Lama Mukidi menelpon, tetapi tidak diangkat juga. Â Sementara temannya juga mau bersiap-siap untuk naik ke atas, menyambut mentari terbit. Â Mau tidak mau Mukidi juga mempersiapkan perlengkapan untuk naik ke Bukit Sikunir. Hawa sangat dingin, maka harus memakai jaket . Â Sepanjang perjalanan Mukidi mengingat-ingat saat meninggalkan rumah. Â Dia baru ingat jika gawainya sedang di cash. Â Di sebelah gawai ada senter. Â Brarti Mukidi salah mengambil, bukan gawai yang diambil tetapi senter.
Mukidi kembali meminjam gawai temannya untuk menghubungi nomornya sendiri. Â Ternyata yang mengangkat Ibunya. Â Mukidi lega mendengarnya, gawainya aman. Â Tetapi Mukidi malu karena sifat ceroboh dan pelupanya tidak hilang-hilang. Â Bukan gawai yang diambil melainkan senter. Â Â
"Jangan sedih Bro, senter juga bisa berguna," kata Jono teman satu divisiÂ
"Ayo senyum, jalan gelap bisa terang karena senter," kata Alex temannya yang lain.Â
"Hahahahahahhahahhahahahhah Mukidi Mukidi," ledek Irma gebetan Mukidi
Tidak bisa dibayangkan raut wajah Mukidi.  Malu mendengar  teman-temannya mentertawakan.  Tetapi mau bilang apa, memang begitu kenyataannya.  Akhirnya selama 3 hari itu Mukidi membawa senternya kemana-mana sebagai tanda gara-gara kelupaan, tidak bisa mendokumentasikan sendiri wisatanya ke Dieng dengan leluasa.  Untung di sana ada tukang foto,jadi Mukidi menyewa jasa tukang foto. Meskipun harus membayar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H