Kali ini saya ingin berbagi cerita yang bisa disebut lucu iya, menyebalkan iya, tapi bikin sedikit trauma juga. Saya asli Lombok dan ayam taliwang bukanlah hal asing bagi saya.Â
Beberapa kali makan di rumah makan atau resto khas taliwang, saya hampir tak pernah komplain dengan ukuran ayamnya. Namun kali ini sepertinya emosi saya agak bermain-main, campur aduk tak karuan antara marah dan ingin tertawa.
Mami Minta Ayam Bakar
Bagaimana tidak, ketika Emak saya yang di Cinere sana pesan dibawakan ayam Bakar, otomatis yang khas dan kepikiran ya  cuma ayam taliwang. Lihat jam di tangan, sudah setengah sembilan malam. Alhasil cari resto ayam taliwang terdekat dari rumah.
Saya pun bertanya terlebih dahulu kepada ibu yang ada di kasir, 'bu, boleh tahu ga ukuran ayamnya segimana?' dan dengan pede si Ibu menjawab, 'oh lumayan besar bu, segini' katanya denga menggabungkan dua telapak tangan digabungkan berjajar.
Saya pun akhirnya berfikir, oh berarti ukuran ayamnya ini lumayan lah, ga kecil ga juga besar-besar amat. Karena memang Ayam taliwang itu bahan bakunya adalah ayam kampung muda yang dagingnya tidak alot dan masih manis-manisnya.
Kemudian saya pesan 2 ekor dengan tambahan besek agar dibawa dengan rapi, dan kelihatan cantik tentunya. 20 menit menunggu dan pesanan saya pun keluar. Saya ke meja kasir untuk membayar. Totalnya 100 ribu.
Si ibu tetiba mengambil satu kartu nama berpesan, siapa tahu nanti bisa pesen lagi dan bisa direkomendasikan ke teman atau keluarganya. Namun entah kenapa saya penasaran dengan ukuran ayam bakar taliwang yang ada dalam besek. Hal ini bukan tanpa sebab.
Pasalnya, saya tipe orang yang realistis, yang jika merekomendasikan sesuatu harus saya takar dulu kuantitas dan kualitasnya. Kenapa? Agar saya tidak salah dan asal saja memberikan informasi apalagi rekomendasi.Â
Ayam Bakar Taliwang Miniiiiii
Namun alangkah terkejut dan kecewanya saya ketika mendapati ayam bakar yang tadinya di bilang lumayan besar (segini : 2x lebar telapak tangan) berubah menjadi hampir setengahnya. Aseli, miniiii sekali, bahkan saya hampir tertawa dan keceplosan bilang "ini ayam bakar apa kodok panggang".
Namun saya tahan, ada perasaan marah karena merasa sedikit dibohongi sebenarnya. Saya pun berkata pada ibu tersebut, apakah semua jenis ayam bakar taliwang semini ini? Karena yang saya beli di Cakra atau di beberapa rumah makan taliwang tidak sekecil ni bu.
Dan jawaban klasik dari si ibu saya telan saja. Katanya ini memang ukuran seporsi, soalnya ayamnya ambil dari satu penyedia, memang ayam taliwang besarnya segini dan bla,,bla,bla pembelaan lainnya.
Akhirnya sambil menahan kesal saya sampaikan juga apa yang di kepala saya saat itu. Bu, bisa tidak kalau untuk take away itu yang dipakai ayam yang agak sedikit besar, meskipun harganya sedikit mahal? Kan tidak semua orang suka bawa dan ngasi untuk koleganya ayam sekecil ini. Kita mau bawa ke Jakarta malu loh.
Namun ibu itu cuma bilang, nanti coba kita sampaikan kepada bos, terima kasih masukannya mbak. Dan saya pergi dengan perasaan campur aduk antara kesal, tapi ingin tertawa. Ingin memaki tapi pada akhirnya diam juga.
Untuk Para Penjual Ayam Taliwang
Sebenarnya tidak ada yang salah dengan usia ayam yang dipakai. Pun dengan ukurannya. Tapi bisakah para penjual ayam bakar taliwang ini kira-kira juga? Apakah enak dipandang mata plating ayam mirip seperti kodok panggang begitu?
Saya juga tidak ingin protes berlebihan, mengingat bahwa mungkin memang iya konsumen yang lain suka dengan ayam mini-mini begini. Namun banyak juga review di internet yang komplain sama dengan saya.
Faktanya beberapa kali makan di rumah makan taliwang yang sudah ternama, ayam taliwangnya ukuran sedang semua. Tak ada yang sebesar telapak tangan anak saya yang berumur 7 tahun seperti kejadian malam ini.
Saya pribadi berharap sebagai orang Lombok asli dan juga penikmat ayam taliwang. Agar ada perbaikan kualitas dari ayam ini khususnya di ukurannya. Karena memang tidak enak di lihat mau di bawa untuk orang-orang yang kita sayangi misalnya, atau untuk kolega di luar daerah dengan ukuran sekecil itu.
Seperti tidak ada etika baiknya menurut saya. Ketemu sekali kapan, yang dibawa ayam ukuran mini yang sebesar telapak anak kelas 1 SD ini. Mungkin tulisan kali ini lebih ke curhatan hati atau mungkin komplain yang belum selesai.
Namun niat saya baik kok, logikanya, saya sebagai orang asli Lombok saja bisa komplain apalagi dari luar daerah yang cuma melihat fotonya di internet, dan membayangkan ayam bakarnya sesuai ekpektasi. Padahal ketika sampai kaget juga saking mininya.
*Ditulis 15 menit setelah sampai rumah dan menyaksikan anak saya tertawa terbahak-bahak melihat isi dalam besek. Katanya "kodok panggang ma".
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H