat tiketnya?" tuturnya sopan, dan saya pun dengan bersemangat dan percaya diri menunjukkan tiket tersebut. Namun kemudian,
"Mbak, mbak salah naik kereta. Ini tiketnya ke Jogya, kereta api ini mau ke Jakarta," sahut si bapak terbelalak.
Sayapun kaget tak karuan, kemudian barulah sadar mengapa sampai ada 3 orang dengan nomor kursi yang sama. Di tengah kagetnya saya, si bapak melanjutkan lagi dengan terburu-buru
"mbak, kereta ini sebentar lagi akan berangkat, sebaiknya segera turun," tuturnya lagi mengingatkan,
Tanpa 123, saya pun menurunkan koper-koper dan meminta anak-anak segera ke pintu gerbong untuk turun. Aksi heroik kami untuk berusaha turun tentu saja disertai deg-degan, khususnya saya.
Koper ukuran kecil di geret oleh anak saya yang SMA, tas oleh2 dibawa anak kedua, koper kecil satu digeret oleh si bungsu, dan saya sendiri dengan koper dan tas oleh-oleh yang lain. Kami berlari dengan tergesa-gesa ke pintu gerbong, dimana tangga besi ternyata sudah di pindahkan.
Alhasil, seorang petugas yang melihat kami harus turun segera mendekatkan kembali tangga besi dan membantu anak-anak saya turun dari kereta. Hingga saya sadar bahwa selang semenit sampai di kursi tunggu, kereta api Sri Tanjung yang kami tunggu pun tiba.
Saya saling pandang dengan anak sulung saya, yang masih mengap-mengap karena kaget. Meskipun sedikit misuh-misuh, namun kami tertawa-tawa mengingat peristiwa tadi. Apalagi saya sadar, saya tak membaca nama kereta api yang saya naiki, jujur menurut saya tulisannya kadang kecil, hehe.
Pada akhirnya, setelah naik ke kereta api Sri Tanjung tujuan Jogya, anak-anak kegirangan. Ini adalah kali pertama mereka naik kereta api, menurutnya ini lebih menyenangkan daripada naik pesawat.
Belum lagi sepanjang perjalanan banyak pemandangan cantik dan baru yang mereka lihat. Perjalanan selama kurang lebih 6 jam itupun menjadi pengalaman tak terlupakan bagi mereka. Apalagi dengan cerita salah naik kereta, yang hampir membawa kami ke Ibukota Jakarta.Â
*Pengalaman berharga yang tak terlupakan. Ngarepnya sih, tiket ekonomi dibanyakin, soalnya pas pulang, saya dapat yang lumayan mahal untuk 4 orang.Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI