Mohon tunggu...
Erniwati
Erniwati Mohon Tunggu... Penulis - ASN Yang Doyan Nulis Sambil Makan, Humas Kanwil Kemenkumham NTB

Traveling dan dunia tulis menulis adalah hal yang paling menyenangkan. Memberi manfaat kepada masyarakat melalui edukasi adalah hobby.

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Perkataan Adalah Do'a, Ternyata Benar Adanya

15 Juli 2024   09:40 Diperbarui: 15 Juli 2024   09:46 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tampilan kereta Whoosh, sumber : dokumentasi pribadi

Perkataan adalah do'a ternyata benar adanya. Baru beberapa hari kemarin saya sadari itu dari atas kereta api menuju Bandung. Kota impian yang sudah lama ingin saya kunjungi.

Saya sendiri tak menyangka bisa kesana secara tiba-tiba, tak ada rencana apapun. Tak ada kepikiran sama sekali, mengingat duit di kantong juga pas-pasan untuk kegiatan ujian.

Namun Allah Maha Baik, doa yang pernah saya ucapkan 6 tahun lalu, dan di setiap percakapan dengan banyak orang saya selalu bilang "saya pengen ke Bandung, suatu saya pasti ke sana" ternyata menjadi kenyataan. Terkabul dengan cara yang tak terduga.

Awalnya Beberes Rumah Mami dan Diomeli

Awalnya saya yang tinggal beberapa hari di rumah Mami (atasan yang sudah seperti ibu saya sendiri) untuk menyelesaikan ujian kompetensi, panggilan dari kantor. Namun setelah ujian kompetensi selesai, dan saya lebih memilih tinggal di rumah dan membantunya beberes rumah.

Saya bersihkan semua barang-barang yang tak perlu, yang rusak segera saya singkirkan dan beli baru. Sambil menunggu teman-teman yang lain selesai ujian, karena panitia mengharuskan kami tetap mengikuti sesi penutupan.

Selesai beberes rumah pun, saya tak kemana-mana, karena faktanya di Jakarta apa yang mau saya nikmati. Saya bukan pecinta mall atau bangunan megah, saya suka panorama alam dan pedesaan, hutan dan lautan.

Namun ternyata hal itu membuat mami ngomel-ngomel, ke saya dan keponakannya yang juga perempuan, Talita namanya. Dia bilang ke Jakarta kok cuman ngetem di kamar aja.

"Kalian tu kalo ke Jakarta masa cuma ngetem di kamar aja? Jalan ke mana gitu, Ancol, Ragunan atau ke Mall coba". Omelnya dengan logat Ambon yang kental.

Saya dan Talita saling tengok dan memutar bola mata, serius, Jakarta ga bisa saya harapkan dengan kesabaran saya yang setipis tisu dan bosan melihat macet sana-sini. Namun tiba-tiba karena malas diomeli seharian, saya jadi punya ide untuk ke Bandung. Pun dengan Talita yang mengangguk-angguk langsung cek HP.

"Ta, daripada kita diomelin, ke Bandung aja yuk, berapa jam tuh pake Kereta?" tanya saya singkat di depan Mami, tapi justru Mami yang menjawab,

"Iya, pergi sana ke Bandung. Talita, pesan sudah tiket itu, nanti beta bayar semua tiket PP". Sahutnya 

Dan jawaban itu, seperti dapat menang undian yang tak ternilai, kami tersenyum senang. Apalagi kereta api yang akan kami tumpangi adalah panoramic alias kereta wisata. Ga kebayang akhirnya bisa ke Bandung. Bahkan Kereta api pulangnya pun pake Whoosh, kereta cepat dengan durasi 30 menit Bandung-Jakarta.

Belum lagi keesokan subuhnya dikasi sangu untuk jajan dan makan di jalan. Kurang apalagi coba?

Akhirnya Ke Bandung, Backpacker Menelusuri Mimpi

Berangkat dengan kereta Papandayan Panoramic pukul 06.30 pagi, petualangan dimulai. Saya benar-benar bisa backpackeran dengan yang se frekuensi dengan saya. Menikmati coklat panas dan croissant sambil menikmati pemandangan alam, terlebih ketika memasuki kawasan Bandung yang notabene pegunungan.

Sejujurnya, untuk harga kereta api 300rban, menurut saya ke Bandung dengan Panoramic di pagi hari sangat worth it. 3 jam yang sangat menyenangkan, dengan luasnya pemandangan dan nyamannya fasilitas yang diberikan. Toilet yang luas tidak seperti kereta api pada umumnya. Bahkan pemandu wisatanya sangat aktif menginformasikan tiap ada situs yang memang menjadi daya tarik wisata pagi ini.


Sampai di Bandung, kami pun benar-benar melakukan perjalanan backpaker. Keluar dari stasiun kami langsung buka map untuk mencari lokasi jalan Asia-Afrika dan Braga. Ikon kota Bandung dan tempat syuting film "Preman Pensiun", drama yang suka sekali saya tonton.

Ternyata dekat, beberapa kilo saja. Bagi saya yang suka jalan kaki, begitupun Talita, inilah liburan yang sebenarnya. Kami berjalan kaki melewati Pasar Baru, berbelok dan menemukan plank Jalan Asia-Afrika. Ah senangnya luar biasa, menelusuri setiap jalannya sampai ke Alun-alun kota Bandung.

Melintasi sebaris ukiran kalimat Pidi Baiq yang khas itu, related dengan apa yang ada di kepala dan hati. Dan sebaris kalimat lain yang tak kalah tekenalnya, M.A.W Brouwer yang berbunyi "Bumi Pasundan Lahir Ketika Tuhan Sedang Tersenyum". Terpampang di dinding sebelahnya.

Sumber : dokumentasi pribadi
Sumber : dokumentasi pribadi

Puas menjelajahi Jalan Asia Afrika, kami pun cuss lihat maps lagi, mau ke Lembang. Dengan Taksi kami meluncur ke Farm House Susu Lembang. Tarifnya sekitar 97 rb- 115rb, tergantung macet tidaknya ya. Karena kami sepertinya tak sempat jika harus ke area Pengalengan atau naik lagi ke atas. Masalahnya kami harus balik ke Braga sorenya untuk menikmati suasana senja di sana.

Sekitar 2 jam di Farm House Susu Lembang kami pun memutuskan balik ke Bandung, namun kami pengen nyobain naik angkot. Cukup bayar 10rb an per orang kami pun turun di Cihampelas, meskipun ga sadar karena kami kira sudah sampai di Pasar Baru. Ga apalah, toh bisa cuci mata juga melihat produk oleh-oleh khas Bandung.

Sekitar Pukul 3 Sore dengan naik angkot lagi dari Cihampelas menuju ke Arah Braga, kami pun akhirnya menghabiskan 1 jam untuk charge hp di salah satu cafe di Braga. Minum kopi dingin dan camilan ala cafe. 

Ternyata Braga di sore hari hampir mirip dengan Malioboro, ramainya. Banyak sekali cafe dan distro sepanjang area ini. Namun Bandung memang membuat saya jatuh cinta, karena vibes nya sangat berbeda. Tidak ada bau kotoran kuda atau pipis kuda di sana. Kursi-kursi taman tertata rapi, meskipun entah kenapa dari awal tiba saya agak susah ketemu tong sampah.

Puas jalan kaki mengelilingi area ini dan akhirnya kami pun lanjut ke arah tegalega. Katanya di sana ada pasar malam yang juga banyak memamerkan sepatu kulit khas Cibaduyut. Lumayan jalan kaki sekitar 45 menitan, dengan hati senang meskipun sampai di sana ga beli apa-apa juga.

Akhirnya kami tutup petualangan hari itu dengan makan di bebek Kaleo dekat di lapangan dekat Gedung Sate, salah satu ikon Bandung juga. Ramai memang karena ternyata bebeknya enak dan sambalnya juga worth it menurut saya. Endingnya kami memutuskan untuk menginap semalam di Bandung, dan berangkat kembali ke Jakarta esok pagi.

Balik Jakarta Pake Whoosh

Sekitar jam 6 pagi kami keluar dari hotel, dijemput dengan mobil oleh teman baik saya menuju pasar baru. Kami lupa belum beli oleh-oleh buat Mami dan anak-anak di rumah. Namun memang Bandung cocok menjadi kota wisata, pasalnya jam 6.30 pagi sejumlah penjual makanan dan sarapan di sepanjang jalan Pasar Baru sudah buka.

Penjual buah segar seperti jeruk, jambu dan mangga sudah ada juga. Anyway buah-buahan di sini asli segar-segar dan rasanya manis. Para penjual souvenir seperti tas tote bag khas Bandung pun sudah main pajang-pajang aja. Tapi itulah yang kami cari, sebelum ke stasiun kereta, beli oleh-oleh dulu.

Sarapan bubur seharga 15rb dengan citarasa yang nyummy, kemudian cicip buah-buahan di situ, beli tas tote bag 5 pcs dapat 100rb an. Waduh lengkap sudah petualangan kami hari itu. Dari Pasar Baru kami cukup berjalan sekitar 10 menit ke Stasiun Bandung, melintasi kota yang masih berasa dingin.

Di sekitar area stasiun banyak juga toko oleh-oleh pun dengan penjual makanan. Pokoknya cocok banget untuk wisata kuliner buat yang doyan ngunyah macam saya. Harganya juga masih terbilang worth it.

Pukul 8 tepat kami naik dari pintu feeder kereta Woosh yang ada di sebalah kiri ujung stasiun. Kereta feeder akan mengantar kami ke stasiun Padalarang. Dari situ nanti kami akan naik kereta Whoosh dengan durasi 30 menit saja, menuju stasiun Halim. Ah sungguh pengalaman yang tak terlupakan.

Tampilan kereta Whoosh, sumber : dokumentasi pribadi
Tampilan kereta Whoosh, sumber : dokumentasi pribadi

Perkataan Adalah Do'a

Selama di perjalanan dalam kereta Woosh, saya baru menyadari beberapa hal penting dalam hidup saya yang terjadi begitu saja. Ternyata setelah saya ingat-ingat semuanya pernah saya ucapkan, bahkan sering saya ucapkan.

Tentang keinginan menjejakkan kaki di Jakarta, di Surabaya, di Jogyakarta, di Bogor, di Batam, Singapore dan terakhir di Bandung. Next sudah ada tawaran Umrah gratis, yang meskipun belum kejadian tapi entah kenapa saya tau, setiap doa saya selalu terkabul.

Setiap harapan saya dalam bentuk perkataan ternyata selalu didengar Tuhan, meskipun tidak langsung seketika. Meskipun harus menunggu setahun, 2 tahun bahkan 6 tahun. Ternyata perkataan yang diucapkan dengan yakin, benar-benar bisa menjadi kenyataan.

Itulah sebabnya mengapa cerita ini saya bagikan, saya berharap para pembaca budiman melakukan hal yang sama. Percayalah, apa yang kita harapkan sebenarnya tidak langsung terkabulkan, melainkan Tuhan menundanya sampai saat yang tepat untuk kita nikmati dan rasakan.

*Alhamdulillah, Terima kasih untuk ibuku yang selalu mendoakan kesuksesanku, untuk Mami yang meskipun sering marah-marah tapi senang melihatku bahagia dan menikmati hidup, untuk bocil-bocilku yang selalu rindu menungguku pulang. Dan terima kasih untuk Talita yang menemani ngebolang 1 hari penuh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun