Mohon tunggu...
Erniwati
Erniwati Mohon Tunggu... Penulis - ASN Yang Doyan Nulis Sambil Makan, Humas Kanwil Kemenkumham NTB

Traveling dan dunia tulis menulis adalah hal yang paling menyenangkan. Memberi manfaat kepada masyarakat melalui edukasi adalah hobby.

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Eksistensi Panti Jompo, Bukan Hanya Soal Budaya tapi Nurani Manusia

4 Juni 2024   08:28 Diperbarui: 4 Juni 2024   08:53 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Panti Jompo, adalah tempat mengerikan untuk saya dan saya yakin bukan hanya saya. Siapa di masa tuanya yang ingin tinggal di sana, bersama orang-orang yang senasib, bukan bersama keluarganya. Maaf sebelumnya, saya tuliskan kalimat pembuka yang mungkin tidak mengenakkan, setidak mengenakkan perasaan saya ketika berkunjung 4 tahun lalu.

Benar, 4 tahun lalu saya pernah mengunjungi sebuah panti jompo dalam rangka bakti sosial. Meskipun sambil sedikit menahan nafas dari bau yang tidak sedap, namun rasa terenyuh dan ingin menangis melihat pemandangan di hadapan saya tak bisa saya sembunyikan. Ingin rasanya lari dari tempat itu secepatnya, namun tugas kantor membuat saya harus bertahan beberapa menit lagi.

Baikkah Menitipkan Orang tua di Panti Jompo?

Pertanyaan yang membacanya saja sebenarnya membuat saya miris, tentu saja TIDAK!. Bagi saya pribadi, yang masih punya seorang ibu dan hanya seorang ibu tanpa ayah, hal itu tidak akan pernah saya lakukan. Mau dilihat dari sisi manapun, agama, etika sama sekali tidak ada celah yang membuat saya ataupun yang sejalan dengan pemikiran saya mendukung hal itu.

Jika kita ingin tanya pada hati nurani, dimana baiknya menitipkan orang tua di Panti Jompo? Jika alasannya kurang ekonomi, apakah dulu mereka menghidupi kita tidak dengan banting tulang?

Jika alasannya orang tua cerewet, apakah dulu kita tidak lebih merepotkan dan berisik? Jika alasannya kita sibuk dan tidak ada yang mengurusi, bukankah kita bisa banting tulang juga untuk bayar seseorang yang bisa menemaninya ketika kita bekerja?

Maka dari semua yang saya tanyakan di atas, saya adalah seseorang yang tidak setuju dengan hal menitipkan orang tua di panti jompo selagi anaknya masih hidup dan ada. Memang keadaan tiap-tiap manusia berbeda, tapi bukankah kita punya dan diberi hati yang sama bentuknya? Punya nurani sebagai manusia juga.

Konsep Panti Jompo Bukan Budaya Kita

Konsep panti jompo bukan budaya kita. Ini adalah fakta menurut saya, karena membaca sejarahnya bahwa perawatan lansia di institusi khusus, berawal dari zaman kuno seperti  Yunani dan Romawi kuno, di mana ada institusi yang merawat orang tua yang tidak memiliki keluarga untuk mendukung mereka. Ingat, tidak memiliki keluarga.

Lalu di Eropa pada Abad Pertengahan, gereja dan biara sering kali menyediakan perawatan bagi orang tua, miskin, dan sakit. Ini sering kali dilakukan sebagai bagian dari misi amal mereka. Bagaimana dengan Indonesia?

Saya lansir dari laman haibunda.com, Jejak awal berdirinya panti jompo di Indonesia dimulai sejak zaman Kongsi Dagang Hindia Timur atau VOC, dimana saat itu VOC sudah memiliki pandangan bahwa lansia harus dirawat dan diberdayakan karena alasan rasa kemanusiaan dan keagamaan.

Selain itu, para lansia di zaman itu sebenarnya bukan pribumi melainkan bekas tentara dan pegawai VOC. Mereka kebanyakan hidup sebatang kara dan dalam keadaan miskin, sehingga agar tidak menimbulkan masalah baru, diputuskan untuk menyantuni dengan memberikan tempat tinggal bersama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun