Perkara meme yang bermasalah karena menyinggung seseorang atau sesuatu memang tak ada habisnya. Belum lagi beres yang satu, kini muncul lagi yang baru. Entah karena memang tidak ada tindakan yang tegas atau memang sudah dianggap hal yang umum, sehingga hal ini semakin hari semakin tidak terkontrol. Belum lama ini, kasus Ruhut Sitompul yang mengunggah meme Anies berpakaian suku Papua, nah kini giliran Roy Suryo, sang mantan mentri telekomunikasi yang ahli telematika mengunggah meme yang provokatif.
Meme, stiker, dan gift yang berkeliaran di dunia maya memang lucu-lucu dan kreatif, namun pengaruhnya sungguh luar biasa, apalagi untuk ranah politik dan sosial akan berdampak sangat serius. Di sinilah diperlukan literasi media agar publik tidak gampang terprovokasi. Apalagi tahun-tahun menjelang pemilihan capres dan cawapres, di mana suhu politik meningkat tajam. Seperti halnya tahun 2022 ini. Walaupun masih dua tahun lagi kita akan melaksanakan pemilihan umum, namun atmosfirnya sudah mulai terasa.Â
Tidak heran, meme pun dianggap menjadi media penyampaian yang paling kena dan lumayan cepat dampaknya. Meme yang berhubungan dengan politik pun kini mulai menjadi tren. Memparodikan sesuatu, orang, atau kejadian dengan cara mengubah image yang telah ada sebelumnya.
Meme dianggap sebagai penyampai pesan politik yang mujarab. Penuh sindiran telak berbalut humor receh. Di Amerika Serikat barangkali bukti nyata bahwa meme banyak dipakai pada saat kampanye pemilu. Dan Pfeiffer, direktur komunikasi Gedung Putih yakin bahwa meme yang disebar secara meluas sangat berperan penting dalam memenangkan capres pada saat itu.Â
Di Indonesia pun, kita sudah bisa merasakan atmosfir yang sama sehingga menyeret kembali nama Roy Suryo yang telah dianggap tersandung masalah ITE, gara-gara memosting meme yang dianggap tidak pada semestinya. Meme tersebut berupa candi Borobudur yang stupanya diganti dengan wajah mirip Jokowi. Walau dia bersikeras mengatakan bahwa pembuat meme tersebut bukan dia, namun tetap, Roy telah memosting meme tersebut di akun Twitternya. Dengan demikian mau tidak mau Roy harus mempertanggungjawabkan perbuatannya tersebut.
Ada beberapa hal yang bisa dikenakan pasal.
1. Menghina presiden/simbol negara, sama kasusnya dengan membakar bendera, atau membuat lelucon tentang Pancasila
Mungkin kita masih ingat dengan beredarnya video yang berisi penghinaan kepada lagu kebangsaan kita. Penghinaannya berupa mengubah lirik lagu Indonesia Raya dengan kalimat-kalimat yang provokatif. Ada juga kasus membakar bendera Merah Putih. Semuanya dapat dituntut berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan khusus yaitu UU Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan. Dalam pasal itu dituliskan bahwa setiap orang dilarang mencoret, menulis, menggambar, atau membuat rusak lambing negara dengan maksud menodai, menghina, atau merendahkan kehormatan lambing negara. Ancamannya dapat berupa pidana penjara selama 5 tahun dan atau denda maksimal Rp500 juta.
2. Kalau bukan pembuat, dia telah ikut menyebarkan, artinya dia akan terkena turut serta menyebarluaskanWalau meme tersebut telah dihapus, namun tetap jejak digital akan selalu berbicara. Orang yang turut serta menyebar dalam kaitannya dengan ITE, dapat dipidana dengan ancaman paling lama enam tahun atau denda maksimal satu miliar rupiah.
3. Menghina tempat ibadah/ujarnya kebencian akan tempat ibadah.
Dengan meme tempat ibadah diubah-ubah, maka ancamannya paling lama 2 tahun penjara. Bertentangan dengan Pasal 353 RUU KUHP yang berbunyi Setiap orang yang menodai, merusak, membakar bangunan tempat ibadah diancam penjara paling lama selama lima tahun. Â Simbol suci disamakan dengan presiden kita, barangkali bisa menjadi beberapa arti. Bisa sedang dipuji tapi kurang sopan karena wajah presiden diedit. Namun perlu diingat, meme tersebut muncul ketika ada kenaikan harga tiket.Â