Mohon tunggu...
Erniwati
Erniwati Mohon Tunggu... Penulis - ASN Yang Doyan Nulis Sambil Makan, Humas Kanwil Kemenkumham NTB

Traveling dan dunia tulis menulis adalah hal yang paling menyenangkan. Memberi manfaat kepada masyarakat melalui edukasi adalah hobby.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Bandung, I'm Coming!

22 Agustus 2024   18:55 Diperbarui: 22 Agustus 2024   19:09 15
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Leny baru saja tiba di Jakarta, tujuannya untuk ikut ujian kompetensi dari kantornya. Terbang selama 2 jam yang melelahkan, belum lagi dengan macetnya kota Jakarta di hari Senin. Melintasi jalanan kota yang penuh kendaraan berseliweran menuju ke Cinere, 1,5 jam terasa sangat lama.

Setelah tiba di kampus, ia langsung menelpon Mami, sosok ibu angkatnya yang tinggal di area kampus. Maklum saja kebanyakan pengajar di sana memang disediakan flat atau asrama khusus. Pasalnya mengandalkan datang on time dengan situasi macet ala kota besar ini pastilah akan sangat menyiksa

Tentang Mami, dia tidak punya anak, hanya seorang keponakannya yang bernama Talita, kebetulan sedang liburan menemaninya di flat pengajar hari itu. Leny yang sudah mengabari tentang kedatangannya pun langsung menuju asrama pengajar yang terletak di bagian belakang kampus.

Sampai di pintu Talita menyambut dengan hangat, maklum ini bukan pertama kalinya Leny bertemu dengannya. Tepat pukul 4 sore, selang 2 jam kemudian, Mami pulang dari mengajar dan mulailah tiga orang perempuan dari dimensi umur yang berbeda, berbagi cerita.

"Ko sudah makan, Len?" tanya Mami dengan logat Ambon yang kental, Leny mengagguk dan membongkar barang-barangnya di atas sofa. Sambil mendongak menatap Mami dan Talita, iapun berkata

"Besok pembukaan jam 8 pagi, lanjut ujian, Mam."

"Lalu?" tanya Mami lagi

"Test Mansoskul dan sejenisnya." jawab Leny sambil mulai memperhatikan seantero ruangan. Mata Leny tertumbuk pada banyaknya barang-barang yang terpajang entah digunakan atau tidak. Tangannya meraih gagang kulkas dan matanya seketika terbelalak, 

"Mam, ini kulkas apa tempat sampah?" teriak Leny yang disambut dengan tatapan meringis Talita. Mami menoleh dan tak kalah kaget,

"Apa yang tong sampah? Itu kulkas, bodo nih" sahutnya melotot ke arah Leny.

"Kulkas tidak begini, ini tong sampah. Pokoknya malam ini kulkas harus buang!" sahut Leny sambil menutup kulkas. Mamy masih menggerutu tidak setuju. Menurutnya, kulkas itu msih berfungsi meskipun bagian penutup freezernya sudah pecah dan bunga esnya sampai meluber.

Namun Leny sudah ahli menghadapi mami yang keras kepala, dia tak mau tahu. "Jangan piara penyakit, kulkas buat diri sendiri saja susah dibeli" tutup Leny sambil masuk kamar dan istirahat.

Keesokan harinya, setelah selesai pembukaan dan test uji potensi, pukul 2 siang Leny sudah kembali ke asrama. Mami yang kebetulan tidak mengajar mengerutkan dahi dan bertanya, apakah sudah selesai.

"Ternyata aku hanya dapat jatah satu hari saja, besok dan lusa kosong. Jadi aku bisa bersihkan rumah ini dan buang kulkas lalu pergi beli kulkas baru. Kasi kartu," sahut Leny menodongkan tangan ke arah Mami, meminta kartu debit untuk belanja.

"Padahal itu kulkas masih bagus, iyo sudah. Cari yang harga 1,7jt saja. Tada uang ini" sahut Mami mendengus kesal, namun memberikan juga kartu ATM nya dengan sukarela. Leny geli sendiri melihatnya. Pemandangan yang sudah sangat sering dan menghibur, sosok keras kepala ini yang selalu kalah menghadapinya.

Benar saja, dari sore hari Leny dan Talita mulai beberes, menyingkirkan barang-barang yang terpajang tak perlu, tertumpuk entah untuk apa. Mengeluarkan kulkas jelek yang sudah sangat memprihatinkan isinya, lalu meskipun sudah jam 8 malam Leny beli kulkas dengan COD, gesek kartu dari rumah.

Malam itu juga kulkas baru sudah terpasang, rumah sudah lebih rapi dan leluasa. Berbagai perkakas tak diperlukan sudah dibuang dan disumbangkan. Talita senyam senyum senang sambil berbisik, "untung kakak Leny datang, dari kemarin su bilang Tama supaya ganti kulkas, tapi Tama marah" tuturnya,

Namun alangkah kagetnya dua orang itu ketika tiba-tiba Mami keluar kamar dan mulai mengomel, melihat Leny dan Talita asyik leyeh-leyeh di sofa ruang tamu. Seketika suara menggelegarnya keluar,

"Kalian berdua itu benar-benar aneh, orang tu datang Jakarta pergi jalan sana, ke mana kek. Ini malah seharian di rumah, aneh-aneh saja anak-anak ini," komentarnya. Talita menyahut dengan sura kecil dan hampir tak terdengar,

"Mo kemana Tama? Di sini sana macet, kita pingsan di jalan ada jua", 

"Kau itu anak gadis, pergi jalan-jalan sana, ajak si Leny itu. Seharian bertapa di rumah tak bosan kah?" sahutnya sambil melotot

Leny yang geli melihat percakapan mereka akhirnya tak tinggal diam, iapun menyahut sambil mendekati Mami yang masih menyeruput tehnya.

"Hey Talita, bagaimana kalo kita ke Bandung saja. Berangkat besok pagi-pagi, lalu pulangnya sore atau malam?"

"Ha, betul itu kaka Leny. Boleh Tama?" tanya Talita menoleh ke arah Mami. 

"Nah itu betul baru bagus itu, pi pergi sudah kalian berdua sana ke Bandung. Talita, cari tiket sekarang, pake yang panoramic sekalian biar kalian jalan-jalan sana. Pulangnya nanti pake Woosh, Sudah nanti semua aku yang bayar" tutur Mami cepat

Leny hampir tak percaya akhirnya bisa ke Bandung juga, tempat yang ingin dan sangat ingin dikunjunginya bertahun-tahun. Dan bukan susah-susah dengan duit pribadi, melainkan gratis semua tiketnya di tanggung Mami. Dalam hati ia berteriak kencang, 'Bandung, Im Coming!'

Dan seketika malam itu tiket panoramic dari Stasiun Gambir ke Bandung terbeli. Leny paham betul mengapa Mami melakukan itu, meskipun mengomel dengan nada tinggi, namun sebenarnya Mami ingin berterima kasih atas aksid beres-beres rumah hari ini. Baginya, keributan kami berdua adalah hal yang langka. Entah kapan mereka akan bertemu lagi dan adu komentar hingga malam. Keesokan paginya, Mami sudah bangun dan langsung duduk di kursi. Memanggil Leny dan menyerahkan uang tunai dengan rincian, untuk beli tiket balik Woosh, untuk jajan selama di Bandung sekalian.

Singkat cerita, Leny yang tak pernah membayangkan akhirnya pagi-pagi naik kereta wisata panoramic juga ke Bandung. Selama 3 jam di atas kereta, akhirnya tiba di Bandung dan langsung menyusuri jalanan kota kembang yang legendaris itu. Cita-citanya untuk menjejakkan kaki di Jalan Asia-Afrika, di Braga, di Lembang, di Cibaduyut, dan melihat bagaimana suasana Bandung.

Bahkan yang tadinya akan pulang hari yang sama, akhirnya disuruh menginap juga. Besok pagi balik Jakarta dengan kereta Woosh yang kekinian, dengan kecepatan 3x kereta panoramic, mereka berdua balik Jakarta hanya dalam waktu 30 menit saja. Ah sungguh tak pernah terbayangkan sama sekali. Akhirnya backpackeran ke Bandung dengan seorang teman terwujud juga. Tak ada drama dikejar tugas, tak juga di telpon atasan. Apalagi kehabisan uang jajan di jalan.

Hidup memang penuh misteri, habis beres-beres rumah dan buang kulkas tua, kemudian diomeli dan tiba-tiba disuruh pergi liburan ga pake duit sendiri. Leny berfikir, niat baik memang cepat sekali diberi balasan baik oleh Tuhan. Meskipun demikian, pada moment ketika hari berikutnya Leny harus pulang, hatinya berat juga.

Malam itu, malam terakhir mereka akan berbincang dan makan bersama. Setelah puas bercerita tentang aksi jalan keliling kota Bandung, dan Leny memberikan beberapa nasihat ala anak-anak untuk Mami.

"Nanti kalau aku pulang ingat kulkas itu jangan kasi kotor Mam, makanan taruh pake wadah. Khusus ikan-ikan dan yang wajib beku kasi taruh di freezer. Jangan beli barang yang ga perlu, tumpuk makanan kemasan sampai bulanan, mubazir itu". tutur Leny sambil packing baju-baju kotor ke dalam koper

"Iya nonis, sudah tahu. Tapi kalau aku tidak malas ya, tau kan ngajar sampai sore, capek". jawab Mami senyam senyum.

Keesokan harinya, Leny pamit untuk kembali ke Makassar. Dalam hatinya ia selalu tahu Mami akan sedih ketika melepasnya pergi, namun ia juga tak khawatir. Karena sebenarnya Mami terbiasa dengan sendiri, menyukai ketenangan. Keributan beberapa hari kemarin hanyalah hiburan baginya.

*Percayalah, rejeki tak akan kemana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun