Mohon tunggu...
Erni Marwati
Erni Marwati Mohon Tunggu... Administrasi - -

Go Up and Never Stop

Selanjutnya

Tutup

Financial

Bagaimana Caramu Menjaga Stabilitas Sistem Keuangan? Yuk Simak Caraku...

3 Agustus 2019   16:41 Diperbarui: 3 Agustus 2019   16:55 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Kata "stabil" bisa berarti mantap, kukuh, tidak mudah goyah. Ibarat sebuah pohon yang ditopang dengan akar yang kuat, tidak mudah roboh saat ada angin kencang menerpa.

Stabilitas Sistem Keuangan berarti sebuah kondisi yang memungkinkan sistem keuangan nasional berfungsi secara efektif dan efisien, serta mampu bertahan terhadap kerentanan internal dan eksternal sehingga alokasi sumber pendanaan atau pembiayaan dapat berkontribusi pada pertumbuhan dan stabilitas perekonomian nasional.

Lalu, bagaimanakah cara menjaganya agar sistem keuangan nasional tetap stabil? Untuk bisa lebih mudah menemukan jawaban atas pertanyaan ini, saya akan mengambil skala yang lebih kecil, ambil contoh : sistem keuangan keluarga.

Sistem Keuangan Keluarga

Setiap keluarga pasti berusaha agar kondisi keuangannya tetap sehat dan stabil, tidak terjadi krisis keuangan yang bisa menyebabkan berkurangnya kesejahteraan anggota keluarga atau bahkan menimbulkan konflik dalam rumah tangga.

Namun kenyataannya tidak demikian, layaknya sebuah perahu yang berlayar di lautan luas, tak jarang badai datang tak terduga dan memporakporandakan semua isi kapal beserta keselamatan awak dan penumpangnya. 

Saat badai menyapa perekonomian rumah tangga kita, apakah dampak yang ditimbulkan? Angsuran tak terbayar, bunga kartu kredit yang makin menggembung, utang yang makin membengkak, pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari  yang makin berantakan, dan tak jarang merembet ke percekcokan suami istri yang akhirnya berujung perceraian. Tentu, sebuah dampak yang cukup fatal jika semua anggota keluarga tidak bahu membahu menjaga kestabilan keuangan dan saling bersinergi mengatasi masalah yang timbul saat badai menempa.

Badai perekonomian keluarga bisa disebabkan baik dari faktor internal maupun faktor eksternal.

Contoh faktor internal ialah salah satu anggota keluarga sakit berat sehingga membutuhkan biaya penyembuhan dan pemulihan yang cukup besar. Otomatis, sumber dana yang sedianya akan dialokasikan untuk kebutuhan primer, menjadi berkurang atau bahkan defisit. Apalagi apabila satu-satunya sumber pendapatan keluarga macet karena sang pencari nafkah tiba-tiba sakit, kehilangan pekerjaan atau bahkan meninggal keluarga.

Sedangkan contoh faktor eksternal berupa bencana, misalnya kebanjiran, gunung meletus, atau terkena gempa bumi yang berakibat pada rusaknya rumah beserta isinya, sehingga harus mengeluarkan sejumlah dana untuk perbaikan maupun pengadaan.

Nah, untuk mengantisipasi dampak dari faktor penyebab ketidakstabilan keuangan tersebut, maka perlu diperlukan langkah seperti :

Pertama, pengaturan keuangan keluarga yang baik, dalam arti mengatur agar besarnya pengeluaran tidak melebihi sumber dananya dan memiliki dana cadangan (tabungan) untuk pengeluaran yang bersifat unpredictible.

Kedua, memiliki asuransi atau jaminan untuk mengambil alih kerugian secara finansial bila terjadi risiko seperti anggota keluarga yang sakit, kecelakaan ataupun kebakaran.

Sistem Keuangan Negara

Seperti halnya dengan sistem keuangan keluarga, sistem keuangan negara juga harus tetap dijaga agar tidak terjadi krisis ekonomi. Ketidakstabilan sistem keuangan mengakibatkan timbulnya beberapa kondisi seperti : transmisi kebijakan moneter tidak berfungsi secara normal, fungsi intermediasi tidak berjalan sebagaimana mestinya, ketidakpercayaan publik terhadap sistem keuangan, serta sangat tingginya biaya penyelamatan sistem keuangan apabila terjadi krisis yang bersifat sistemik.

Jika stabilitas perekonomian keluarga disebabkan oleh faktor internal yaitu macetnya sumber pendapatan keluarga dan faktor eksternal yang berupa bencana, maka stabilitas keuangan negara ini pun juga sama.

Dari faktor internal, stabilitas sistem keuangan negara dipengaruhi oleh faktor ekonomi domestik yang mencakup kinerja sektor perbankan yang memiliki risiko likuiditas, risiko kredit dan risiko pasar, lembaga keuangan non bank, pasar keuangan dan infrastruktur keuangan. Sedangkan faktor eksternalnya berupa kondisi perekonomian dunia.

Dalam menjalankan roda perekonomian nasional, stabilitas sistem keuangan memiliki peran yang sangat penting, sebab dalam sebuah mata rantai perekonomian, sistem keuangan bertugas untuk menyalurkan dana dari pihak berlebih (surplus), kepada pihak yang megalami difisit. Ibarat sebuah sistem irigasi di sebuah sawah, jika alirannya tidak berjalan lancar dan tidak berfungsi secara stabil, maka akan berdampak pada tersendatnya pengairan dan dalam skala yang lebih luas dapat memicu kekeringan pada tanaman dan gagal panen. Dan ketika hal tersebut terjadi, justru membutuhkan effort dan cost yang lebih besar untuk bisa menyelamatkan kekeringan tersebut.

Upaya yang dilakukan oleh Bank Indonesia untuk memelihara stabilitas sistem keuangan, antara lain dengan menerbitkan kebijakan dan peraturan untuk lembaga jasa keuangan, melakukan monitoring dan analisa risiko sistemik, mengidentifikasi dan memberikan sinyal risiko, hingga melakukan pemeriksaan terhadap lembaga jasa keuangan bila diperlukan.

Namun, stabilitas keuangan juga dipengaruhi oleh faktor non ekonomi, yaitu situasi politik dan keamanan negara. Oleh karena itu, penjagaan terhadap stabilitas keamanan negara dan menjaga iklim politik agar tetap kondusif perlu dilakukan agar investor merasa aman untuk berinvestasi dan bahkan bisa mendatangkan investor baru yang menanamkan modalnya di Indonesia.

Lantas, bagaimanakah peran kita dalam menjaga stabilitas sistem keuangan negara?

Menjaga stabilitas keuangan bukan hanya menjadi tanggungjawab Bank Indonesia saja, namun menjadi tanggungjawab kita bersama sebagai bagian dari elemen bangsa. Lantas, bagaimanakah upaya kita untuk turut berkontribusi menjaga stabilitas sistem keuangan ini?

Pertama, mempercayakan dana tabungan/investasi di bank berupa tabungan / deposito dan tidak melakukan rush (penarikan dana besar-besaran) hanya karena isu yang belum pasti kebenarannya. 

Dari sisi nasabah selain keamannya lebih terjamin, menabung di bank juga memberikan keuntungan berupa fasilitas keuangan yang lebih praktis, lebih aman dalam melakukan trasaksi dalam jumlah besar, maupun mendapatkan bunga tambahan. Namun sadarkah kita bahwa dengan salah satu cara ini juga bisa membantu sistem keuangan nasional menjadi stabil? Mengapa demikian? Mari kita bahas bersama.

Masih segar dalam ingatan tragedi krisis ekonomi yang pernah melanda Indonesia tahun 1998, yang merupakan sebuah periode paling suram dalam sejarah perekonomian Indonesia. Saat itu, terjadi rush (penarikan dana besar-besaran) oleh masyarakat di sejumlah bank akibat ketidakpercayaan masyarakat kepada perbankan yang menyebabkan kesulitan likuiditas bank. Kesulitan likuiditas bank bisa terjadi dikarenakan kurangnya uang tunai yang tersedia di bank bahkan perbankan dapat terserang krisis bila terjadi penarikan uang yang berlebihan. Padahal, bank merupakan lembaga keuangan yang menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dananya dengan meminjamkannya kepada nasabah yang membutuhkan dana. Penarikan dana secara masif di bank ini dapat merusak perekonomian Indonesia. Stabilitas sistem keuangan akan terganggu sehingga berdampak besar bagi masyarakat secara luas, terutama kelompok miskin. Jadi, dengan tidak melakukan rush dan tidak mudah terpengaruh terhasutnya isu-isu yang belum jelas kebenarannya, maka kondisi keuangan negara bisa stabil.

Kedua, bijak dalam menggunakan alat pembayaran non tunai (kartu kredit). Dengan begitu banyak fasilitas mulai dari potongan harga dan cicilan ringan, dewasa ini kartu kredit menjadi salah satu alat pembayaran favorit bagi sebagian orang, karena selain sebagai gaya hidup manusia modern, kartu kredit juga merupakan cara pembayaran termudah. Namun, jangan salah kalau makin sering kita menunda pembayaran, makin tinggi potensi instabilitas sistem keuangan nasional. Mengapa bisa  terjadi?

Pada tahun 2003 lalu, krisis kartu kredit pernah melanda Korea Selatan, yang dimulai dengan adanya peningkatan tunggakan, peningkatan tagihan kartu kredit dan konsentrasi risiko yang tidak proporsional. Parahnya krisis kartu kredit yang semula terjadi pada perusahaan penerbit kartu kredit menyebar ke perbankan dan pasar modal sehingga terekskalasi menjadi sistemik, dikarenakan selain membiayai kartu kredit, bank komersial juga menyediakan pembiayaan kepada perusahaan penerbit kartu kredit.

Krisis tersebut didorong oleh penggunaan kartu kredit yang idealnya untuk instrumen pembayaran, namun digunakan sebagai instrumen utang. Akibat dukungan beberapa faktor, seperti deregulasi kebijakan pemerintah, persaingan yang ketat, pertumbuhan kartu kredit yang eksesif dan pelonggaran lending standard, menyebabkan pertumbuhan outstanding utang kartu kredit meningkat tajam. Tidak hanya itu. Adanya keterkaitan (interconnectedness) bank komersial dengan perusahaan penerbit kartu kredit baik dalam kepemilikan (terafiliasi) maupun keuangan (sebagai kreditur dan investor), kemudian bergantungnya pendanaan perusahaan penerbit kartu kredit pada wholesale funding di pasar modal, dan besarnya eksposur investasi Dana Pensiun, perusahaan asuransi dan managed funds di perusahaan penerbit kartu kredit, telah menyebabkan krisis kartu kredit tersebut tereskalasi menjadi sistemik.

Berkaca pada hal tersebut, sudah seyogyanya kita menjadikan kartu kredit bukan sebagai alat untuk hutang, namun hanya sebagai alat penunda pembayaran. Jika terpaksa menggunakan kartu kredit untuk berhutang, maka pilihlah merchant-merchant yang menawarkan cicilan dengan bunga 0%.

Ketiga, melakukan cicilan pembayaran kendaraan bermotor ataupun kepemilikan rumah melalui bank dengan memenuhi seluruh prasyarat dan tertib terhadap pembayarannya. Dengan cara kecil seperti ini pun, kita bisa ikut mengokohkan sistem keuangan negara kita. Mengapa demikian?

Di Indonesia, sektor properti memiliki pengaruh yang besar terhadap sektor lainnya dalam kaitannya dengan pembangunan infrastruktur, pemerataan penduduk dan pertumbuhan ekonomi dengan nilai kredit properti yang bisa mencapai ratusan trilyun dalam jangka panjang. Akan tetapi kredit properti juga memiliki resiko sistemik terhadap stabiliitas sistem keuangan. Ledakan harga properti juga bisa menimbulkan resiko gagal bayar atau Non Performing Loan (NPL) yang tidak baik bagi dunia perbankan dan stabilitas perekonomian.

Keempat, membudayakan untuk cinta produk dalam negeri. Dengan membeli produk lokal, maka kita perputaran uang di dalam negeri bisa lancar. Lain halnya kalau terjadi kenaikan konsumsi pada barang-barang dengan import content yang tinggi, yang justru akan memicu terjadinya defisit transaksi berjalan (current account defisit). Disi lain, pelaku pasar akan cenderung mengambil resiko dengan memanfaatkan kondisi ekonomi yang sedang terjadi.  

Pada akhirnya, kembali lagi kepada peranan pemerintah dan masyarakat untuk saling bahu membahu menjaga sistem keuangan nasional agar tetap stabil. Pengawasan sistem pembayaran yang dilakukan Bank Indonesia menjadi sangat penting. Tidak hanya untuk memastikan bahwa sistem pembayaran berjalan aman, efisien, lancar dan andal, namun juga diharapkan mampu menjaga dan mendukung stabilitas keuangan negara kita. Selain itu pemerintah juga tidak bisa bekerja sendiri. Perlu upaya dan dukungan dari masyarakat untuk mewujudkannya. Jika kita mempercayakan bank untuk media investasi kita, pembayaran kartu kredit lancar, KPR tidak pernah nunggak, dan bangga akan produk dalam negeri maka itu berarti kita turut serta mengamankan sistem keuangan negara. Jadi, bukan hanya Bank Indonesia dan institusi terkait saja yang berkewajiban menjaga Stabilitas Sistem Keuangan Indonesia. 

Kalau bukan kita, siapa lagi?

Sumber Referensi : Website Bank Indonesia

Erni Marwati

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun