Mohon tunggu...
Erni Wardhani
Erni Wardhani Mohon Tunggu... Guru - Guru, penulis konten kreator (Youtube, Tiktok), EO

Guru SMKN I Cianjur, Tiktok, Youtube, Facebook: Erni Wardhani Instagram: Erni Berkata dan Erni Wardhani. Selain itu, saya adalah seorang EO, Koordinator diklat kepala perpustakaan se-Indonesia, sekretaris bidang pendidikan Jabar Bergerak Provinsi, Pengurus Komunitas Pengajar Penulis Jawa Barat, Pengurus Komunitas Pegiat Literasi Jawa Barat, Pengurus IGI kabupaten Cianjur, sekretaris Forum Kabupaten Cianjur Sehat, Founder Indonesia Berbagi, Tim pengembang Pendidikan Kantor Cabang Dinas Pendidikan Wilayah VI Provinsi Jawa Barat, Humas KPAID Kabupaten Cianjur.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Ngoplah, Wisata Literasi ala Kompasiana

20 Maret 2017   08:12 Diperbarui: 20 Maret 2017   18:00 792
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Banner ngoplah dok.pri"][/caption]Menjadi Kompasianer, memang terhitung mulai tanggal 31 Desember 2016. Walaupun masih sangat pemula, namun saya mencoba untuk menyimpan artikel seproduktif mungkin. Sampai menutup bulan ke tiga, saya berhasil mengarsipkan 32 buah artikel. Hitungan yang lumayan, berhubung saya memang orang yang mood-moodan.

Di tanggal 14 februari, dalam event Kompasiana, ada lomba membuat cerpen bertema mantan. Persyaratannya, peserta wajib share di Kompasiana dan di Tweeter. Media sosial terakhir, yang membuat saya mandek, karena saya sudah lama putus hubungan dengan akun tersebut. Sampai suatu malam, tanggal 31 Maret 2017, Bang TS nginbox menyuruh saya ikutan dalam lomba tersebut. Mungkin karena beliau sering melihat status fesbuk saya yang berisi cerita semua, maka ditawarilah ikutan lomba tersebut.
Keringat mengucur menganak sungai, betapa tidak, Bang TS nongol pukul 22.00 Wib, sedangkan deadline pukul 24.00. Bang TS terus menggelitik saya supaya ikutan. Karena merasa ditantang, akhirnya saya buat juga, nothing to lose. Cerpen bertajuk "Daun yang luruh di Rambutku" sukses diselesaikan dengan manja pada pukul 23.00, dan dengan susah payah mengingat penuh seluruh, akhirnya password Tweeterku ketemu juga. Pukul 23.10, berhasil juga saya kirimkan.

Hari demi hari, berlalu, dan saya tidak begitu berharap banyak, karena cerpen tersebut, tidak menjadi pilihan sama sekali, walaupun viewersnya lumayan. Namun ternyata perjuanganku di detik-detik terakhir, diapresiasi oleh Kompasiana. Saya menjadi salah satu pemenang dari 102 pengirim kisah tentang “Ketemu Sang Mantan”. Senang tak terkira, antara percaya dan tidak – ditambah hadiah 5 ratus ribu. Dan yang lebih mencengangkan lagi, ada email yang melamarku supaya dapat menjadi narasumber acara Ngoplah. “Sebagai perwakilan wanita dan dari Cianjur,” gelitik Bang TS.

“Yakin milih saya, Bang?” tanya saya.

Karena walaupun benar saya ikut menulis di Buku (In) Toleransi yang dieditori Bang TS, bukankah ini saya seperti akan masuk ke Kandang Macan? Tak terbayangkan! Tawaran menjadi pembicara di Kompleks KOMPAS/ Gramedia.

“Haqul yakin ....!” jawab Bang TS.

Tetap saja dag-dig-dug. Bahkan ketika perihal kegalauan ini saya di-wall-kan di FB, ada tercatat 167 teman yang mendukung dan mensupport: hayuk, sukses Ceu Entin dan seterusnya. Sebutan Ceu Entin itu karena saya menulis serial dengan nama tokoh Ceu Entin dan berbasa Sunda. Sudah dibukukan, dan sudah terjual lebih dari seratus eksmplar. Luar biasa untuk ukuran pemula bagi saya seorang guru Bahasa Indonesia di SMKN 1 Cianjur.

Meminta Izin ke Tempat Kerja
Berulang ulang. email yang saya terima, saya baca. Barangkali salah kirim.. Sampai kemudian, penanggung jawab acara menelpon dan meyakinkan bahwa saya memang berhak untuk menjadi pembicara. Beberapa saat saya mencoba untuk berfikir plus minusnya, sambil berusaha minta pendapat kepada orang orang terdekat. Namun, selalu mereka memberikan dukungan penuh, toh tidak ada salahnya dicoba. Sebenarnya saya sendiri pun sepeeti itu. Kesempatan belum tentu datang dua kali. Kesempatan datang kepada mereka yang berani mencoba.

Akhirnya, dengan berbekal izin suami, saya putuskan untuk meminta izin dari sekolah. Pihak sekolah ternyata ok ok saja, walaupun saya harus menunggu sampai H-1.Artinya, pihak sekolah memberikan restu kepada saya untuk menjadi narasumber. Alhamdulillah, karena bukan hanya pengalaman yang nanti akan saya dapatkan, namun bonus bonus yang lainnya pun sudah menunggu di hadapan mata saya. Bonus yang saya yakin, tidak semua orang dapat memperolehnya.

Perjalanan Ngoplah.
Sebenarnya, saya belum begitu faham, apa dan bagaimana Ngoplah. Saya tebak, acaranya seperti talk show, di mana di dalamnya berisi bedah buku. Ternyata tebakan saya benar juga. Setelah saya tanya ke bang TS, dengan panjang lebar beliau bilang, bahwa Ngoplah itu akronim dari Ngobrol di Palmerah.

Deg!!!

Palmerah, sebuah kata yang mampu menggiring kenangan saya di masa 35 tahun ke belakang. Betapa tidak, jujur masa 35 tahun ke belakang adalah masa masa saya pertama kali membaca produk (=majalah). Betapa inginnya saya menginjakkan kaki di situ. Bahkan saking terobsesinya pada saat itu, saya sampai hapal alamatnya, Jalan Palmerah Barat kav. 32-37 Slipi. Jakarta Barat. Ternyata sekarang bukanlah mimpi lagi. Saya betul betul menginjakkan kaki di sini.

Oh, ya, buku yang akan dibedah yaitu buku In(Toleransi). Ada 5 orang penulis asal Cianjur yang terlibat di dalam buku ini. Tentu bergabung bersama 32 kompasianer dari seluruh Indonesia, adalah suatu tanda kehormatan buat saya. Apalagi menjadi 1 dari 3 orang pembicara. Ya, saya didaulat untuk menjadi pembicara bersama Pak Nasir dan Pak Teha. Mereka berdua sangat familiar di Kompasiana. Pak Nasir bergabung sejak tahun sedangkan Pak Teha sejak tahun

Kuputuskan untuk berangkat bersama ibu Ade, setelah 3 orang yang lainnya memutuskan untuk tidak dapat hadir, pukul 5 dini hari, sebab acara jatuh pada hari Sabtu. Saya tidak mau berspekulasi dengan keadaan. Takut kesiangan tiba di TKP gegara kejebak sistem buka tutup.[caption caption="Bersama bu Ade"]

[/caption]

Tiba di Tempat Ngoplah
Pukul setengah 9, kami tiba di kampung rambutan. Ternyata, pak TS berbaik hati menjemput kami. Pak TS membagi kami 1 buah buku yang akan dibedah. Yess, sepanjang perjalanan saya membaca karya beberapa Kompasianer. Saya dahulukan membaca karya rekan yang akan menjadi partner saya dalam Ngoplah.

Tak terasa, tiba jua di halaman gedung Kompas. Setelah beberapa saat berselfie ria, kami pun mulai menuju lantai 6, tempat yang akan dijadikan ruang Ngoplah. Belum ada sesiapa, hingga saya putuskan untuk mengambil air wudlu untuk salat. Saya dipandu oleh tim Kompasiana, namanya Nurhasanah, cantik dan sangat muda, enerjik. Ruangan salat mengharuskan saya melewati ruang kerja Kompasiana. Woooow, sambil lewat, mata tak hentinya curi curi pandang ke dalam ruangan yang didesain sedemikian rupa. Sangat humble, dan bergaya dinamis.

Ngoplah
Seperti yang sudah dijanjikan, acara dimulai pukul 14.oo. Dibuka oleh neng Peny, gadis cantik nan mungil dengan gaya santai dan cueknya, kemudian oleh bang TS, untuk selanjutnya diserahkan kepada moderator K yang sangat piawai, Bung Isson. Ruangan berukuran 5 x 10 meter ini tidak membuat saya gugup berkepanjangan, karena barangkali pengaruh orang orang yang ada di dalamnya. Saya dianggap sudah seperti anggota kompasianer yang lama. Apalagi acaranya dikemas secara lesehan, membuat suasana semakin cair.[caption caption="kebersamaan dok.pri"]

[/caption]

Semua begitu cepat akrab. Sehingga pada saat memperoleh kesempatan berbicara di awal, saya terima dengan senang hati, saya pikir, orang cenderung memberi toleransi kepada seseorang yang didapuk sebagai pembicara pertama. Walaupun dengan terbata bata. saya sampaikan kepada forum, mengapa saya membuat tulisan toleransi seperti yang ada pada buku. (Silakan beli kalau mau tahu, hehheh).[caption caption="Di bawah poster"]

[/caption]

Giliran Kang Teha, dan Pak Nasir, saya sampai termehek mehek dibuatnya. Betapa mereka dapat mengambarkan toleransi demikian rinci dan indah. Pak Teha, walaupun beliau nonmuslim, ternyata beliau merasa nyaman di manapun berada, sebab beliau tahu kuncinya, bahwa semua akan menerima kita apa adanya, kalau kita toleran dengan hati. Jenius!!!

Kang Nasir lain lagi, dengan gaya humornya yang sangat cerdas, beliau mampu mengangkat tema toleransi demikian hangat, hingga kami yang mendengarnya menjadi lebih bersemangat lagi. Beliau menyampaikan poin yang menarik, bagaimana kita mengajarkan toleransi, dengan cara intoleransi. Wonderful!!!!

Selesai bedah buku kami bertiga, moderator memberikan kesempatan kepada kompasianer lain untuk ikut bersuara. Di sinilah letak bonus bonus yang saya sebutkan sebelumnya. Ternyata kompasianer yang hadir adalah kompasianer idola saya. Ya, saya sangat suka dengan tulisan mereka. Beruntung sekali saya dapat mengenal sekaligus mendengar langsung opini mereka, dapat tanda tangan, dan tentu saja dapat foto bersama. Ada Kompasianer of the month, Bang ikhwanul Halim yang muncul bersama istri tercintanya, ada A Iskandar Z, Bung Rooy, dan Pak Dian kelana. Juga beberapa tim cantik Kompasiana (Tamitha, Arum, Edrida, Nurhasanah, Peny ).[caption caption="mejeng di K"]

[/caption]

Tak terasa, waktu bergulir demikian cepat. Bedah buku berakhir pukul 17.20. Melebihi dari batas waktu yang sudah ditentukan, yaitu pukul 17.oo teng. Saking asyik dan antusiasnya.pengalaman berwisata literasi seperti inilah yang saya dambakan sejak dahulu kala,dan lewat Ngopah, saya dapatkan semua itu. Besar sekali yang ingin saya ucapkan, rasa terima kasih kepada Kompasiana, yang sudah mengajak saya Ngoplah. Satu langkah sudah saya lewati, sungguh, saya merasa seperti the rising star. Biarlah kali ini saya sedikit lebay.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun